TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Keputusan Pemerintah Pusat melakukan pembatalan pembangunan fisik bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK), dan difokuskan untuk penanganan wabah Covid-19 dirasa tepat.
Pasalnya pemerintah harus mengsmbil langkah cepat guna menangani wabah virus corona yang kini melanda tanah air.
Menurut Avi Budi Setiawan Ekonom Pembangunan Unnes Semarang, kebijakan yang diambil untuk fokus menangani Covid-19 di tengah kondisi force majeure sangat tepat.
"Kalaupun DAK dipaksakan pasti tidak optimal, karena alokasi DAK untuk aktivitas belanja pembangunan akan terganggu," jelasnya, Senin (30/3/2020).
Dilanjutkannya, dalam kondisi daruat menghadapi wabah Covid-19 dibutuhkan dana ide yang cukup besar.
"Padahal fiskal indonesia terbatas di angka Rp 2.000 triliun, penerimaan pajak juga terkoreksi turun karena penerimaannya tidak menutup target, sehingga tidak akan bisa menutup dana idle untuk penanganan Covid-19," katanya.
Dituturkan Avi, kalaupun negara mengambil hutang lewat pasar obligasi, kondisi pasar masih lesu dan tidak optimal.
"Yang paling memungkinkan adalah fiskal kontraktif, seperti langkah pemerintah menghentikan alokasi DAK untuk pembangunan fisik untuk dialokasikan ke penanganan Covid-19," paparnya.
Karena mengambik kebijkan menghentikan penyaluran DAK, diterangkan AVi, skema untuk penyaluran APBN dan APBD harus dirubah di situasi darurat.
"Kemungkinan untuk mengembalikan besaran DAK hanya bisa dilakukan dalam anggaran perubahan tahun depan," imbuhnya.
Ia mengatakan, Indonesia, India dan China kemungkinan besar akan mencatatkan ekonomi plus dibanding negara lain usai wabah Covid-19 berakhir.
"Diperkirakan negara anggota G20 semua akan mencatatkan pertumbuhan ekonomi minus karena wabah virus corona, terkecuali Indonesia, India dan China, karena hingga kini hanya menavlami perlambatan," ucapnya.
Ditambahkannya, agar momentum perlambatan ekonomi tak membuat ekonomi Indonesia tekoreksi dalam, pemerintah harus menjaga sentimen pasar internasional.
"Respon cepat pemerintah menjadi kunci, termasuk mitagsi bencana, resiko guna menjaga kepercaya pasar internasional," tambahnya. (bud)