Berita Internasional
Ribuan Eks Petempur Suriah di Libya Diam-diam Menyusup ke Eropa, Ada Apa?
Selama lima bulan terakhir hampir 2.000 anggota milisi bersenjata Suriah yang didukung Turki yang diangkut ke Libya telah melarikan diri
TRIBUNJATENG.COM, BEIRUT - Selama lima bulan terakhir hampir 2.000 anggota milisi bersenjata Suriah yang didukung Turki yang diangkut ke Libya telah melarikan diri dari negara Afrika Utara ke Eropa.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) mengabarkan temuan ini Rabu (29/4/2020), sebagaimana dikutip Al Masdar News Network dari Beirut, Lebanon.
"Beberapa dari 2.000 pejuang Suriah yang diangkut ke Libya untuk bertarung dengan Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang didukung PBB melawan pesaingnya Khalifa Haftar sebenarnya telah melarikan diri ke Eropa,” tulis SOHR dalam pernyataannya.
• Klarifikasi Imel Putri Soal Tuduhan Zaskia Gotik Pelakor Rusak Rumah Tangganya dengan Sirajuddin
• Definisi Sukses di Mata Raffi Ahmad : Orang Sukses Itu yang Sibuk dan Mau Capek
• Via Vallen Yakin dengan Keajaiban Doa Orang Tua Pembuka Pintu Rezeki, Via Sudah Membuktikannya
• BMKG Keluarkan Peringatan Dini Cuaca Ekstrem Hujan Lebat Disertai Angin Kencang, Ada Fenomena MJO
SOHR pertama kali melaporkan tentara bayaran Suriah melarikan diri ke Italia pada bulan Februari, dan sejak itu, beberapa laporan muncul yang membuat klaim serupa.
Jurnalis Lindsey Snell dari Investigative Journal mewawancarai seorang pejuang dari Ahrar Al-Sharqiyah yang baru-baru ini kembali ke Suriah setelah bertempur di Libya selama beberapa bulan.
Dalam wawancara itu, pejuang itu, yang diidentifikasi sebagai Zein Ahmed, mengatakan Turki menjanjikan kewarganegaraan jika mereka bertempur di Libya selama enam bulan. Namun, ini ternyata salah.
"Mereka memberi tahu kami terlebih dahulu, jika kami tinggal dan berjuang selama enam bulan, kami akan mendapatkan kewarganegaraan Turki," katanya.
“Itu bohong. Mereka memberi tahu kami jika kami mati dalam pertempuran di Libya, keluarga kami akan mendapatkan kewarganegaraan Turki. Sekarang begitu banyak warga Suriah tewas di Libya, kami tahu ini juga bohong," imbuhnya.
Ahmed merujuk sebuah kasus di mana seorang anggota Ahrar Al-Sharqiyah terbunuh pada Februari, keluarga korban menerima kompensasi 8.000 dolar AS, tetapi keluarga pejuang yang mati tidak diberi kewarganegaraan Turki.
Turki mengirim angkatan pertama tentara bayaran Suriah ke Libya pada Desember 2019.
Sejak itu, ribuan lainnya telah diangkut ke negara Afrika Utara untuk membantu pasukan GNA yang berbasis di Tripoli.
Beberapa pekan lalu, muncul testimony dari para petempur sipil asal Suriah di Libya. Mereka mengaku tidak senang menghadapi situasi di negara itu.
Mereka ingin pulang, setelah melihat realitas Turki yang mengirim mereka, tidak membuktikan janji-janjinya secara penuh.
Mengutip sumber-sumber oposisi, ada ketidakpuasan yang meluas di antara petempur bayaran Suriah yang dikirim ke Libya dari Turki.
SOHR secara terus mengaku memantau pengiriman tentara bayaran Suriah ke Libya oleh Turki.
Ketidakpuasan terjadi karena Turki membiarkan kondisi serba buruk dihadapi para milisi itu.
Organisasi itu menyatakan telah menerima rekaman audio seorang pejuang Suriah mengatakan dia menyesal pergi ke Libya.
Ia mengatakan Turki hanya membayar satu bulan dari gaji $ 2.000 (USD) dan gagal memenuhi janji-janji yang mereka buat sebelum para petempur militan itu berangkat.
“Turki membayar gaji kami hanya satu bulan. Itu belum berarti banyak buat kami. Bahkan rokok, kami sulit mendapatkannya,” kata narasumber SOHR.
“Kami tinggal di sebuah rumah tetapi kami tidak bisa keluar darinya, karena pasukan Haftar dikerahkan di seluruh wilayah," imbuhnya.
“Kita semua ingin kembali ke Suriah,” ujarnya.
Dilaporkan tak kurang 150 petempur asal Suriah tewas sejak mereka tiba di Libya beberapa pekan lalu.
Mereka digempur hebat oleh pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Marsekal Khalifa Haftar, yang terus bergerak maju merebut Libya dari seterunya yang disokong Turki.
Di antara yang tewas terdapat tokoh elite Tentara Pembebasan Suriah (Free Syrian Army). Kelompok ini pernah bercokol kuat di Suriah utara sebelum dipukul mundur ke Idlib dan sekitarnya.
Pasukan LNA yang didukung Qatar dan Rusia, sekarang menguasai mayoritas wilayah Libya. Bahkan semua titik perbatasan Libya-Tunisia, telah mereka rebut.
Kenyataan ini jadi pukulan besar bagi pemerintah GNA yang berbasis di Tripoli. Turki belum berbuat banyak menanggapi situasi kritis yang dihadapi GNA.
Serangan terbesar sejak Turki mengirimkan bala bantuan terjadi bulan lalu, ketika pasukan Marsekal Khalifa Haftar meledakkan kapal pembawa senjata dan amunisi Turki.
Dikutip dari Sputniknews.com, serangan kelompok Libyan National Army (LNA) dilakukan di pelabuhan Tripoli, Selasa (18/2/2020).
Turki secara terbuka mendukung Government National Accord (GNA) yang dipimpin Faisal Saraj. Mereka mengirimkan tentara dan penasehat militer ke Tripoli.
GNA berkedudukan di Tripoli, dan mendapat pengakuan PBB serta sejumlah negara. Sementara LNA yang bermarkas di Tobruk, didukung Rusia, Mesir, dan Qatar.
Belum ada tanggapan resmi, baik dari Turki maupun LNA dan GNA.
Video yang ditayangkan akun Twitter @Skynewsarabia memperlihatkan bubungan asap hitam tebal di sebuah pelabuhan.
Rekaman video diambil dari jarak cukup jauh, dilihat dari tampilannya yang diubah jarak dekat maupun jarak jauh.
Konflik antara LNA dan GNA kini ada di fase sangat menentukan, karena LNA telah mengepung Tripoli, ibukota Libya sejak didirikan beberapa dekade lalu.
Kemampuan tempur LNA cukup hebat, dan memiliki armada udara. Khalifa Haftar menyerukan perang jihad melawan pasukan Turki saat Presiden Tayyip Erdogan memutuskan terjun ke konflik Libya.
“Kami menyatakan jihad dan mobilisasi umum untuk melawan invasi Turki,” kata Haftar dalam pernyataannya, Jumat (3/1/2020).
“Rakyat Turki harus bangkit melawan petualangan (militer Turki),” lanjutnya. “Kami akan menyapu mereka keluar dari Libya,” kata Haftar dalam pernyataannya.
Awal Januari 2020, pasukan LNS menembak jatuh drone TB2 Turki.
Pesawat nirawak itu tadinya mengawasi pergerakan pasukan LNA di dekat Tripoli.
Haftar dan pasukan LNA berusaha merebut Tripoli sejak April 2019. Sejauh ini mereka mampu menguasai sebagian besar jalur penting menuju Tripoli.
Mereka hanya belum berhasil menguasai wilayah gurun di Libya selatan. Wilayah itu dikuasai berbagai kelompok bersenjata, termasuk ISIS.
Libya jatuh dalam perang saudara dan kekacauan berdarah sejak militer NATO menggempur negara itu dan menginisiasi penghancuran pemerintah Muammaf Khadaffi pada 2011.
Khadaffi yang memimpin Libya sejak 1969 terjungkal. Ia tertangkap saat hendak melarikan diri dari Tripoli, disiksa dan akhirnya ditembak mati milisi yang menangkapnya.(Tribunjogja.com/ AMN/xna)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Ribuan Eks Petempur Suriah di Libya Diam-diam Menyusup ke Eropa
• Tercatat 3 Warga Boyolali Dapat Transferan Misterius ke Rekening Rp 600 Ribu BST COVID 19 TAHAP 1
• Kualat! Duo Jambret Apes Terpental Ditabrak Mobil Setelah Seret Korbannya 5 Meter
• Pria Boyolali Mengaku Dapat Uang Nyasar ke Rekening Rp 600 Ribu Bertuliskan BST COVID 19 TAHAP 1
• Titik Terang Mulai Kelihatan, Kata Menhan Prabowo Subianto Soal Wabah Corona