Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Wabah Virus Corona

Mengapa Korban Tewas Corona di Amerika dan Eropa Lebih Tinggi Dibanding Asia? Ini Penjelasan Ahli

Sejak pertama kali muncul pada akhir 2019 silam, virus corona sudah menewaskan ratusan ribu orang di seluruh dunia.

Editor: galih permadi
Kolase Tribun Jabar
Ilustrasi: Persebaran virus corona. (Foto: medscape.com/gisanddata.maps.arcgis.com) 

"Itu berarti kita perlu mempertimbangkan perbedaan daerah regional terlebih dahulu, sebelum kita analisa kebijakan dan faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi di beberapa negara terdampak," kata Akihiro Hisaka dari Pascasarjana Ilmu Farmasi Universitas Chiba.

Asumsi dasar yang terjadi yakni virus, SARS-CoV-2, bermutasi sebagaimana yang virus lakukan kemudian menginfeksi dan menular.

"Kita sedang menghadapi momok yang sama dengan respon imun yang sama," kata Jeffrey Shaman, seorang epidemiologi dari Universitas Columbia.

"Ada perbedaan di pengetesan virus, laporan, dan kontrol di tiap-tiap negara. Dan ada juga perbedaan dari tingkat hipertensi, penyakit paru-paru yang parah, dan lain-lain, sesuai dengan yang terjadi di negara terdampak," lanjutnya.

Alasan angka kematian tinggi di Eropa dan US

Sebagian alasan kenapa angka kematian cukup tinggi di AS dan Eropa karena perbedaan cara menghadapi pandemi dan cara penanganannya.

Di Asia, dari pengalaman pandemi SARS dan MERS menyebabkan penanganan dan respon terhadap ancaman pandemi baru lebih cepat.

Taiwan, misalnya, telah banyak dipuji karena respons cepatnya terhadap Covid-19, termasuk pembatasan masuknya warga Wuhan sebelum virus itu meledak di China.

Di Korea Selatan, pemerintah telah melakukan pengunjian dengan skala besar, pelacakan, dan isolasi pasien.

Walaupun di Jepang dan India, tingkat angka kematian cenderung rendah, hal ini juga membingungkan para ilmuwan.

Apakah cuaca dan budaya berpengaruh terhadap tingkat kematian?

Cuaca panas dan lembab mungkin bisa menjadi faktor penentu di negara seperti Kamboja, Vietnam, dan Singapura.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa panas dan kelembaban dapat memperlambat penyebaran virus, meskipun memang tidak menghentikannya.

Seperti saat seseorang terkena influenza dan dengan virus corona yang muncul gejala menggigil.

Namun, beberapa negara khatulistiwa termasuk Ekuador dan Brazil, telah melihat banyak kasus dan kematian terkait virus corona.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved