Berita Jakarta
UPDATE: Novel Baswedan Dituding 'Sandera' Nurhadi, Ini Jawaban KPK
Komisi Pemberantasan Komisi (KPK) membela penyidik Novel Baswedan yang disebut Indonesia Police Watch (IPW) telah 'menyandera' eks Sekretaris MA
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Komisi (KPK) membela penyidik Novel Baswedan yang disebut Indonesia Police Watch (IPW) telah 'menyandera' eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan bahwa seluruh kegiatan penyidikan yang dilakukan komisi antikorupsi selama ini sesuai dengan mekanisme dan aturan hukum yang berlaku.
"Kami tidak akan berpolemik dengan isu yang tidak jelas," kata Ali lewat pesan singkat, Senin (8/6/2020).
Sebelumnya Ketua Presidium IPW Neta S. Pane menyebut Novel telah menyandera Nurhadi dengan cara memeriksa buronan itu di luar Gedung Merah Putih KPK.
"Tidak pernah penyidik KPK membawa yang bersangkutan [Nurhadi] untuk pemeriksaan di luar gedung Merah Putih KPK sebagaimana yang disampaikan Neta S. Pane," tegas Ali.
KPK, kata Ali, berkomitmen untuk sungguh-sungguh menyelesaikan perkara Nurhadi sampai tuntas, termasuk menjeratnya dengan pasal pencucian uang.
"Termasuk pula pengembangannya sejauh dari fakta-fakta keterangan saksi dan alat bukti diperoleh adanya dua alat bukti permulaan yang cukup termasuk pula untuk menetapkan NHD sebagai tersangka TPPU," katanya.
Diketahui IPW mendapat informasi Novel telah memeriksa Nurhadi di luar kantor KPK berasal dari internal KPK itu sendiri.
Atas dasar info tersebut, Neta menginginkan Dewan Pengawas KPK agar mengawasi kinerja Novel dalam penanganan perkara Nurhadi.
"IPW mendapat informasi bahwa Novel cs membawa dan memeriksa mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, ke sebuah tempat di luar gedung Merah Putih KPK. Jika itu benar terjadi, hal ini adalah sebuah bentuk kesewenang-wenangan dan pelanggaran hukum, serta mencederai rasa keadilan Nurhadi sebagai tersangka," kata Neta kepada Warta Kota, Sabtu (6/6/2020).
Menurut Neta, cara-cara kerja Novel yang tidak promoter ini harus segera dihentikan Dewan Pengawas KPK maupun Ketua KPK Firli Bahuri.
"Dalam melakukan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, KPK harus tetap patuh hukum, sehingga Novel tetap harus dikendalikan, baik oleh Dewan Pengawas maupun Pimpinan KPK agar tidak semaunya," kata Neta.
TPPU
KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan kasus mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD) ke arah dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Bahwa tentu sangat memungkinkan untuk dikembangkan ke arah dugaan TPPU, sejauh dari hasil penyidikan saat ini ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkannya sebagai tersangka TPPU," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Minggu (8/6/2020).
Untuk pengembangan tersebut, lanjut dia, penyidik KPK tentu akan mendalami setiap informasi dan keterangan yang diperoleh dari saksi-saksi maupun barang-barang yang diamankan dari hasil penggeledahan.
Namun, kata dia, saat ini penyidik KPK akan fokus terlebih dahulu pada penguatan pembuktian unsur pasal-pasal yang dipersangkakan saat ini untuk tersangka Nurhadi dalam kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada tahun 2011—2016.
Demikian pula dengan dugaan keterlibatan istri Nurhadi, Tin Zuraida, maupun pihak-pihak lain terkait dengan kasus tersebut penyidik juga akan mendalami lebih lanjut setiap informasi yang telah diterima.
Hal itu termasuk kemungkinan penerapan Pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi atau merintangi penyidikan bagi pihak-pihak yang membantu pelarian Nurhadi.
Ali mengatakan bahwa KPK akan menganalisis terlebih dahulu setiap keterangan para saksi yang nantinya dipanggil penyidik.
Sebelumnya, pendiri Lokataru Kantor Hukum dan HAM Haris Azhar mendesak KPK segera menyita aset miliaran rupiah milik Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono serta mengembangkan penyelidikan pada dugaan adanya TPPU yang kemungkinan besar telah dilakukan.
Dalam penelusuran yang dilakukan Lokataru, menurut dia, setidaknya telah ditemukan beberapa aset kepemilikan Nurhadi dan Rezky, yakni tujuh aset tanah dan bangunan dengan nilai ratusan miliar rupiah serta empat lahan usaha kelapa sawit.
Selanjutnya, delapan badan hukum dalam berbagai jenis baik PT hingga UD, 12 mobil mewah dengan harga puluhan miliar rupiah, dan 12 jam tangan mewah dengan nilai puluhan miliar rupiah.
"Tak hanya itu, diduga masih ada aset lain yang kemungkinan besar belum terjangkau. Kami menemukan indikasi kuat ada penggunaan nama-nama di luar Nurhadi yang tercatat mengatasnamakan aset hasil tindak pidana dimaksud," ucap Haris melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (4/6).
Nurhadi dan Rezky bersama Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada tahun 2011—2016 pada tanggal 16 Desember 2019.
Ketiganya kemudian dimasukkan dalam status daftar pencarian orang (DPO) sejak Februari 2020.
Untuk tersangka Nurhadi dan Rezky telah ditangkap tim KPK di Jakarta, Senin (1/6), sementara tersangka Hiendra masih menjadi buronan.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait dengan pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Minta KPK Ungkap Oknum yang Sembunyikan Nurhadi dan Menantunya
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dan memproses oknum-oknum yang turut terlibat menyembunyikan mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono.
Menurut dia, oknum yang membantu melarikan dan melindungi Nurhadi dapat dijerat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Isi pasal itu berbunyi, 'setiap orang dilarang mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.'
"Harus diungkap pakai rumah siapa saja. Siapa yang menolong. Bersama yang memberikan bantuan-bantuan keamanan kebutuhan harian," kata Haris Azhar dalam diskusi daring bersama Indonesia Corruption Watch, Jumat (5/6/2020).
Selama bersembunyi, kata dia, Nurhadi tidak mungkin menyediakan perlengkapan pribadi dan makanan seorang diri.
Dia meyakini ada orang yang membantu pelariannya.
"Mereka kan bukan guci atau kipas angin yang di-umpetin dalam lemari, mereka ini kan manusia ada kebutuhan. Ini yang menghalang halangi dalam artian membantu proses kaburnya keluarga Nurhadi," kata dia.
Upaya membongkar rute pelarian Nurhadi dan menantunya selama menjadi buronan diharapkan dapat mengungkap siapa saja orang yang diduga terlibat melarikan diri yang bersangkutan.
Diketahui, total ada sebanyak 13 lokasi di Jakarta dan di Jawa Timur yang sudah disambangi KPK selama memburu Nurhadi dan menantunya.
Terungkapnya belasan lokasi itu, dia menduga ada pihak-pihak yang ikut membantu menyembunyikan Nurhadi selama buron.
"KPK harus membongkar soal pelarian ini. Rute pelarian ini ke mana saja atau saya menyebutnya sebagai fasilitas hunian berupa tempat.
Lalu proses perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, penyediaan kebutuhan harian, pengamanan dan juga terakhir individu penghubung-penghubung sebagai komunikator," katanya. (*)
• ADIK DURHAKA: Tega Bakar Kakak Perempuan karena Tak Dikasih Minta Uang
• Siang Hari Diprediksi Cerah Berawan, Berikut Prakiraan Cuaca BMKG di Kabupaten Pekalongan
• MENGEJUTKAN! Conor McGregor Putuskan Pensiun, Ini Tanggapan Presiden UFC
• Pengantin Pria Ini Shock Berat Istri Sahnya Tolak Bercinta di Malam Pertama, Ternyata Laki-laki