Berita Viral
Diusulkan Jateng Jadi Pahlawan Nasional, Ini Sosok Jenderal Hoegeng yang Disebut Jujur oleh Gus Dur
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menuturkan setuju dengan usulan pemberiaan gelar pahlawan nasional itu.
TRIBUNJATENG.COM - Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Imam Santoso merupakan satu tokoh kepolisian Indonesia yang pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Hoegeng terkenal dengan kejujurannya. Bahkan Gus Dur pernah membuat celetukan gurauan bernada satire yang berbunyi 'hanya ada tiga polisi jujur: patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng'.
Jenderal kelahiran Pekalongan itu diusulkan menjadi pahlawan nasional.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menuturkan setuju dengan usulan pemberiaan gelar pahlawan nasional itu.
• Baru Bebas Bersyarat Ditangkap Lagi, Ini Rekam Jejak John Key yang Dijuluki Godfather Jakarta
• 30 Menit Detik-detik Kematian Pasien Covid-19 Disiarkan Langsung, Saluran TV Ini Panen Hujatan
• Promo Superindo Hari Kerja 22-25 Juni 2020, Banyak Diskon dari Buah hingga Camilan, Cek di Sini
• Update Virus Corona Kota Semarang Senin 22 Juni 2020, Tugu Kembali Catatkan 2 Kasus Positif
"Setuju. Usulan sudah dikirimkan ke pusat," kata Ganjar, usai mengikuti Rapat Paripurna di Kantor DPRD Jateng, Jumat (19/6/2020).
Sosok Jenderal Hoegeng
Nama Jenderal Hoegeng Imam Santoso belakangan ramai dibicarakan setelah sebuah lelucon tentang dirinya dari mendiang Gus Dur membuat seseorang harus berurusan dengan pihak kepolisian.
Lelucon dari Presiden ke-4 Indonesia yang dimaksud adalah "Ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng".
Siapa sangka jika lelucon tersebut membuat Ismail Ahmad, pria asal Kepulauan Sula, Maluku Utara, sampai dipanggil polisi setelah mengunggahnya di media sosial.
Lalu siapakah Jenderal Hoegeng Imam Santoso sampai-sampai Gus Dur menyebutnya sebagai satu-satunya sosok polisi yang jujur?
Berikut ini kisah Jenderal Hoegeng yang tak hanya jujur tapi juga sangat pemberani.
--
Tahun 1958. Waktu itu sore menjelang magrib. Sebuah sedan hitam keluar dari kota Medan menuju ke arah utara, Binjai.
Meluncur melewati daerah-daerah pegunungan yang penuh dengan tikungan-tikungan, sepi, di sekelilingnya hutan-hutan melulu.