Opini
OPINI Dr Nanik Suhartatik : Potensi Obesitas Anak di Masa Pandemi
OBESITAS merupakan masalah gizi yang dialami hampir semua orang di penjuru dunia. Obesitas tergolong dalam tiga hal, yakni kegagalan gizi (malnutrisi)
Data dari Riset Dasar Kementrian Kesehatan RI menyatakan, prevalensi obesitas pada anak usia sekolah mengalami kenaikan 2 kali lipat. Riset yang dilakukan setiap 5 tahun sekali ini memperlihatkan bahwa prevalensi obesitas anak meningkat setiap tahunnya. Obesitas pada anak dapat memicu munculnya penyakit degeneratif pada saat mereka beranjak dewasa. Kebiasaan makan dengan jumlah berlebih memicu terjadinya obesitas.
Salah satu hal sepele yang mungkin sering dilupakan oleh sebagian besar orang adalah minuman manis dengan tambahan gula di dalamnya, misalnya es teh. Perbedaan mencolok dari es teh dengan teh panas adalah jumlah gula yang ditambahkan. Untuk membuat es teh, biasanya penjual menambah 3 sdm gula pasir, sedang membuat teh panas, cukup menggunakan 1 sdm gula pasir.
Beberapa orang mungkin mengkonsumsi es teh sehari bisa 2-3 gelas, dimana jumlah gula yang ditambahkan sekitar 72 g atau setara dengan 288 kalori. Jumlah kalori itu setara dengan makan siang porsi sedang.
Silahkan dihitung lagi jika sehari mengkonsumsi minuman lebih dari 3 kali, dan tanpa disadari kita telah mengonsumsi kalori dalam jumlah yang berlebih hanya karena minum. Untuk itu, minum air putih selalu lebih baik dari pada minuman manis yang lain sehingga jumlah kalori kita akan lebih terkendali.
Peneliti dari The Bogalusa Heart (USA) mengemukakan, obesitas dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit aterosklerosis pada anak muda. Menurut data Riskesdas (Kemenkes 2013) 11 propinsi yang mempunyai prevalensi tinggi terhadap terjadinya obesitas adalah Sulawesi Tenggara, Papua Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Lampung, DI Aceh, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Riau, Sumatra Utara, dan Kepulauan Riau.
Bagaimana dengan data tahun 2020? Sudah dapat diprediksikan bahwa jumlahnya akan semakin meningkat.
Lalu hal apa yang dapat dilakukan orang tua? Dengan diperpanjangnya status darurat Covid 19 dan kebijakan New Normal atau sekarang disebut dengan fase pembiasaan baru, orang tua masih mempunyai kendali terhadap makanan yang dikonsumsi anak. Kebijakan ini akan membatasi kebiasaan anak makan di luar, makan bareng atau berkumpul dengan teman-temannya.
Saat ini, Kementerian Kesehatan RI juga sedang melakukan gerakan masyarakat (Germas) berupa “isi piringku”. Kebijakan ini dikeluarkan untuk menggantikan piramida makanan. Isi piringku mengatur komposisi makanan beberapa golongan usia, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Konsep yang dibawa adalah gizi seimbang, bukan gizi cukup. Yang dimaksud dengan seimbang adalah seimbang dalam hal jumlah, seimbang dalam hal jenis, dan juga sesuai kebutuhan.
Makanan dikatakan seimbang jika mengandung unsur gizi makro dan gizi mikro. Gizi makro sendiri dapat dijabarkan sebagai karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air, dan serat sedangkan gizi mikro diantaranya adalah vitamin, mineral, dan komponen gizi lain.
Pada praktiknya, gizi seimbang harus diterapkan di dalam rumah tangga supaya upaya pemerintah dalam menekan obesitas juga berhasil. Ada pun hal yang bisa dilakukan para orang tua adalah dengan membatasi frekuensi makan hanya sebanyak 3x sehari, makanan bervariasi (minimal sehari mengandung 5 unsur warna), tidak jajan atau makan di luar kecuali dengan perencanaan, dan olahraga yang cukup.
Isi piringku sendiri bagi anak-anak usia sekolah dasar terdiri dari ½ bagian piring merupakan buah dan sayur, ¼ bagian berisi lauk (kombinasi hewani dan nabati dalam sehari), dan ¼ bagian terakhir adalah sumber karbohidrat. Sumber protein yang digunakan sebaiknya divariasi dalam satu hari, meliputi hewani dan nabati.
Konsumsi lauk tidak melulu harus dalam bentuk tahu atau tempe, bisa juga mengemas kacang-kacangan dalam bentuk “peyek”, bumbu pecel/gado-gado, ataupun dalam sayuran seperti sup kacang merah. Anak juga sebaiknya dikenalkan pada bahan makanan yang bervariasi sejak dini. Konsep gizi seimbang tidak hanya mampu mencegah anak dari obesitas, namun juga dapat mencegah anak dari stunting. Dua dari 3 masalah gizi yang terjadi di dunia. (*)