Ekonomi Indonesia Minus 5,32 Persen, Menkeu Nilai Masih Normal
Ekonomi Indonesia semester I 2020 terhadap semester I 2019 mengalami kontraksi sebesar 1,26 persen
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia kuartal II 2020 terhadap kuartal II 2019 mengalami kontraksi atau minus sebesar 5,32 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku kuartal II 2020 mencapai Rp 3.687,7 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 2.589,6 triliun.
"Sementara, ekonomi Indonesia kuartal II 2020 terhadap kuartal sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 4,19 persen," ujarnya, Rabu (5/8).
Selain itu, lanjut Suhariyanto, ekonomi Indonesia semester I 2020 terhadap semester I 2019 mengalami kontraksi sebesar 1,26 persen. Disisi lain, struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada kuartal II 2020 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa sebesar 58,55 persen.
"Kinerja ekonomi Pulau Jawa mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 6,69 persen," katanya.
Adapun, dia menambahkan, kelompok Pulau Maluku dan Papua mencapai pertumbuhan tertinggi yakni sebesar 2,36 persen. "Tumbuh walaupun kontribusinya terkecil atau kurang dari tiga persen dibanding kelompok pulau lainnya," ujarnya.
Kendati demikian kata Suhariyanto beberapa indikator ekonomi mulai ada perbaikan meski jauh dari normal, sehingga aktivitas ekonomi mulai bergerak dengan harapan bulan Juli hingga September bisa meningkat. Ia mencontohkan, untuk transportasi udara dan internasional mengalami peningkatan pada Juni 2020 dibanding Mei 2020 sebesar 54,7 persen.
"Ada kenaikan cukup signifikan dibanding bulan Mei. Kemudian, transportasi udara domestik juga sudah banyak perjalanan dari satu provinsi ke provinsi lainnya," ujarnya.
Karena itu, doa menyampaikan, pergerakan transportasi udara domestik juga naik lebih besar yakni 791, 38 persen pada Juni kalau dibandingkan dengan Mei 2020.
"Meskipun kalau kita bandingkan pada kondisi normal masih mengalami penurunan dalam. Namun, selama bulan Juni sesudah adanya relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSB)B, mulai ada denyut ekonomi dan angka Purchasing Managers Index (PMI) juga menunjukkan pergerakan positif," kata Suhariyanto.
Dia menambahkan, angka PMI terus mengalami perbaikan mulai dari Mei hingga Juli dengan harapan berlanjut pada kuartal III 2020. "PMI bulan Mei 28,6, Juni naik jadi 39,1, dan Juli naik lagi jadi 46,9, semakin mendekati angka 50. Jadi, kita semua berharap kuartal III geliat ekonomi makin bagus," ujar Suhariyanto.
Penjualan Mobil
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, produksi mobil pada kuartal II 2020 mencapai 41.520 unit. Capaian tersebut mengalami penurunan sebesar 87,34 persen
dibanding kuartal sebelumnya (quartal to quartal/qtq).
Selain itu, produksi mobil juga turun sebesar 85,02 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya (year on year/yoy) (y-on-y). Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, dari sisi penjualan mobil secara wholesale atau penjualan sampai tingkat dealer pada kuartal II 2020 mencapai 24.042 unit atau turun sebesar 89,85 persen qtq.
"Penjualan mobil juga turun sebesar 89,44 persen yoy," ujarnya.
Disisi lain, Suhariyanto menyampaikan, penjualan sepeda motor secara wholesale pada kuartal II 2020 mencapai 313.625 unit. "Angka tersebut mengalami penurunan sebesar 80,06 persen secara qtq dan 79,70 persen yoy," pungkasnya.
Merespon hasil survei BPS, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyatakan, stabilitas sistem keuangan nasional pada kuartal II-2020 masih tetap berada di level normal. Ini terjadi meski realisasi pertumbuhan ekonomi April-Juni 2020 terkontraksi sebesar 5,32 persen. "KSSK melihat bahwa stabilitas sistem keuangan pada triwulan II-2020, yaitu periode April, Mei, dan Juni adalah pada kondisi normal, meskipun kewaspadaan terus ditingkatkan," ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
Sri Mulyani yang juga menjabat sebagai Ketua KSSK mengatakan, pada periode tersebut berbagai indikator stabilitas sistem keuangan masih tetap terjaga. Namun demikian, dia menyadari, realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 jauh lebih buruk ketimbang periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019 masih mampu menyentuh angka 5,05 persen.
Anjloknya pertumbuhan ekonomi nasional tidak lain diakibatkan oleh melemahnya aktifitas perekonomian pada kuartal II-2020. Pasalnya, pada April dan Mei 2020, berbagai daerah menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), yang berimbas melambatnya roda perekonomian nasional. "Memang penerapan PSBB, yang memang berjalan secara cukup meluas pada akhir Maret sudah mempengaruhi perekonomian kita pada April dan Mei secara sangat dalam," ujar Sri Mulyani.
Perekonomian nasional disebut mulai bangkit kembali pada Juni lalu, seiring dibukanya berbagai aktifitas perekonomian. "Kita harapkan bisa dijaga pada kuartal III," katanya. Untuk menjaga momentum perbaikan ekonomi tersebut, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu memastikan, pihaknya bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan siap mengeluarkan berbagai langkah antisipatif maupun responsif, baik dari sisi fiskal dan moneter.
"Kita bersama-sama terus memformulasikan dan mendesain untuk bisa meminimalkan dampak pandemi Covid 19 terhadap kegiatan ekonomi maupun sektor keuangan," ucapnya.(tribun network)