Berita Tegal
Kisah Perawat di Ruang Isolasi Pasien Covid-19, Dehidrasi hingga Pingsan karena Kelamaan Pakai APD
Salah satu Perawat di RSUD dr Soeselo Slawi, Mahya Awali, membagikan pengalaman, cerita, keluh kesahnya selama merawat pasien Covid-19 di ruang isolas
Penulis: Desta Leila Kartika | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SLAWI - Salah satu Perawat di RSUD dr Soeselo Slawi, Mahya Awali, membagikan pengalaman, cerita, keluh kesahnya selama merawat pasien Covid-19 di ruang isolasi sejak Maret 2020 hingga saat ini.
Dengan penuh dedikasi dan semangat, Mahya menggambarkan apa saja yang selama ini Ia alami dan hadapi saat merawat pasien Covid-19.
Baik mereka yang berstatus sebagai ODP, PDP, dan terkonfirmasi positif Covid-19.
Tidak hanya menceritakan tentang keluh kesah para perawat saja, tapi Ia juga menyampaikan keluh kesah yang dialami oleh para pasien Covid-19.
Hal tersebut, Mahya sampaikan dalam kegiatan preskon di gedung Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Tegal.
Kebetulan kali ini, tema yang diangkat yaitu tentang Patriotisme dan perjuangan para tenaga medis dalam penanganan pandemi Covid-19.
"Karena pasien Covid-19 ini tidak boleh ditunggui dan dijenguk, maka peran kami tidak hanya merawat tapi juga sebagai keluarga pasien kami.
Mulai mengurus makan, mengganti pampers, dan lain-lain.
Intinya jika pasien membutuhkan bantuan, semaksimal mungkin kami akan berusaha yang terbaik," ujar Mahya, pada Tribunjateng.com, Kamis (13/8/2020).
Dikatakan, apapun kendala yang ada, ataupun kesulitan yang dialami oleh para perawat termasuk Mahya sendiri, jangan sampai mempengaruhi pelayanan jadi tidak maksimal.
Mahya bercerita, ketika Ia dan teman-temannya masuk ke ruang isolasi lengkap dengan mengenakan APD, rasanya jauh lebih berat dibandingkan melakukan perawatan pada pasien lainnya.
Mengingat, APD ini ketika dikenakan apalagi dalam jangka waktu yang lama rasanya cukup panas dan bisa menimbulkan dehidrasi.
Ketika di ruang isolasi pun, bisa menghabiskan waktu 2 sampai 3 jam.
Karena kebutuhan pasien harus dipenuhi sebelum keluar dari ruang isolasi.
Maka, tidak jarang ditemukan perawat yang sampai pingsan karena dehidrasi.
"Saya sering mendengar keluh kesah dari pasien seperti lamanya hasil swab, begitu juga dengan keluarga pasien yang harus bolak balik menanyakan hasilnya.
Sehingga tugas kami tidak hanya mengedukasi dan memberikan semangat pada pasien, tapi juga kepada keluarga.
Inilah yang kami rasakan selama masa pandemi Covid-19 ini," ungkapnya.
Adanya pasien atau keluarga pasien yang tidak mau jujur saat memberikan informasi kepada perawat, juga menjadi salah satu masalah atau kekhawatiran sendiri bagi Mahya.
Karena saat pasien tidak jujur, sehingga perawat yang melakukan penanganan tidak mengenakan APD lengkap, dan setelahnya ternyata hasil menunjukkan positif Covid-19, inilah yang membuat perawat sedih apalagi kalau sampai terpapar Covid-19.
"Inilah beberapa hal yang harus saya sampaikan ke masyarakat.
Supaya mereka mengetahui kalau menjaga pola hidup sehat itu sangat penting, protokol kesehatan yang sudah tidak diperhatikan lagi oleh sebagian masyarakat juga menjadi perhatian kami.
Maka dari itu, kami mohon kepada masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan, mengenakan masker, cuci tangan, dan melakukan jaga jarak.
Semoga pesan saya ini bisa tersampaikan dan diperhatikan seluruh masyarakat, supaya pasien Covid-19 tidak terus bertambah," terangnya.
Sementara itu, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Tegal, Kiswandi menambahkan, Perawat di Kabupaten Tegal yang tercatat jumlahnya mencapai 1.710 orang ini, selama masa pandemi Covid-19 harus menghadapi permasalahan yang enak dan tidak enak.
Mendapatkan yang enak, karena bekerja sesuai dengan tugas dan kewajibannya sebagai perawat.
Namun mendapat hal tidak enak, karena sering menjadi sasaran diskriminasi dari masyarakat.
Inilah yang sangat disayangkan sekali, padahal perawat juga sudah bekerja semaksimal mungkin, meski mereka juga sangat riskan terpapar Covid-19.
"Di Kabupaten Tegal pernah terjadi, ada perawat yang digrudug atau didatangi oleh keluarga yang terdeteksi positif Covid-19.
Keluarga pasien mengira perawat tersebut yang menyebarkan informasi kepada orang lain terkait status positif nya.
Padahal informasi tersebut sudah tercatat dan terindikasi," tuturnya.
Sehingga dalam hal ini, Kiswandi menyampaikan, bahwa informasi tersebut saat ini sudah bisa diakses dan sebetulnya tidak masalah ketika orang lain mengetahui.
Karena sifatnya untuk bisa menjaga diri satu sama lain.
Hadir pada kegiatan tersebut, Bupati Tegal, Umi Azizah, memberikan apresiasi dan mengucapkan rasa terima kasih serta bangga kepada seluruh tenaga medis, mulai dokter, perawat, dan semuanya yang terus berjuang mencegah penyebaran Covid-19 di Kabupaten Tegal.
Bupati Umi juga mengapresiasi semangat para tenaga medis yang tidak mengendur sama sekali.
Bahkan belum lama ini, Umi mengaku para tenaga medis mengajaknya untuk sama-sama membuat status yaitu tetap semangat, selalu menerapkan 3 M.
Adapun 3 M ini adalah menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak satu sama lain atau Physical Distancing.
"Sesuai dengan tema hari ini, kita semua harus memberikan apresiasi kepada tenaga medis yang sudah berjuang semaksimal mungkin.
Sekali lagi saya ucapkan terima kasih, dan saya berpesan kepada masyarakat untuk selalu menerapkan dan mematuhi protokol kesehatan.
Karena di Kabupaten Tegal sendiri jumlah kasus positif Covid-19 nya juga masih terus bertambah," imbuh Umi. (dta)