MK Larang Wamen Jadi Komisaris, Kementerian BUMN Anggap Putusan Tidak Mengikat
Namun, majelis hakim dalam putusannya mempertimbangkan fakta yang dikemukakan pemohon
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak menerima permohonan Pengujian Undang - Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang menyoal keberadaan wakil menteri. Dalam persidangan pembacaan putusan perkara nomor 80/PUU-XVII/2019, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menyatakan pengangkatan wakil menteri boleh dilakukan oleh Presiden terlepas dari soal diatur atau tidak dalam UU Nomor 39 Tahun 2008.
"Sebab presiden yang mengangkat wakil menteri adalah pemegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945. Dengan demikian Pasal 10 Undang - Undang Nomor 39 Tahun 2008 tidak bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mengandung persoalan konstitusionalitas," ucap Manahan dalam persidangan di Gedung MK seperti disiarkan kanal Youtube MK RI, Kamis (27/8).
Namun, majelis hakim dalam putusannya mempertimbangkan fakta yang dikemukakan pemohon soal tidak adanya larangan rangkap jabatan wakil menteri sebagai komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau swasta.
Terhadap fakta tersebut, Majelis Hakim Konstitusi mengatakan sekalipun wakil menteri membantu menteri dalam memimpin pelaksana tugas Kementerian, tapi karena pengangkatan dan pemberhentian wakil menteri merupakan hak prerogratif presiden, maka posisi wakil menteri harus ditempatkan sebagaimana status yang diberikan kepada menteri.
Atas kesetaraan status tersebut, maka majelis hakim konstitusi menilai bahwa seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri juga berlaku bagi wakil menteri. Pemberlakuan itu dimaksudkan supaya wakil menteri fokus pada beban kerja sebagaimana alasan diangkatnya wakil menteri pada kementerian tersebut.
"Dengan status demikian maka seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 23 Undang - Undang Nomor 39 Tahun 2008, berlaku pula bagi wakil menteri," ujar Manahan.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menegaskan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak permohonan Pengujian Undang - Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang menyoal keberadaan wakil menteri. Menurutnya, persoalan rangkap jabatan wakil menteri di perusahaan pelat merah masuk dalam pertimbangan MK bukan sebuah keputusan.
"Kalau lihat keputusan MK itu, MK memutuskan bahwa permohonan pemohon ditolak. Jadi yang lainnya itu masalah pertimbangan. Kalau pertimbangan tidak memihak secara hukum," kata Arya.
"Bisa kami sampaikan bahwa soal rangkap jabatan itu masuk dalam pertimbangan MK jadi bukan sebuah keputusan. Karena masuk dalam pertimbangan dan bukan keputusan maka bisa dikatakan ini belum mengikat," tambahnya.
Arya mengaku masih menunggu kelanjutan persidangan Perkara MK No. 80/PUU-XVII/2019 tentang Pengujian Pasal 10 UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kementerian Negara. "Jadi kita masih menunggu. Kecuali itu keputusan MK, baru mengikat semua pihak tapi karena masuk dalam pertimbangan maka bukan sebuah norma hukum baru. Apalagi kita tahu ini hanya sifatnya persuasif," terang dia.
Untuk diketahui, pemohon dalam perkara ini merupakan seorang advokat yang juga Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) bernama Bayu Segara, serta mahasiswa Usahid Jakarta yakni Novan Lailathul Rizky. Keduanya menilai jabatan wakil menteri tidak urgen untuk saat ini, sehingga harus ditinjau ulang.
Victor lalu mencontohkan, ada dua wakil menteri di Kementerian BUMN yang rangkap jabatan sebagai komisaris. Hal itu, menurut pemohon, menandakan bahwa tugas wakil menteri tidak banyak dan tak urgen. Sebab, jika urgen, tidak mungkin kursi wakil menteri diberikan kepada seorang yang sudah menjabat sebagai komisaris BUMN. Rangkap jabatan itu juga dinilai berlawanan dengan tujuan pengangkatan wakil menteri, yaitu untuk mengemban beban kerja yang membutuhkan penanganan khusus.
"Faktanya, dua wakil menteri yang menduduki jabatan kementerian itu rangkap jabatan menjadi Komisaris Pertamina dan Komisaris Bank Mandiri," ujar Victor.(tribun network/dan/nas/wly)