Berita Artis
Ibunda Rachel Vennya Diduga Tertipu Beli Tas Rp 180 Juta di Ketua Selebriti Anti Narkoba
Vien Tasman mengatakan jika F tersebut menjabat sebagai Ketua Umum Selebriti Anti Narkoba Indonesia."Orang yang diduga menipu tersebut adalah pria b
Penulis: Puspita Dewi | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM - Ibunda Rachel Vennya, Vien Tasman melaporkan seseorang terkait dugaan penipuan dan penggelapan tas mewah.
Vien mengaku mengalami kerugian senilai Rp 180 juta.
Di laman Instagramnya, Vien Tasman mengatakan jika F tersebut menjabat sebagai Ketua Umum Selebriti Anti Narkoba Indonesia.
"Orang yang diduga menipu tersebut adalah pria berinisial F. Ia diketahui mengemban jabatan sebagai Ketua Umum Selebriti Anti Narkoba Indonesia (SANI) " demikian adalah cuplikan berita yang diunggah oleh Vien Tasman dalam laman Instagramnya dan dilingkari olehnya.
"Semoga kebenaran terungkap," tulisnya.
Ia pun telah melaporkan dugaan tersebut pada 3 Desember 2019 lalu.
"Saya sama bu Vien Tasman, dan saksi soal kasus diduga adanya penipuan dan ancaman saudara inisial F," kata Muhammad Alvin Fahrezy selaku kuasa hukum Vien Tasman, yang dikutip dari Grid.id di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Minggu (20/9/2020).
"Sampai saat ini nggak ada itikad baik. Proses hukum sudah berjalan," sambungnya.
Hal itu bermula saat nenek Xabiru Oshe Al Hakim itu berniat menitip untuk dibelikan tas mewah merek Hermes.
Sebab F sedang berada di Hongkong untuk lakukan perjalanan bisnis.
"Saya kan berteman sama dia (F), dia kan posisisnya di Hongkong, lagi business trip sama seorang sosialita di sana," ucap Vien Tasman.
"Dia di sebuah butik tas ternama (Hermes), aku bilang ‘aduh mau dong titip’ dia bilang 'boleh' dan sampai videoin tasnya. Karena dia videoin di toko itu saya percaya dong," lanjutnya.
Percaya dengan ucapan rekannya, wanita yang memiliki nama lahir Liavananti ini langsung mentransfer uang.
Namun F kembali menawarkan barang lain agar Vien Tasman membelinya.
"Pas saya setuju sama tas pertama dia nawarin lain, terus saya minta videoin dia bilang 'nggak bisa karena susah," ungkapnya.
"Saya mastiin ‘bener dari toko itu kan?’ Kata dia 'iya," ceritanya.
Kejadian tersebut terjadi pada November 2019, bersamaan dengan kerusuhan di Hongkong.
Sehingga F berkilah transaksi di toko tersebut terkendala.
"Kita ketemuan, dia nggak bawa tasnya, terus saya tanya mana (tasnya) kata dia terkendala sama huru-hara di Hongkong. Dia bayar pake dua kartu yang pertama bisa yang kedua mati lampu dan eror," jalasnya.
"Katanya mau balikin uang tapi nunggu dua minggu, saya maunya balikin aja tapi dia mastiin kalo itu dua minggu ‘itu dua minggu loh yakin?’ gitu katanya," katanya lagi.
Vien juga menyampaikan bahwa F berniat kembali lagi ke Hongkong untuk menyelesaikan transaksi.
Tapi F malah melancong ke Makassar dengan alibi Hongkong masih sulit dikunjungi.
Serta F menjanjikan tas idaman Vien akan dibelikan oleh rekannya, seorang dokter yang sedang berada di Hongkong.
"Ternyata dia bohong dia nggak beli di Hongkong, tapi beli di sosialitas yang juga dokter," tegasnya.
"Yang bawain tasnya itu pembantunya dokter ini, saya lihat bukti pembeliannya itu Madrid bulan Maret (2019) lalu."
"Saya pikir dokter itu juga dari Hongkong ternyata itu tas sudah lama dan belinya di Madrid. Saya bilang kalo beli di-reseller saya mah banyak temen yang jual, saya maunya di toko dan asli," paparnya.
Penasaran dengan keaslian kwitansi tersebut, Vien pun datangi toko tas mewah yang berada di Jakarta.
Malahan ia mengetahui harga tas itu jauh berbeda dari angka yang diminta F.
"Di Indonesia aja tuh harganya cuman Rp 130-150 juta aja. Apalagi di Hongkong kan bisa lebih murah, dia minta ke saya Rp 180 juta," katanya.
Keadaan itu membuat ibunda Rachel Vennya merasa tertipu, lantaran tas tersebut dianggap barang bekas.
Sehingga ia pun tidak mau menerima tas yang hendak diserahkan.
Serta uang ratusan juta yang sudah diberikan kepada F tidak dikembalikan.
"Sampai sekarang nggak ada itikad baik (dari F), dia kabur nggak tau kemana," ucapnya.
Kendati demikian, awalnya Vien percaya dengan F karena ia pemimpin sebuah organisasi besar di Indonesia.
"Udah kenal setahunan, dia tuh ketua SANI (Selebriti Anti Narkoba Indonesia), kita emang sering nongkrong sama dia. Gimana nggak percaya dia kan ketua," ujarnya.
Atas perlakuannya F terancam hukuman penjara maksimal 4 tahun penjara.
Tapi tidak ada bentuk kooperatif dari F saat proses hukum berjalan.
"Pasal 378 dan 372 KUHP Ancaman 4 tahun. Sudah buat laporan proses hukum pun terus berjalan," timpal Alvin.
"Sudah mangkir panggilan kedua, dalam proses KUHP wajib dijemput paksa," pungkasnya. (*)