Omnibus Law UU Cipta Kerja
Sebut UU Cipta Kerja Kacau, Fahri Hamzah: Presiden, Menteri dan Pengusaha Seenaknya
Fahri Hamzah terang-terangan menyindir presiden, menteri dan para pengusaha.Menurut Fahri, para penyusun UU Cipta Kerja sendiri tidak paham masalahnya
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Fahri Hamzah terang-terangan menyindir presiden, menteri dan para pengusaha.
Fahri Hamzah menyebut undang-undang Omnibus Law seperti undang-undang sapu jagat dan otoriter.
hal itu diucapkan Fahri Hamzah di akun Youtube Fahri Hamzah Official yang diunggah Minggu (11/10/2020).
Menurut Fahri, para penyusun UU Cipta Kerja sendiri tidak paham masalahnya.
"Termasuk juga akar ini tidak disadari oleh pemerintah. Presiden, wakil presiden, para menko, dan jajaran kabinet enggak paham soal ini," komentarnya.
"Saya sudah lacak ini dari awal, memang orang-orang ini enggak paham," lanjut mantan Wakil Ketua DPR ini.
Bahkan Fahri Hamzah mengatakan mazhab undang-undang Omnibus Law adalah otoriter.
Menurut Fahri sendiri, tidak mungkin menyederhanakan 79 undang-undang menjadi omnibus law.
Maka dari itu, tidak mungkin 79 undang-undang ini disederhanakan begitu saja.
Fahri menilai alasan 'penyederhanaan perizinan' ini justru akan menimbulkan masalah baru.
"Jadi tidak mungkin dia secara serampangan diubah, diganti pasal-pasalnya, dicabut, dicomot, ditambal, padahal di Mahkamah Konstitusi (MK) pasal-pasal itu sudah pernah dicopot, apabila dicantumkan kembali itu bisa menjadi masalah," tandasnya.
Fahri Hamzah menegaskan undang-undang Omnibus Law menimbulkan kerumitan yang baru.
"Saya sudah mengatakan di beberapa postingan, bagaimana bisa sebuah undang-undang yang disebut dengan Cipta Lapangan Kerja tiba-tiba dimusuhi oleh masyarakat, menciptakan demonstrasi besar, dan kekacauan di mana-mana," ujar Fahri Hamzah.
Fahri Hamzah mengatakan sebelum UU Omnibus Law, UU di Indonesia ini sudah demokratis dan sudah melalui proses uji di Mahkamah Konstitusi.
"Undang-undang tidak bisa dijadikan Omnibus, yang bisa adalah PP yakni Peraturan Pemerintah," ujarnya.
Fahri Hamzah menegaskan madzhab demokrasi harus dikembalikan, tidak boleh digantikan dengan madzhab otoriter.
"Itu merombak demokrasi kita, yang sudah berjalan puluhan tahun," ujarnya.
Fahri Hamzah mengatakan ia sangat mengerti maksud baik pemerintah dan Presiden Jokowi untuk mendatangkan investor.
"Tapi yang bermasalah bukan undang-undangnya, tolong jangan bikin Omnibus Law," ujarnya.
Fahri Hamzah menegaskan jika ingin membuat Omnibus Law sebaiknya Peraturan pemerintah bukan undang-undang.
"Berhentilah Pak presiden, karena pak Presiden ini tidak memiliki penasehat hukum yang masuk akal," ujarnya.
Fahri Hamzah mengatakan selama ini yang sering tumpang tindih di pihak eselon satu, bukan di Undang-undangnya.
Fahri Hamzah mengatakan jika Omnibus itu dilakukan di tahap peraturan pemerintah, maka tidak akan rakyat marah karena mengetahui maksud baik pemerintah.
"Jika pemerintah melakukan sinkronisasi, maka buruh tidak akan marah, rakyat akan senang karena undang-undangnya gak diubahm investor senang, hak buruh nggak dirampas, hak asasi manusia tidak rampas, keharusan menjaga lingkungan tidak dirampas, kampus nggak marah, karena yang diubah hanya PP, itu sinkronisasi, tugasnya pemerintah sendiri, diteken oleh presiden, nggak perlu ajak DPR" ujar Fahri Hamzah.
Fahri Hamzah mengaku heran dengan ide pemerintah mengubah 79 undang-undang.
"Saya bingung dengan pemerintah, mengapa tidak ambil jalan yang konstitusional dan bikin tenang, darimana ide mengubah 79 undang-undang yang sudah bergumul dengan kehidupan kita selama 20 tahun,
mengapa tidak ambil jalan yang tenang, apalagi ngubahnya diem-deim tengah malem, tanpa sosialisasi, memang bagus namanya UU Cipta Kerja, siapa sih yang nggak ingin kerja, cari uang buat anak-anaknya, tapi kok orang-orang marah, ya intropeksi dong, karena dalam maksud baik itu, tersusup maksud-maksud yang jahat, merampas hak orang, merusak lingkungan," ujarnya.
Fahri Hamzah meminta agar Omnibus Law ini tidak perlu diteruskan, karena ini bukan madzhab Indonesia.
"Kita nggak bisa bikin undang-undnag sapu jagat dalam waktu sesingkat ini," ujarnya.
Fahri Hamzah geram lantaran tiba-tiba undang-undang kita diubah isi dan pasalnya.
"Tiba-tiba pengusaha kumpul main belakang, bikin pasal sendiri, tidak mengetahui tentang pasal, seenaknya aja," ujar Fahri Hamzah.
Fahri Hamzah mengatakan Undang-undang yang sudah berjalan 20 tahun tidak bisa diringkas, PP-nya yang harus ditertibkan.
"Menteri-menteri itu enak saja bikin PP sesuai dengan kemauan mereka, semua ingin dihargai, ego sektoral, semua ingin ikut campur di birokrasi pemerintah," ujar Fahri Hamzah kesal.
Fahri Hamzah berharap ada jalan terang dan pemerintah terbuka kepada masyarakat.
"Saya berharap masalah inin segera menemukan titik terang, pemerintah terbuka kepada rakyat, jangan ada agenda yang tidak baik," ujarnya.
Fahri Hamzah meminta pemerintah berkomunikasi kepada rakyat dan menjelaskan maksud baik pemerintah untuk membuka lapangan kerja.
Fahri Hamzah berharap pemerintah menghentikan penangkapan krpada rakyat yang meopsting penolakan tentang Omnibus Law.
"Menangkap orang karena berpendapat di sosial media adalah kekeruhan, pejabat itu dibayar untuk mengatakan yang baik, bicara yang benar dan jujur, rakyat ingin mendengar apa maksud baik saudara di belakang maksud yang baik," ujarnya.
Apa itu Omnibus Law?
Istilah omnibus law pertama kali muncul dalam pidato pertama Joko Widodo setelah dilantik sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya, Minggu (20/10/2019).
Dalam pidatonya, Jokowi menyinggung sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut omnibus law.
Saat itu, Jokowi mengungkapkan rencananya mengajak DPR untuk membahas dua undang-undang yang akan menjadi omnibus law.
Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja, dan UU Pemberdayaan UMKM.
Jokowi menyebutkan, masing-masing UU tersebut akan menjadi omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa, atau bahkan puluhan UU.
Diberitakan Kompas.com, Selasa (22/10/2019), Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri menjelaskan, omnibus law merupakan sebuah UU yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara.
Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah, dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran.
Isi Omnibus Law Cipta Kerja
Konsep omnibus law yang dikemukakan oleh Presiden Jokowi banyak berkaitan dengan bidang kerja pemerintah di sektor ekonomi.
Diberitakan Kompas.com, 21 Januari 2020, pada Januari 2020, ada dua omnibus law yang diajukan pemerintah, yaitu Cipta Kerja dan Perpajakan.
Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu:
Penyederhanaan perizinan tanah
Persyaratan investasi
Ketenagakerjaan
Kemudahan dan perlindungan UMKM
Kemudahan berusaha
Dukungan riset dan inovasi
Administrasi pemerintahan
Pengenaan sanksi
Pengendalian lahan
Kemudahan proyek pemerintah
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Sementara itu, seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (6/10/2020) UU Cipta Kerja, yang baru saja disahkan, terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
Di dalamnya mengatur berbagai hal, mulai dari ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.