SMART WOMEN

Datangkan Manfaat dari Limbah, Nurlaelatul Aqifah Daur Ulang Sampah Plastik Berdaya Ekonomi Tinggi

BERBEKAL pengalaman sebagai penjahit, sejumlah sampah yang tak laku disulap sedemikian rupa menjadi barang bernilai oleh Nurlaelatul Aqifah.

Penulis: Akhtur Gumilang | Editor: moh anhar
TRIBUN JATENG
Nurlaelatul Aqifah, pemilik Nur Fashion & Art 

 BERBEKAL pengalaman sebagai penjahit, sejumlah sampah yang tak laku bagi para tukang rongsok disulap sedemikian rupa menjadi barang bernilai oleh sosok ini. Ia adalah Nurlaelatul Aqifah.

Nur, sapaannya, memang dikenal masyarakat sekitar sebagai perajin daur ulang sampah. Hal itu terbukti dengan sejumlah barang ciamik nan cantik hasil daur ulang sampah yang menghiasi sekeliling rumah Nur di Jalan Nanas Gg 23 no 12, Kelurahan Kraton, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal ini. Jika dilihat, barang-barang kreasinya tak kalah keren dengan produk yang terjual luas di pasaran.

Barang bernilai hasil kerajinan ibu berusia 45 tahun ini antara lain seperti sepatu, tas selempang, ransel, goodie bag, dompet, tempat minum, tempat tisu, pot, dan masih banyak yang lainnya. Semua kreasinya itu, kata Nur, dibuat dari sampah-sampah plastik yang ada di sekitarnya.

Banyak orang yang tak menyangka jika hasil kreasinya berbahan dasar sampah. Maka tak pelak, orang-orang tertarik untuk membeli sejumlah barang daur ulang sampah karya Nur. Bahkan, tak sedikit orang dari berbagai daerah seperti NTB, Sulawesi Selatan, Hingga Kepulauan Riau kepincut barang-barang buatan Nur.

Baca juga: Ivan Gunawan Sebut Ada Klien Masih Utang Gaun, Calon Pengantin Sempat Akan Menikah

Baca juga: Sinopsis Drakor Pinocchio Episode 14 NET TV, Cha Ok Berusaha Ubah Alur Cerita Kasus 13 Tahun Lalu

Dia membanderol, barang karya daur ulangnya dari harga Rp 10 ribu hingga Rp 250 ribu. Selain itu, Nur juga sering menerima pesanan konstum karnaval apabila ada hajatan besar. Dari kegiatannya ini, Nur bahkan sempat viral diperbincangkan di jagad media sosial karena mengonsep hajatan nikah anaknya dengan pernak-pernik serba daur ulang sampah. Pakaian pengantin yang dikenakan anak dan menantunya pun berbahan dasar sampah.

"Pokoknya zero waste. Banyak yang pesan karya-karya saya biasanya konsumen dari luar Tegal. Alhamdullilah, apa yang saya lakukan ini bisa jadi sumber penghasilan utama. Selain bisa menafkahi keluarga, saya juga sekaligus dapat membawa isu lingkungan ke arah yang lebih nyata. Saya sudah tujuh tahun fokus di daur ulang sampah ini," ungkap Ibu dari 4 anak ini.

Ia melabeli karya-karya daur ulangnya ini dengan nama Nur Fashion & Art. Dengan jam terbang yang meyakinkan, Nur akhirnya dipercaya juga sebagai Direktur Bank Sampah Mawar Biru yang ada di kelurahannya. Kemudian tak sampai di situ, Nur juga menggagas Komunitas Rutela. Rutela sendiri merupakan singkatan dari Komunitas Runtah Tegal laka- laka (Bahasa Tegalan yang artinya sampah di Tegal tidak ada).

Rutela ini berangkat dari seiring perjalanan Nur bertemu banyak orang dalam kegiatan daur ulang. Nur baru sadar, ternyata bukan hanya ia seorang yang punya profesi sebagai pendaur daur ulang di Kota Bahari itu. Masing-masing pengrajin daur ulang yang ditemui Nur memiliki keahlian khusus. Berawal dari situ, Nur berinisiatif membuat gerakan bersama karena ia paham bahwa menangani sampah tak bisa dilakukan sendiri-sendiri.

Akhirnya, kata Nur, terbentuklah komunitas Rutela pada tahun 2017. Dengan merangkul pengrajin daur ulang dari berbagai media seperti koran, kaca, dan sampah lainnya, nama Rutela kian dikenal masyarakat Tegal. Kata Nur, usaha ekonomi kolektif yang bersumber dari sampah-sampah pun terbangun dari Rutela. Setidaknya, Rutela memiliki 15 anggota, termasuk Nur. Hingga baru-baru ini, Rutela kian menegaskan statusnya sebagai lembaga resmi berbadan hukum per Juli 2020 lalu.

"Di Rutela ini kita kerja kolektif. Misal, ada pesanan barang dengan bahan koran, kita akan serahkan ke perajin ahlinya. Begitu juga dengan yang lainnya. Jadi, semua kerjaan atau pesanan tidak akan dihandle oleh satu orang saja. Intinya, kita kerja kolaboratif. Saya pribadi memulai kegiatan daur ulang ini sejak 2013, jauh sebelum menggagas Rutela. Semua ini berangkat dari Nur Fashion & Art tujuh tahun lalu," cerita perempuan yang juga sempat dipercayai sebagai Ketua Rumah Kreatif BUMN (RKB) BNI Tegal ini.

Baca juga: Kini Anak-anak Kalinusu Brebes Banyak yang Bercita-Cita Menjadi TNI

Baca juga: Pollycarpus, Eks Terpidana Kasus Munir, Meninggal Dunia karena Covid-19

Semua ini diawali Nur dengan tidak mudah. Ia awalnya memulai gerakan daur ulang sampah ini karena tak tahan melihat banyak sampah berserakan di sekitar kediamannya. Apalagi, ia suka "gatel" dan kesal sendiri melihat banyaknya tumpukan sampah plastik, baik kresek maupun bekas kemasan suatu produk.

Dengan pengalamannya sebagai penjahit, ia iseng mencoba-coba memungut sampah yang berserakan. Kemudian ia ubah sampah-sampah yang dipungutnya menjadi sebuah barang bermanfaat. Nur ingat, kali itu ia pertama kalinya membuat tas berbahan sampah plastik.

Ia lakukan semuanya sendiri demi lingkungan sekitar. Awalnya, Nur sempat juga mengajak warga sekitar untuk memungut dan membuat kerajinan dari sampah. Namun, ia arahkan agar sampah yang dipungut itu jangan sampai menyerobot ladang kerja tukang rongsok. Akhirnya, sampah-sampah plastik dan bekas kemasan lah yang dipilih karena tak laku bagi para tukang rungsok. Sayang, saat itu gerakan yang diinisiasi Nur tak banyak diminati.

Nur putuskan gerakan daur ulang sampah ini sendiri. Sampai-sampai, ia banting stir tak lagi berprofesi sebagai penjahit. Ia keruk dan pungut sampah-sampah di sekitarnya bak pemulung dan tukang rongsok. Bahkan, Nur sempat dibilang orang gila karena tiap hari pekerjaannya mencari sampah.

"Sampai oleh suami pun dikasih tahu. Suami juga sempat bilang, saya aneh karena bisa-bisanya berhenti ngejahit, lalu beralih cari-cari sampah. Sekarang, malah suami ikut-ikutan berhenti kerja juga dan bantu saya sepenuhnya di kerajinan daur ulang sampah ini. Oh iya, suami juga penjahit, sama seperti saya. Saya bersama suami bareng-bareng ngebangun Nur Fashion & Art ini," candanya.

Keheranan warga setempat melihat keseharian Nur kala itu pun akhirnya terjawab. Sampah-sampah yang dipungut Nur ternyata membuahkan pundi-pundi rupiah. Warga yang tahu akan hal itu mulai tertarik ikut terlibat gerakan Nur membuat kerajinan daur ulang sampah.

Nur tentu dengan tangan terbuka menerima mereka. Akhirnya, Nur kembali mengadakan pelatihan dan membuat kerajinan daur ulang bersama dengan tujuan agar kelurahan tempat tinggalnya bersih dari sampah, sekaligus ekonomi warga sekitarnya pun tumbuh. Sejak itu, warga yang minat pada gerakan daur ulang tentu tak sedikit lagi seperti awal-awal Nur memulai. (akhtur gumilang)

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved