Insiden Pemenggalan Guru di Paris Berbuntut Isu Rasial di Prancis
Kejadian penikaman 2 perempuan di Menara Eiffel diduga terjadi sebagai buntut pemenggalan kepala seorang guru pada pekan lalu.
TRIBUNJATENG.COM, PARIS - Dua perempuan dilaporkan ditikam berulang kali di bawah Menara Eiffel, Paris, Prancis, sambil diteriaki kata-kata tak pantas bernada rasial oleh pelaku yang juga dua orang wanita. Satu korban disebut ditikam hingga enam kali dan menderita luka di paru-paru, dengan yang lainnya butuh operasi di tangannya.
Polisi merespons dengan menangkap tersangka, dalam kejadian yang diduga terjadi sebagai buntut pemenggalan kepala seorang guru, Samuel Paty, pada Jumat (16/10), pekan lalu. Dua pelaku diidentifikasi berkulit putih dengan perawakan Eropa, dalam insiden yang terjadi pada Minggu (18/10) malam.
Saksi mata mengungkapkan, mereka mendengar pelaku berteriak tak pantas bernada rasial sambil meneriakkan "pulanglah ke negaramu", seperti dilaporkan The Sun Rabu (21/10).
Dua pekerja toko yang berada dekat lokasi kejadian langsung mengintervensi serangan dan menahan satu pelaku hingga polisi datang, dengan tersangka kedua langsung ditahan.
Satu dari perempuan yang menjadi korban mengisahkan, semua berawal ketika dia meminta satu pelaku meminggirkan anjingnya. Korban yang disebut bernama Kenza itu kepada harian Perancis Liberation mengatakan, mereka tengah berwisata sekeluarga ke Menara Eiffel.
Saat itu, total mereka adalah lima orang dewasa dan empat anak-anak, dan bermaksud melakukan tur singkat ke bagian taman di bawah menara. "Saat kami berjalan, ada dua ekor anjing yang mengikuti kami. Anak-anak pun ketakutan," ujar Kenza.
Sepupunya kemudian mencoba meminta si pemilik meminggirkan anjingnya. Namun, dua perempuan yang menjadi pelaku menolak, sehingga terjadilah pertengkaran. Dua pelaku dilaporkan menggunakan kalimat kotor.
Kemudian pada pukul 20.00 waktu setempat, dua wanita itu ditengarai mengeluarkan pisaunya, dan mulai menyerang Kenza dan sepupunya. "Satu dari mereka menyerang saya di bagian kepala, di bagian rusuk, di punggung, dan lengan sebelum mereka menikam sepupu saya," ungkapnya.
Diskursus
Adapun, aksi pemenggalan kepala seorang guru di Paris menghidupkan kembali diskursus tentang Islam yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Prancis, setelah ramai dikecam komunitas muslim, termasuk oleh al-Azhar.
“Sebagai seorang muslim dan Syeikh al-Azhar, saya mendeklarasikan bahwa Islam, ajaran dan Rosulnya tidak bersalah atas kejahatan keji teroris,” kata Syeikh al-Tayeb, merujuk pada peristiwa pemenggalan Samuel Paty.
Pernyataan kecaman itu dibacakan Syeikh al-Tayeb saat berpidato di hadapan pemuka agama Kristen, Yahudi, dan Buddha, termasuk Paus Fransiskus dan Rabi Agung Perancis, Haim Korsia.
Melansir Deutsche Welle pada Rabu (21/10) mereka bertatap muka secara virtual di Bukit Capitolino, Roma, Italia, untuk sebuah deklarasi damai. Syeikh al-Tayeb juga mewanti-wanti terhadap ujaran yang merendahkan keyakinan orang lain.
“Pada saat yang sama saya menekankan bahwa penghinaan agama dan serangan terhadap simbol-simbol sucinya di bawah bendera kebebasan berekspresi adalah standar ganda intelektual, dan sebuah undangan terbuka terhadap kebencian,” tegas Syeikh al-Azhar itu.
Adapun, Prancis akan menuntut tujuh orang atas kasus pemenggalan guru itu, termasuk dua remaja yang dituduh menunjukkan dia kepada pembunuhnya. Keterangan itu disampaikan otoritas anti-teror pada Rabu (21/10) sebagaimana diwartakan AFP.
Jaksa anti-teror, Jean Francois Ricard mengatakan, anak-anak berusia 14 dan 15 tahun termasuk dalam kelompok yang diberi uang 300-350 euro (Rp 5,2 juta hingga Rp 6 juta), yang ditawarkan oleh pembunuh untuk membantu menemukan guru Samuel Paty.
Korban menjadi target pembunuhan karena memperlihatkan kartun Nabi Muhammad dalam diskusi kelas kewarganegaraan, tentang kebebasan berbicara awal bulan ini. Paty menjadi subyek kampanye ujaran kebencian online akibat materi pelajarannya.
Kartun yang sama juga memicu serangan berdarah oleh pria bersenjata di kantor majalah satir Charlie Hebdo pada 5 tahun lalu. Sebanyak 12 orang tewas dalam serangan itu, termasuk para kartunis, dan menjadi awal dari serangkaian teror yang menewaskan puluhan orang di Prancis. (Kompas.com)