FORUM MAHASISWA
Ketika Merdeka Berpikir Dijegal
Adanya demonstrasi di berbagai daerah ini menjadi bagian dari bentuk kesadaran politik dan juga sebagai pengontrol atas kebijakan pemerintah.
Penulis: - | Editor: moh anhar
Penulis: Ira Khoirun Nisa, Mahasiswi STAINU Temanggung
PEKAN ini, aksi unjuk rasa yang dilakukan diberbagai daerah di Indonesia terjadi setelah pengesahan UU Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR pada tanggal 5 Oktober 2020. Aksi demonstrasi ini terjari pada puncaknya pada tanggal 8 Oktober dan bergelombang hingga saat ini di berbagai daerah juga masih melakukan demonstrasi.
Gerakan masa ini dipadati oleh buruh, masyarakat, dan mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia. Mereka melakukan aksi penolakan omnibus law UU Cipta Kerja sebagai bentuk menyuarakan aspirasi rakyat dan menyuarakan bentuk kekecewaan mereka terhadap pemerintah yang telah menerbitkan omnibus law tersebut. Namun, selang beberapa hari setelah adanya aksi unjuk rasa tersebut kemudian diterbitkannya surat edaran dari Kemendikbud yang mengimbau kepada mahasiswa agar tidak melakukan aksi demonstrasi.
Imbauan tersebut menjadi suatu polemik bagi masyarakat maupun kaum akademisi karena menentang dan membatasi kebebasan berpendapat bagi warga negara yang sudah dijamin secara konstitusi. Upaya ini dilakukan para pengunjuk rasa untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan yang ada karena dengan mengkritik di media massa maupun cetak tidak digubris. Selain itu, imbauan ini juga membatasi kebebasan berpikir untuk mahasiswa yang dimana dituntut merdeka belajar.
Merdeka Belajar
Menurut Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, merdeka belajar adalah memberi kebebasan dan otonomi kepada lembaga pendidikan, dan merdeka dari birokratisasi, dosen dibebaskan dari birokrasi yang berbelit serta mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih bidang yang mereka sukai.
Konsep merdeka belajar ini menekankan kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan dan bakat yang dimilikinya tanpa tertekan oleh aturan-aturan formal yang terkadang justru malah memasung kebebasan berpikir dan kreativitas. Dengan adanya konsep merdeka belajar ini memiliki harapan dan tujuan yang besar yaitu agar terciptanya pendidikan di Indonesia yang semakin maju dan lebih baik lagi. Selain itu tujuannya juga agar para peserta didik, pendidik, dan orang tua merasakan bahagia saat belajar. Banyak problem memang di dunia pendidikan, seperti kualitas output juga menjadi permasalahan. Kebijakan sang Menteri ini yang mencetuskan konsep merdeka belajar tentu juga untuk memperbaiki kualitas output.
Merdeka berpikir merupakan suatu kebebasan berpikir yang kritis dan logis. Konsep merdeka belajar adalah merdeka berpikir. Setelah dari uraian pengertian merdeka belajar tersebut dapat kita ketahui bahwasanya pada konsep ini harus menselaraskan keduanya karena konsep ini sama.
Dengan mencetuskan program konsep merdeka berpikir dan jika dikaitkan dengan penerbitan surat imbauan agar mahasiswa untuk tidak mengikuti aksi unjuk rasa yang telah dilakukan secara besar-besaran pekan kemarin tentu, imbauan tersebut sudah melanggar konsep merdeka belajar.
Pada hakikatnya kemerdekaan berpikir yang notabene sama halnya dengan konsep merdeka belajar yang mana para peserta didik dituntut untuk belajar bukan hanya di sekolah dan dibelenggu oleh aturan-aturan formal. Aksi demonstrasi ini sama halnya peserta didik belajar berpikir merdeka yang realistis tentunya.
Belajar itu bukan semata-mata hanya menghafal maupun sebatas transfer ilmu pengetahuan saja, melainkan proses pengolahan intelektualitas, emosionalitas, spiritualitas, dan sosialitas. Sehingga para siswa atau mahasiswa dapat mengkespresikan diri, mencari segala potensi yang ada di dalam dirinya untuk dikembangkan secara mandiri, kreatif, serta bertanggung jawab.
Merdeka belajar dan guru penggerak bukanlah sesuatu yang baru dalam dunia pembelajaran. Penganut ideologi humanistik dalam pembelajaran telah mendikusikan secara mendalam dua tema tersebut lebih dari setengah abad yang lalu. Pada tahun 1969, Carl Rogers mempublikasikan sebuah buku berjudul “Freedom to Learn”. Pada pengantar buku tersebut, ia mengatakan, “Sekolah kita umumnya sangat tradisional, konservatif, birokratis dan resisten terhadap perubahan. Satu cara yang harus dilakukan untuk menyelamatkan generasi muda ini adalah melalui kemerdekaan belajar”. Pada tahun 1962 Everett M. Rogers menulis buku berjudul “Diffusion of Innovation” dimana pada buku tersebut memuat satu bab tersendiri tentang penggerak atau agen perubahan (intens news, 13/1/2020).
Tidak Harus di Sekolah
Pada dasarnya kegiatan belajar itu bukan hanya di sekolah yang tertutup gedung-gedung nan megah. Namun, kegiatan belajar ini bisa dilakukan di manapun, kapanpun, dan dengan siapa pun. Belajar bukan hanya terpatok pada persoalan mata pelajaran yang telah ditentukan dalam kurikulum saja, melainkan dapat belajar tentang realitas sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Aksi nasional yang telah berjalan dan dilaksanakan pekan-pekan kemarin hingga saat ini pun masih ada yang melaksanakan aksi unjuk rasa terkait penolakan omnibus law ini juga merupakan suatu bentuk pembelajaran agar terlatih idealis dan kritis serta tidak apatis dalam menyikapi politik yang telah di kuasai oleh kaum elit politik. Dengan adanya aksi unjuk rasa ini juga menjadi ruang yang aktual untuk belajar realitas politik.
Kesadaran Politik dan Kemerdekaan Berpikir
Jika menyelamatkan generasi muda dengan melalui kemerdekaan belajar. Maka salah satu bentuk merdeka berpikir yaitu dengan kesadaran berpolitik. Karena dengan kesadaran politik bisa mengetahui kekuasaan yang baik dan yang buruk. Dengan adanya demonstrasi di berbagai daerah ini menjadi bagian dari bentuk kesadaran politik dan juga sebagai pengontrol dan pengoreksi atas kebijakan pemerintah.
Banyaknya para demonstran yang menggeruduk gedung-gedung pemerintah dengan menggunakan tulisan-tulisan humor politik ini juga menjadi suatu bentuk kemerdekaan berpikir sebagai wujud protes terhadap pemerintah. Menggunakan kata-kata humor dalam melakukan aksi dapat memperluas jaringan dan meningkatkan keterlibatan kaum intelektual muda dalam aksi gerakan protes ini. Namun, kebebasan berpikir ini telah di bungkam dengan adanya surat himbauan yang menghimbau agar tidak mengikuti aksi demonstrasi. Padahal sudah kita ketahui bahwa adanya program merdeka belajar. Bagaimana bisa terwujud kemerdekaan berlajar jika kebebasan berpikir dijegal? (*)