Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Penanganan Corona

Elan Santri Melawan Kelembaman Pandemi

Tidak cukup sampai di situ, di posko santri akan menjalani pengecekan suhu ulang untuk kepentingan pendataan

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: muslimah
TribunJateng.com/Mamdukh Adi Priyanto
Petugas menyemprot desinfektan barang bawaan santri yang baru tiba di pesantren. 

Melihat Pelaksanaan Jogo Santri dan Kiai di Pondok Pesantren Milik Ketua PP RMI NU

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Desir gesekan daun terdengar berisik saat angin menyentuh pohon rindang yang ditanam di sekitar kompleks bangunan pondok pesantren. Matahari belum menampakan diri secara utuh dari peraduannya, namun para santri sudah mulai beraktifitas, Jumat (6/11/2020).

Kadafia Fauzi (19), seorang santri, siap dengan membawa wadah kecil terbuat dari anyaman bambu. Dengan memakai masker serta masih mengenakan sarung dan peci, tangannya sibuk memetik satu persatu cabai yang sudah massanya untuk dipanen.

Berbagai tanaman sayur mayur ditanam di lokasi pondok pesantren. Dengan pelan dan cukup lama ia memetik cabai dari tangkai pohon dan dimasukan ke wadah. Kegiatan ini bukan lah aktivitas rutin dan biasa yang dilakukannya selama nyantri kurang lebih enam tahun.

Berkebun merupakan kegiatan tambahan para santri Pondok Pesantren Maslakul Huda Kajen Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati di masa pandemi ini.

Tidak hanya cabai, tanaman sayuran lain semisal terong, timun, jagung, sawi, dan jenis lain. Sayuran ini yang nantinya jadi bahan pangan para santri di pondok pesantren.

"Senang ada seperti ini (kegiatan berkebun). Santri suka. Berkebun sekaligus berjemur di matahari pagi. Biar imunnya kuat," kata Kadafia yang merupakan santri kelas XII Madrasah Aliyah (MA).

Beberapa teman santrinya juga sibuk merapikan bedengan atau gundukan tanah untuk media tanam dan menyiram tanaman. Mereka melakukan itu usai bersenam pagi bersama.

Remaja asli Sragen ini merasa beruntung bisa kembali ke pondok pesantren setelah beberapa bulan dipulangkan untuk mengantisipasi penyebaran virus corona di pondok. Bisa ngaji bareng kiai lagi, bisa fokus beribadah, dan yang paling mengasyikan bertemu kawan santri.

Pastinya ia terkejut ketika pengasuh pondok pesantren memutuskan agar para santrinya pulang ke rumah masing-masing pada Maret 2020. Padahal, saat itu kasus corona di Jawa Tengah bahkan di Indonesia belum begitu signifikan.

Baginya terasa berat karena ilmu yang ditimba dari para kiai dan pengasuh pondok belum tuntas, harus tertunda sementara.

Benar saja, rasa masygul melandanya selama di rumah. Aktivitas rutin yang biasa dilakukan di pondok tidak ada lagi.

Sekitar empat bulan di rumah dia merasa bosan dan gundah. Rindunya seteguh besi. Hari demi hari ia menanti kapan waktunya mengaji kitab suci dan menimba ilmu agama lagi.

"Di rumah ngaji sendiri. Cuma bantuin orangtua. Mau gimana lagi. Mau tidak mau harus di rumah. Tapi jadi antara rindu dan takut. Rindu ngaji tapi takut virus covid," ujarnya.

Beruntung pengasuh pondok pesantren beberapa kali mengadakan pengajian virtual sehingga sewaktu di rumah, santri masih bisa belajar dengan para kiai pondok.

Namun menurutnya, ada sejumlah kendala yang dihadapinya dan beberapa santri sewaktu ngaji online tersebut. Karena menggunakan teknologi, hambatan yang ditemukan sama dengan pembelajaran jarak jauh siswa- siswi yang belajar di lembaga pendidikan formal umum. Antara lain susah sinyal, kuota, dan tidak memiliki perangkat seperti ponsel pintar.

Pengakuannya lebih asyik ngaji secara langsung ketimbang melalui tatap maya. Kala itu, dia tidak tahu sampai kapan akan berakhir. Ia tak mau masa depannya temaram karena hanya covid. Rasa- rasanya doanya didengar Yang Maha Esa.

Pengasuh memutuskan untuk memberangkatkan santri ke pondok pesantren pada Juli setelah mendapatkan restu dari Pemerintah Kabupaten Pati. Segala hal terkait sarana dan prasarana serta aturan protokol kesehatan dibikin.

"Rasanya senang dikabari untuk pulang ke pondok kembali. Semangat," katanya.

Ia mendapatkan giliran untuk balik lagi ke pondok karena rumah tempat tinggalnya zona hijau. Pemulangan santri ke pondok dilakukan secara bertahap, santri yang mendapatkan giliran awal bertempat tinggal di zona yang bukan merah penularan kasus corona.

Selain itu, para santri yang hendak kembali ke pondok harus mengecek kesehatan terlebih dahulu di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) daerahnya masing- masing.

Dengan semangat senyala api Kadafia diantar sang kakak dari rumah menggunakan kendaraan pribadi, dia pun kaget sesampai di titik kedatangan santri yang dijadikan satu di kompleks pondok pesantren.

"Kendaraan pengantar atau wali santri semuanya masuk di gerbang barat. Kemudian petugas menanyakan surat kesehatan," ucapnya.

Selain menunjukan surat kesehatan, suhu tubuh santri akan diukur petugas yang sudah memakai alat pelindung diri semisal baju coverall atau hazmat, masker, face shield, sarung tangan dan sebagainya.

Suhu santri tidak boleh lebih tinggi dari 37,5 derajat celcius. Jika lebih dari itu, santri diminta menunggu sementara waktu untuk memastikan apakah suhu tubuh santri turun atau tidak.

Pasalnya, suhu tinggi tubuh santri bisa diakibatkan dari panas sinar matahari saat santri melakukan perjalanan dari rumah ke pondok pesantren.

Kemudian, para santri akan menurunkan atau mengeluarkan barang- barang yang dibawa. Barang bawaan akan disemprot petugas menggunakan cairan disinfektan.

Petugas menyemprot desinfektan barang bawaan santri yang baru tiba di pesantren.
Petugas menyemprot desinfektan barang bawaan santri yang baru tiba di pesantren. (TribunJateng.com/Mamdukh Adi Priyanto)

Selain barang bawaan, santri juga diwajibkan masuk ke bilik disinfektan. Petugas akan mengawasi saat santri 'mandi' cairan desinfektan di bilik untuk memastikan seluruh tubuh santri tersemprot cairan antivirus ini.

Setelah itu, baru santri menuju ke posko santri masing- masing yang letaknya terpisah antara santri putra dan santri putri. Sebelum masuk posko, santri juga diwajibkan mencuci tangan terlebih dahulu di tempat cuci tangan yang sudah disediakan.

Tidak cukup sampai di situ, di posko santri akan menjalani pengecekan suhu ulang untuk kepentingan pendataan. Petugas juga akan melengkapi barang bawaan atau perlengkapan santri.

"Di posko itu juga kami menandatangani surat pernyataan sehat dan akan patuh terhadap protokol kesehatan yang diterapkan di dalam pondok pesantren," ucap Kadafia.

Lalu petugas akan mengarahkan santri ke ruang karantina masing- masing. Santri diwajibkan mandi dan mengganti pakaian yang digunakan di perjalanan sebelum masuk ruang karantina. Sesampai di pondok, santri akan menjalani masa karantina selama 14 hari atau dua pekan.

Ruang karantina untuk santri putri menggunakan bangunan Ma'had Aly Ponpes Maslakul Huda atau perguruan tinggi keagaman Islam yang ada di kompleks pondok. Sedangkan untuk santri putra menggunakan bangunan asrama santri putri Ma'had Aly.

Selama karantina, ia kembali merasa kebosanan melanda. Menurutnya, ada tekanan atau stres karena dia tidak bisa berbuat apa- apa selama karantina.

Meskipun demikian, pada proses karantina pengasuh tetap memberlakukan ngaji online yang bisa diikuti santri yang tengah menjalani karantina dan santri yang masih di rumah.

Selain alasan status zona tempat tinggal santri, pemberangkatan santri secara bertahap juga lantaran kapasitas ruang karantina yang hanya cukup maksimal sekitar 50 orang.

"Karena kedatangan santri bertahap jadi saat itu santri masih sedikit. Masih online ngajinya. Biar nggak bosan santri, kami santri yang tengah karantina bisa bermain sepak bola yang masih satu kompleks dengan gedung karantina," jelasnya.

Setelah dua pekan lamanya dikarantina, santri akan kembali dicek kesehatannya. Jika baik- baik saja, akan kembali ke lingkungan ponpes untuk menjalani sejumlah kegiatan.

Ia harus diwajibkan memakai masker, menjaga jarak, dan menaati protokol kesehatan yang ada. Memang sulit menerapkan kebiasaan tersebut, namun ia sudah bertekad harus bisa.

Bentuk Satgas dan Terima Jastip

Sebagai informasi, Ponpes Maslakul Huda didirikan Kiai Mahfudh Salam yang merupakan putra dari Kiai Abdus Salam yang masih merupakan keturunan dari Syekh Ahmad Mutamakkin.

Setelah Kiai Mahfudh wafat, kepengurusan pondok diserahkan kepada anaknya Mohammad Sahal Mahfudh yang merupakan ulama besar dan pernah duduk di jabatan tinggi beberapa organisasi keagamaan.

Mbah Sahal pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Beliau juga sempat menjadi Rais A'am Syuriah Nadhlatul Ulama. Setelah wafat sekitar 2014, kepemimpinan pondok diserahkan kepada putranya, Abdul Ghofar Rozin atau Gus Rozin yang juga Ketua Pengurus Pusat Rabhithah Ma'hid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) atau asosiasi pesantren seluruh Indonesia.

Pondok pesantren ini meraih nilai tertinggi dalam pemilihan Duta Santri yang diadakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Hadiah diberikan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan Wakil Gubernur, Taj Yasin Maimoen baru- baru ini.

Seorang pengurus pondok pesantren yang juga Ketua Tim Media Ponpes Maslakul Huda, Muhammad Iqbal Arrosyid, menuturkan penerapan protokol kesehatan ketat diperlukan di pondok pesantren agar santri tetap belajar dengan aman dan nyaman.

Pasalnya, tidak ada yang tahu sampai kapan pandemi ini berakhir. Mau tidak mau, proses pembelajaran dan pengajaran di ponpes harus berjalan dengan mengikuti protokol pencegahan penularan virus corona.

"Saat itu, pengasuh pondok, Gus Rhozin bertemu dengan pengasuh pondok pesantren lain yang ada di Kajen, karena di sini tidak hanya pondok Maslakul Huda. Dari pertemuan itu, semuanya sepakat pondok harus menjadi tempat yang aman bagi santri, caranya dengan menerapkan protokol kesehatan ketat," kata Iqbal.

Namun, untuk aturan teknis setiap pondok memiliki standar sendiri- sendiri dalam pelaksanaannya. Persamaan persepsi antar-pengurus pondok penting dilakukan supaya bersama- sama saling menjaga wilayah pondok pesantren terbebas dari covid.

Sebagai pondok pesantren yang diasuh Ketua PP RMI NU tersebut, Maslakul Huda memberlakukan protokol kesehatan ketat yang nantinya ingin dijadikan role model atau percontohan bagi pesantren lain.

Santri menyiapkan makanan dengan tetap memakai masker dan kaus tangan.
Santri menyiapkan makanan dengan tetap memakai masker dan kaus tangan. (TribunJateng.com/Mamdukh Adi Priyanto)

Sejak virus corona pertama kali masuk ke Indonesia, Gus Rhozin, kata dia, mulai menyamakan persepsi atau menyatukan pandangan serta mensosialisasikan bagaimana bersikap terhadap penanganan virus tersebut.

Ketika kondisi pandemi memburuk, pengurus dengan sigap memulangkan para santri menggunakan angkutan transportasi bus pada Maret 2020. Santri tidak diperkenankan pulang sendiri karena dikhawatirkan terjadi penularan ketika di perjalanan.

Saat berangkat ke pesantren kembali pun wali santri atau orangtua atau keluarga pun wajib mengantarkan para santri, tidak diperbolehkan menggunakan angkutan umum. Untuk santri yang berasal dari luar Pulau Jawa yang tidak diantar orangtua, pihak pondok akan menjemputnya di bandara.

Santri berangkat ke pesantren secara bertahap dipilih berdasarkan zonasi tempat tinggal. Jika daerah santri terdeteksi berada di zona merah, tidak diperkenankan kembali dulu ke pesantren.

Pemilihan zonasi awalnya dipilih berdasarkan kecamatan. Namun, saat itu karena penyebaran virus yang sangat masif, pemilihan zonasi diperkecil atau lebih spesifik berdasarkan desa.

"Ada santri yang awalnya berada di zona hijau. Namun saat H-1 tiba- tiba merah, kami minta untuk di-cancel dulu, tidak berangkat dulu. Jika menggunakan patokan kecamatan, hampir semuanya merah saat itu. Karena itu kami menggunakan patokan wilayah desa," ucapnya.

Ketika kembali para santri juga harus menjalani sejumlah prosedur dari saat berangkat, melakukan kegiatan di pondok dan sejumlah aturan dan ketentuan lain sebagai upaya pencegahan virus.

Awalnya, kata dia, santri sulit untuk menerapkan pola hidup baru tersebut. Misalnya saat mengaji Alquran, merasa sulit mengatur napas ketika memakai masker.

Terkadang juga ingin melepaskannya. Begitu juga saat menerapkan 3M (menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan) dalam setiap kegiatan di ponpes.

Semulanya risih dan kurang nyaman. Pada awal masuk santri juga banyak yang lupa tidak mengenakan masker. Mau tidak mau pola hidup baru di masa pandemi itu harus diterapkan.

Santri harus meraih elan untuk mendobrak kelembaman di masa pandemi ini. Sehingga santri sampai pada dua pilihan: berjuang melawan kelembaman agar tetap produktif di masa pandemi atau hanya diam saja tanpa melakukan apa- apa sembari menunggu pandemi usai.

Teori hukum alam yang diperkenalkan Sir Issac Newton yakni kelembaman atau inersia. Yakni satu keadaan dimana menolak berubah terhadap keadaan geraknya.

"Jadi memang Gus Rhozin menerapkan protokol sangat ketat. Pengasuh sangat hati- hati saat akan memulangkan santri ke pesantren dan memulai pembelajaran. Semuanya harus memaklumi atas kondisi ini," ujarnya.

Kaitannya dengan penerapan pola hidup sehat dan bersih, pengurus mendesain sedemikian rupa untuk mengatur tata cara para santri. Termasuk bagaimana cara makan, mandi, mengaji, dan sebagainya. Tentunya harus diikuti dengan pemenuhan sarana dan prasarana.

Iqbal menerangkan saat makan, santri diharuskan membawa peralatan makan sendiri. Jika tidak punya, mereka diminta untuk membelinya terlebih dahulu.

Untuk menghindari kontak dengan pihak luar, juga ada larangan bagi para santri keluar dari pesantren. Karena itu, ada pelayanan jasa penitipan (jastip) kalau ada santri atau pengurus membutuhkan keperluan lain atau ingin jajan di luar pondok.

Begitu juga saat mandi. Selama pandemi, pengurus juga memasang shower atau pancuran untuk mandi. Santri juga mandi di tempat yang sudah kamar perkamar, sehingga tidak bercampur.

"Memang prosesnya sulit, tapi harus dilakukan. Karenanya pada masa karantina dua pekan, mereka didoktrin untuk merubah sikap agar mementingkan kesehatan. Mereka juga diberikan kebiasaan dan pelatihan dengan baik agar mengerti bagaimana cara menerapkan protokol kesehatan," imbuhnya.

Sejumlah agenda besar di pesantren yang biasanya diadakan secara ramai- ramai juga terpaksa harus diselenggarakan secara virtual. Jika diselenggarakan tatap muka, itu pun terbatas untuk mentaati protokol kesehatan.

Contohnya saat pengasuh menyelenggarakan tahlil dan khataman memperingati haul KH Mahfudh Salam dan KH MA Sahal Mahfudh pada 31 Oktober 2020 lalu. Semua santri yang berada di kompleks pesantren mengikutinya melalui Zoom meeting. Sedangkan di luar santri, bisa mengikuti acara melalui live streaming di akun Youtube ponpes.

Begitu juga saat penyelenggaraan Pengajian Posonan yang merupakan kegiatan rutin pesantren saat Ramadan pada Mei 2020 kemarin. Kegiatan ini berpasan ketiga para santri dipulangkan ke rumah masing- masing. Sehingga pengurus pesantren merancang acara secara virtual atau online.

Pengurus pesantren yang berasal dari Kabupaten Blora ini mengisahkan menjelang pemulangan santri ke pondok, para pengurus membuat panitia dadakan atau satuan tugas (satgas). Dalam pelaksanaan protokol kesehatan, satgas telah berkonsultasi dengan ahli kesehatan apa- apa saja yang harus dilakukan untuk upaya pencegahan.

Satgas dibagi beberapa divisi tergantung tugasnya dalam memastikan kegiatan santri dan penerapan protokol kesehatan berjalan lancar. Antara lain ada divisi karantina, penegakan protokol, logistik, dan kegawatdaruratan.

"Mereka akan menjaga seluruh warga pondok pesantren. Jadi kalau ada apa- apa terkait covid, satgas memiliki regulasi. Semisal penandatanganan santri, jika santri sakit itu seperti apa dan sebagainya," jelasnya.

Termasuk ketika santri hendak sekolah. Meskipun santri sudah berangkat ke pesantren, namun pembelajaran tatap muka terbatas di sekolah formal seperti Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) baru berlangsung akhir Oktober 2020 kemarin.

Santri yang sekolah di lembaga tersebut tidak hanya dari Ponpes Maslakul Huda. Santri sekolah secara bergilir atau dengan shifting. Dalam kelas pun mereka diwajibkan memakai masker dan face shield.

Satu meja dan satu kursi didesain untuk satu siswa. Satgas juga akan mengawal santri yang akan berangkat secara bersama- sama atau konvoi ke sekolah.

"Sebelum berangkat sekolah mereka akan kumpul dulu. Ada pengurus yang mengawal para santri baik saat berangkat maupun pulang sekolah. Saat pulang mereka akan kumpul dulu di sekolah, kalau pengurus belum datang, mereka juga tidak akan pulang. Pengawalan ini agar santri tidak mampir selama di perjalanan berangkat dan pulang," ucap Iqbal.

"Alhamdulillah selama santri berangkat ke pondok dan sudah memulai pembelajaran tatap muka. Belum ada santri dari Maslakul Huda yang terkonfirmasi positif covid," imbuhnya.

Kegiatan mengaji santri yang dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan jaga jarak dan memakai masker.
Kegiatan mengaji santri yang dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan jaga jarak dan memakai masker. (TribunJateng.com/Mamdukh Adi Priyanto)

Angin Segar di Tengah Musibah

Selama pandemi ada kebiasaan yang lekat dengan budaya pondok pesantren yang harus dihilangkan. Semisal sowan dan bersalaman dengan kiai atau pengurus pesantren.

Selain itu, sejak awal- awal pandemi pesantren memberikan bantuan kepada warga sekitar yang juga terdampak pandemi. Banyak warga yang berumah di dekat pesantren yang tergolong miskin.

"Bantuan sosial diberikan dari pondok sejak Juni kemarin. Dari pesantren hanya memberikan kepada warga yang ada di lingkungan pesantren," kata Iqbal.

Bansos berupa sembako, sabun cuci tangan, dan masker.

Masa pandemi Covid-19 ini bisa menjadi momen penting sejumlah hal positif. Diantaranya merajut kebersamaan, tolong menolong, dan toleransi antar-umat beragama.

Di sisi lain, Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof Yos Johan Utama, menuturkan apa yang sedang dihadapi saat ini menggoncang segala sendi dan aspek kehidupan.

"Tiba-tiba harus pakai masker dan sekolah harus daring. Ora enom ora tuo tibo wangun kabeh (tidak muda dan tua jatuh semua)," kata Yos.

Ia mengibaratkan pandemi menjadi musuh bersama atau common enemy semua warga, tidak memandang agama, suku, ras, dan golongan.

Hal itu karena wabah sudah membawa dampak besar terhadap aspek ekonomi dimana telah merumahkan banyak pekerja. Lalu aspek sosial budaya yang mana kegiatan setiap orang dibatasi karena harus mentaati protokol kesehatan.

"Begitu juga aspek politik dan pertahanan serta keamanan, terdampak semua. Di sini kita punya pengalaman mendapatkan serangan yang sama. Tidak memandang orang Papua, Batak, Cina, semua telah memandang common enemy," tandasnya.

Meskipun demikian, Prof Yos melihat ada sisi lain di balik kesulitan yang terjadi. Ada hikmah di balik bencana nonalam pandemi ini.

Ada angin segar dimana dalam kehidupan sosial masyarakat ada peningkatan kesadaran untuk saling membantu. Misalnya, Undip yang berhasil mengumpulkan dana untuk membantu penanganan dampak covid yang mencapai miliaran rupiah.

Selain itu, muncul tanggung jawab sosial yang mana orang harus pakai masker agar orang lain tidak tertular. Lalu harus cuci tangan agar keluarga, anak, cucu tidak tertular.

"Tanggung jawab sosial itu selama ini hilang dan sangat kecil. Tapi setelah pandemi, ada tanggung jawab sosial yang besar terhadap orang lain," ujarnya.

Kemudian, pandemi memberikan tekanan yang besar supaya masyarakat bisa adaptif dan kreatif. Sehingga muncullah bisnis- bisnis baru. Karena tekanan yang berat, bisa memunculkan sesuatu yang baru.

Ia juga melihat gara- gara pandemi, ada peningkatan keakraban hubungan dalam keluarga. Saat new normal ini, warga banyak berkutat di rumah untuk melakukan kegiatan sehari- hari karena penerapan work from home.

"Ini bagus. Saya pernah tanya teman yang pengalaman di bidang pembinaan keluarga soal kekerasan dalam rumah tangga saat pandemi, ternyata jumlahnya menurun," katanya.

Lalu timbul peningkatan hidup hemat. Warga lebih memilih membeli kebutuhan dasar (basic life) seperti makan dibandingkan barang- barang tersier.

Kemudian, kata dia, peningkatan upaya menjaga kebersihan diri meningkat di masyarakat. Mencuci tangan dan membersihkan badan jadi social trend saat ini karena adanya pandemi.

Selain itu, terdapat peningkatan sikap toleransi dan kualitas jiwa religius dalam masyarakat.

"Kita bisa lihat sikap ada upaya saling tolong menolong. Kemudian sisi religius, orang jadi takut mati. Saya melihat, pandemi ini memunculkan sisi- sisi positif tersebut," Prof Yos menambahkan.

Ia pun mengajak, ada atau tidak ada vaksin anticovid, bencana pandemi ini hanya bisa dibasmi jika semua komponen bangsa bersatu.

Menurutnya, semua pihak harus mengabaikan masalah yang tidak penting dan harus fokus fokus pada penanganan covid.

"Ingat apa kata Bung Karno, in unity we are strong. Kekuatan indonesia di rasa persatuan. Masa pandemi ini rasa kebhinekaan adalah modal dasar dan saya yakin itu ada dan masih ada dalam benak rakyat Indonesia," ucapnya. (mam)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved