Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

Sepak Terjang Menteri Agama Gus Yaqut, Ketum GP Ansor hingga Saat Ditanya Soal Jabatan

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) resmi menunjuk  Yaqut Cholil Qoumas menjabat Menteri Agama (Menag) menggantikan Fachrul Razi dalam konferensi pers re

Editor: m nur huda
Istimewa
Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, Minggu (20/9/2020) dalam acara penutupan Konferensi Besar XXXIII Gerakan Pemuda (GP) yang digelar di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. 

TRIBUNJATENG.COM, REMBANG - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) resmi menunjuk  Yaqut Cholil Qoumas menjabat Menteri Agama (Menag) menggantikan Fachrul Razi dalam konferensi pers reshuffle kabinet yang digelar di Istana Merdeka, Jakarta pada Selasa (22/12/2020).

Lantas siapakah Yaqut Cholil Qoumas?

Merujuk data yang dihimpun Kompas.com dari berbagai sumber, Yaqut Cholil Qoumas saat ini adalah Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, organisasi sayap Nahdlatul Ulama (NU) dan juga Wakil Ketua Komisi II DPR  RI.  

Baca juga: Bursa Calon Kapolri Pengganti Idham Aziz Makin Memanas, Sejumlah Nama Segera DIserahkan Jokowi

Baca juga: Viral Kisah Bu Guru Muhrianti Dinikahi Eks Siswanya: Muridku Suamiku

Baca juga: Menolak Dinikahi, Perempuan Ini Dituntut Kekasih Rp 100 Juta Guna Ganti Rugi Biaya Pacaran

Baca juga: Hasil Liga Italia Hellas Verona vs Inter Milan, Catatan Kemenangan Beruntun Bertambah

Pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 4 Januari 1975 yang akrab disapa Gus Yaqut itu merupakan  putra dari (alm) KH Cholil Bisri, salah satu pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), tokoh Nahdlatul Ulama (NU), yang juga pernah menjabat Wakil Ketua MPR.

Adapun KH Cholil adalah kakak kandung KH Mustofa Bisri (Gus Mus), ulama kharismatik pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang.

Presiden Joko Widodo mengucapkan selamat ke Menteri Agama yang baru, Yaqut Cholil seusai pelantikan. Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo mengucapkan selamat ke Menteri Agama yang baru, Yaqut Cholil seusai pelantikan. Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden (istimewa)

Kuliah di Fisipol UI, aktif di PMII

Semasa kecil, Gus Yaqut menempuh pendidikan di SDN Kutoharjo dan lulus pada tahun 1987.

Kemudian menyelesaikan pendidikan menengahnya di SMPN II Rembang pada tahun  1990 dan di SMAN II Rembang pada tahun 1993.

Selepas SMA, Gus Yaqut menjadi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (UI).

Di sana, ia aktif berorganisasi sebagai Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII) Cabang UI  Depok hingga 1997.

Karier politik Gus Yaqut bermula saat dirinya aktif sebagai kader PKB di Rembang yang kemudian dipercaya menjadi Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kabupaten Rembang periode tahun 2001-2014.  

Pernah gagal di Pilkada Rembang 2010

Selanjutnya Gus Yaqut benar-benar terjun ke politik praktis setelah terpilih menjadi anggota  DPRD Kabupaten  Rembang pada tahun 2005.

Di tahun yang sama, ia terpilih menjadi Wakil Bupati Rembang periode tahun 2005-2010 mendampingi M Salim.  

Pada Pilkada Kabupaten Rembang 2010, Yaqut pecah kongsi dengan M Salim dan memutuskan maju sebagai Bupati Rembang. Saat itu, Gus Yaqut maju didampingi oleh kader PAN, Arif Budiman.

Namun pencalonannya gagal setelah kalah suara dengan calon bupati petahana M Salim-Abdul Hafidz yang diusung Partai Demokrat.

Gus Yaqut kembali duduk di parlemen pada tahun 2014.

Dia dilantik sebagai Anggota  DPR  RI Fraksi PKB, dalam pergantian antarwaktu menggantikan Hanif Dhakiri yang diangkat menjadi Menteri Tenaga Kerja di Kabinet Kerja Presiden RI Joko Widodo.    

Ketua umum GP Ansor Pusat H. Yaqut Cholil Qoumas di dampingi Pimpinan Redaksi Tribun Jawa Tengah Yusran Pare saat memberikan materi tentang Pelatihan Kepemimpinan Nasional Angkatan V GP Ansor yang bertempat di Gedung Kompas Gramedia, Jalan Menteri Supeno No 30 Kota Semarang, Minggu (6/11).
Ketua umum GP Ansor Pusat H. Yaqut Cholil Qoumas di dampingi Pimpinan Redaksi Tribun Jawa Tengah Yusran Pare saat memberikan materi tentang Pelatihan Kepemimpinan Nasional Angkatan V GP Ansor yang bertempat di Gedung Kompas Gramedia, Jalan Menteri Supeno No 30 Kota Semarang, Minggu (6/11). (Tribun Jateng/ Hermawan Handaka)

Kritik kerumunan Rizieq Shihab

Berdasarkan catatan Kompas.com, selama ini Gus Yaqut tercatat aktif mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Ia pun mengaku prihatin dengan munculnya klaster Covid-19 dari sejumlah acara kerumunan massa Rizieq Shihab.

"Kasus ini juga menunjukkan bahwa ada yang tidak peduli dengan keselamatan jemaahnya," ujar Gus Yaqut, panggilan akrabnya saat memberikan orasi pada Apel Kebangsaan Virtual Banser, di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Minggu (29/11/2020). 

Gus Yaqut berharap agar kasus kerumunan massa yang berujung menjadi klaster Covid-19 tersebut adalah yang pertama sekaligus terakhir.

Jangan sampai ada unsur pembiaran yang justru kembali menciptakan kelompok penularan Covid-19.

Minta tokoh jadi suri tauladan baik

Berkaca dari permasalahan ini, Gus Yaqut meminta pemerintah tak segan untuk bersikap tegas dan menolak tawar menawar kepentingan politik dan sebagainya. 

"Tidak peduli yang melanggar itu habaib, wali Kota, atau tokoh Ansor Banser sekalipun, jika melanggar harus ditindak. Harus ada ketegasan," tegasnya di hadapan seluruh kader Ansor dan Banser se-Indonesia serta empat cabang luar negeri yakni Malaysia, Mesir, Korea Selatan, dan Taiwan dengan protokol kesehatan ketat, memakai masker, faceshield, dan menjaga jarak. 

Dalam kesempatan itu, Gus Yaqut juga meminta kader Ansor dan Banser untuk tidak mudah percaya dengan tokoh-tokoh yang memanfaatkan Islam untuk sarana kepentingan politiknya. 

"Islam dijadikan kedok untuk menguasai panggung politik. Buat kader Ansor dan Banser, respons terhadap orang-orang seperti ini adalah, lawan mereka!" tegas Gus Yaqut

Sudah selazimnya saat pandemi Covid-19, sambung dia, tokoh-tokoh agama harus bisa menjadi suri teladan bagi masyarakat.

Salah satunya yaitu saat menggelar kegiatan keagamaan harus diimbangi dengan kepatuhan penerapan protokol kesehatan. 

"Jangan sampai niat positif namun justru malah membahayakan keselamatan jiwa," pungkasnya.

Wawancara Khusus dengan Gus Yaqut

Gerakan Pemuda Ansor yang merupakan organisasi badan otonom Nahdlatul Ulama, dalam beberapa waktu terakhir selalu menjadi perhatian masyarakat luas.

Kiprah dan eksistensi anggota organisasi ini beberapa kali menjadi sorotan, termasuk ketika masalah Papua memanas.

Berikut wawancara khusus Wartawan Tribun Jateng M Nur Huda dengan Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor H Yaqut Cholil Qoumas yang ditemui seusai menutup kegiatan Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) VII di Ponpes Annawawi Tanara, Serang, Banten, beberapa waktu lalu.

Sebagian dari wawancara dengan Gus Yaqut ini dimuat dalam koran Tribun Jateng, edisi Selasa (10/9/2019). Berikut hasil wawancara lengkap:

Penutupan Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) VII GP Ansor, di Pondok Pesantren Al-Nawawi Al-Bantani, Tanara, Serang, Banten, Minggu (8/9/2019) dini hari
Penutupan Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) VII GP Ansor, di Pondok Pesantren Al-Nawawi Al-Bantani, Tanara, Serang, Banten, Minggu (8/9/2019) dini hari (Istimewa)

Apa kabar Ansor-Banser? Ada perkembangan apa?

GP Ansor sampai sekarang masih konsisten dengan apa yang dilakukan terutama terkait kaderisasi. Kami terus menerus lakukan kaderisasi. Menurut database yang kami punya, kader baru dari seluruh Indonesia dan cabang-cabang luar negeri total kurang lebih 7,1 juta orang, itu belum masuk semua.

Kami sudah sering sampaikan bahwa kita harus siap menghadapi industri 4.0. Kami paham bahwa ini revolusi keempat dimana semua orang terkoneksi melalui internet.

Ansor mau tidak mau harus siap dengan situasi seperti itu. Mau tidak mau Ansor selama ini sadar bergerak di offline, artinya selama ini kurang familiar dengan teknologi informasi atau TI.

Jangankan internet, cara menyalakan komputer saja masih ada yang belum bisa. Jangankan main gadget, hapenya saja belum smartphone. Ini yang saya kejar di sisa masa periode saya.

Ansor-Banser jadi sorotan ketika Papua memanas. Apa yang sebenarnya terjadi?

Banser sama sekali tidak terlibat dalam provokasi ketika dimulainya kerusuhan Papua. Itu kan dimulainya di Surabaya, diawali penyerbuan Asrama Mahasiswa Papua. Memang ada pihak yang mengajak Banser untuk terlibat. Komandan Banser Jatim ditelepon oleh seseorang diminta turun untuk bergabung menyerbu asrama yang isunya ada pengerusakan bendera Merah Putih.

Mereka (Banser Jatim) lapor ke kami maka kami minta cek dulu karena harus ditabayunkan sebelum bersikap. Setelah dicek ternyata tidak ada. Maka tidak boleh ada penyerbuan.

Kalaupun itu terjadi, penyerbuan bukan pilihan Ansor-Banser. Kami punya mekanisme dalam menyelesaikan persoalan-persoalan.

Menurut Anda, siapa aktor intelektual di balik kerusuhan Papua?

Ya, ada aktor yang terlibat dalam kerusuhan di Papua, baik aktor domestik maupun internasional. Statemen aparat penegak hukum itu saja yang dikuti, meski kami melihat belum selesai.

Masih perlu ada beberapa yang perlu diperdalam untuk diteliti kemudian diperdalam lagi. Selanjutnya diumumkan ke publik kalau memang masalah Papua mau selesai.

Mengapa nama Ansor dilibatkan dalam kerusuhan Papua?

Apapun di Indonesia terkait pertahanan dan keamanan, kalau tidak ngajak Ansor-Banser kan tidak seksi isunya.

Ada identifikasi siapa aktor yang memojokkan Ansor atau Banser?

Eks HTI yang mencoba memanfaatkan ini untuk kembali eksis. Kalau toh tidak bisa eksis, setidaknya bisa memukul balik Banser.

Dibuat isu seolah apa yang terjadi di Papua itu karena Banser yang melakukan, tapi itu gagal. Karena itu tidak mungkin. Kader Ansor-Banser menciptakan kerusuhan di bagian republik ini? Itu sangat tidak mungkin.

Ada upaya Ansor untuk ikut mendinginkan masalah Papua, baik tingkat lokal maupun nasional?

Pertama, ketika muncul ribut-ribut itu, saya langsung instruksikan pada seluruh kader Ansor-Banser di daerah di mana ada Asrama Mahasiswa Papua supaya Banser ikut menjaga. Jangan sampai pola penyerbuan seperti di Surabaya terulang di tempat lain.

Kedua, kami menyarankan kepada pemerintah agar negara hadir dalam persoalan terutama di Papua. Negara jangan hanya memandang problem Papua dari kacamata Jakarta saja, tanya apa sih yang dibutuhkan Papua.

Meski pemerintah membangun infrastruktur besar di Papua itu bukan cara yang salah, tapi apakah masyarakat Papua hanya butuh infrastruktur? Tidak butuh yang lain? Ini harus diajak bicara.

Ketiga, kita menyarankan pada pemerintah, agar narasi yang dibangun terkait Papua itu tidak narasi yang Jakarta-centris. Misalnya Freeport, ketika Freeport diambil alih Indonesia, narasi yang dibangun Freeport kembali ke pangkuan Indonesia, titik. Akan lebih menarik, Freeport kembali ke Indonesia dan akan digunakan untuk sebesar-besarnya untuk rakyat Papua.

Itu kan lebih kelihatan oke meskipun cuma narasi, tapi itu penting. Hal ini yang harus dilakukan pemerintah. Ajak mereka bicara hati ke hati seperti Gus Dur. Jangan ketika ini muncul masalah besar di Papua, Jakarta malah bersikap keras dan seolah konfrontatif, itu bukan pilihan yang bijak.

Saya sudah minta pada kader Ansor di sana untuk komunikasi dengan ketua adat di Papua, dan itu sudah dijalankan. Dan alhamdulillah, di beberapa kejadian kita terlibat meredam massa agar tak melakukan tindakan anarkis.

Perbedaan pandangan di masyarakat, seolah ideologi negara perlu diganti. Pandangan Ansor?

Indonesia itu tanah yang diberkahi. Bayangkan dengan 17 ribu pulau, dengan 1.300 suku bangsa, 740 bahasa dan 6 agama, 300 etnis yang berbeda, Indonesia tetap bersatu. Indonesia tidak pecah. Itu karena kita memiliki ideologi yang kuat memiliki dasar negara yang kuat bernama Pancasila.

Kalau tiba-tiba ada orang datang ingin mengubah ideologi bangsa ini, kita harus menduga orang ini tidak menawarkan ideologi demi Indonesia tapi untuk kepentingan menghancurkan Indonesia. Jika ada kelompok yangmenawarkan ideologi lain di luar yang sudah menjadi kesepakatan bersama para pendiri bangsa yakni Pancasila dan NKRI, saya kira semua harus melawan, itu tidak boleh ada.

Buktinya sampai hari ini Indonesia masih tegak berdiri dengan berbagai perbedaan.

Upaya konkret Ansor mempertahankan ideologi bangsa dan tegaknya NKRI?

Saya selalu katakan, upaya kaderisasi terus menerus adalah bagian dari upaya mempertahankan ideologi negara. Dalam kaderisasi ini selalu ditanamkan kecintaan pada negara dan tanah air dan seterusnya. Diyakinkan pada kader bahwa mempertahankan tanah air ini sama dengan mempertahankan warisan para Kiai, warisan Muassis Jamiyah NU. Itu harga diri, tidak boleh diinjak oleh orang yang ingin mengganggu eksistensi negarai ni. Itu yang terus kami tekankan.

Kalau dalam gerakan di lapangan, kita bisa lihat teman-teman di daerah, setiap kegiatan selalu melibatkan pemeluk agama yang berbeda. Kami tidak pernah memandang etnis dalam melakukan aktivitas organisasi. Itu bagian dari upaya kita merawat Indonesia.

Termasuk kami menjaga rumah ibadah agama lain. Banser menjaga gereja, itu juga bagian dari upaya menjaga keberagaman. Gus Dur pernah mengatakan, menjaga gereja itu bukan semata menjaga gereja secara fisik tapi juga menjaga Indonesia.

Karena kita yang muslim mayoritas, maka yang mayoritas wajib melindungi yang minoritas. Dan ini saya kira menjadi keyakinan dan terpatri dalam kesadaran kader Ansor dan Banser.

Pesan pada masyarakat terkait pandangan kepada Ansor?

Pertama, jangan pernah ragukan Ansor dalam mengabdikan diri pada Tanah Air ini. Yakinlah bahwa Ansor tidak mungkin melakukan sesuatu di luar akal sehat.

Kedua, Ansor selalu mengorientasikan setiap gerakannya untuk bangsa dan negara serta kepada ulama. Maka tidak ada cerita, selama ini difitnah Banser bubarkan pengajian, itu tidak ada. Wong kami melindungi ulama. Kalau ada kelompok yang menyebut Ansor membubarkan pengajian, apakah benar?

Kalau Ansor menolak beberapa ustadz atau penceramah memang iya, tapi mesti dilihat dong alasannya. Semisal yang pernah terjadi misalnya Ansor menolak Felix Siauw karena dalam setiap ceramahnya, baik eksplisit maupun implisit, selalu menawarkan Khilafah Islamiyah, bentuk negara yang di luar kesepakatan kita, NKRI ini.

Jadi kami tidak membayangkan, kalau Ansor Banser tidak secara tegas di mana-mana melakukan penolakan pada gerakan yang menginginkan bentuk negara lain, mungkin Indonesia sudah tidak karu-karuan.

Kami melakukan ini dengan cuma-cuma. Kami tidak mendapatkan fasilitas dari negara. Ini bentuk kecintaan kami kepada Tanah Air.

Apakah perlu ada kader Ansor di Kabinet Jokowi Jilid II?

Saya kira tidak ada keharusan, memilih menteri itu hak prerogatif Presiden. Tapi ketika kami mengusulkan nomenklatur-nomenklatur, tentu boleh dong mengusulkan menteri yang secara khusus mengurusi ekonomi kerakyatan, pendidikan vokasi. Boleh dong mengusulkan itu.

Kalau kami minta harus ada wakil dari Ansor, tentu tidak dalam kapasitas kami. Tapi kalau berharap, bukan hanya Ansor, keluarga besar NU itu dilibatkan dalam membantu Presiden dalam pemerintahan yang akan datang, tentu akan kami sampaikan.

Diakui atau tidak, salah satu pemilik saham atas kemenangan Jokowi-Maruf Amin, ya karena soliditas dan kekompakan Jamiyah NU dalam kampanye kemarin, terutama Ansor-Banser.

Secara pribadi tertarik masuk kabinet?

Saya mengikuti apa yang Tuhan pilihkan untuk saya. Saya tidak pernah menolak tugas apa pun. Apalagi untuk bangsa dan negara. Kalau diminta, saya siap. Kalau tidak pun saya tidak akan merengek-rengek atau nangis-nangis, enggaklah. (tribunjateng/cetak/Kompas.com)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sepak Terjang Menteri Agama Yaqut Cholis Choumas, Orang Nomor 1 Banser yang Pernah Gagal Jadi Bupati"

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved