PPKM bakal Tekan Laju Perekonomian Lagi

Bhima memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya sebesar 1 persen, akibat PPKM di sebagian wilayah Jawa-Bali.

Editor: Vito
TRIBUN JATENG/EKA YULIANTI
ilustrasi - Jalan Lamongan Sampangan ditutup selama masa pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menyebut, harapan pertumbuhan ekonomi sesuai proyeksi pemerintah mencapai kisaran 4,5-5 persen sulit menjadi kenyataan, meski peluang pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi covid-19 diyakini akan terjadi di 2021.

"Di 2021 apakah ada pembalikan arah (ekonomi-Red)? Iya, awalnya ya, proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021 sebesar 2,5-3 persen," ujarnya, melalui pesan suara, kepada Tribunnews, Selasa (12/1).

Bahkan, Bhima memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya sebesar 1 persen, akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di sebagian wilayah Jawa-Bali.

"Tapi, bisa jadi terjadi koreksi. Bisa jadi kalaupun terjadi pemulihan hanya di kisaran tumbuh 1 persen. Kenapa? Ini kan pemerintah melarang kegiatan, contohnya harus WFH 75 persen, tidak boleh untuk banyak datang ke kantor," ujarnya.

Menurut dia, PPKM Jawa-Bali yang diumumkan pemerintah itu akan berlanjut sampai akhir Januari 2021, sehingga target pertumbuhan ekonomi pesimistis bisa dicapai.

"Jadi, ini yang membuat proyeksi itu bisa berubah. Tadinya di 2021 banyak yang optimis, termasuk pemerintah menargetkan angka pertumbuhan 5 persen, tapi bisa jadi berbalik arah pertumbuhannya, bisa dikoreksi," tandasnya.

Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) sesuai jadwal di website bps.gp.id menjadwalkan untuk mengumumkan rilis pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 pada 5 Februari. Bhima memprediksi, hasilnya adalah ekonomi Indonesia minus 3 persen akibat dampak pandemi.

"Untuk pertumbuhan ekonomi di 2020, proyeksinya bisa minus 3 persen. Kenapa begitu? Karena kita melihat di November sampai Desember 2020 pada waktu kuartal IV itu seharusnya Indonesia sudah mulai melakukan pemulihan, khususnya mobilitas," paparnya.

Menurut dia, di periode tersebut harusnya masyarakat sudah mulai belanja, tapi pada faktanya tiba-tiba ada kebijakan pengurangan cuti akhir 2020.

Kemudian, juga terkait dengan kewajiban-kewajiban rapid antigen juga itu langsung membuat sektor pariwisata terpukul di kuartal IV.

Bhima menyatakan, seharusnya pada kuartal IV apalagi akhir tahun itu terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

"Karena itu, di kuartal IV diperkirakan masih akan negatif pertumbuhannya. Kalau diakumulasi, ekonomi 2020 bisa jadi minus 3 persen," tukasnya. (Tribunnews/Yanuar Riezqi Yovanda)

Sumber: Tribunnews.com
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved