Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Internasional

Polisi Rusia Tahan Lebih dari 5.000 Demonstran yang Menuntut Pembebasan Alexei Navalny

Setelah itu, banyak orang mengangkat tangan di atas kepala di depan barisan polisi antihuru-hara dan berteriak,"kami bukan musuhmu."

Kompas.com/Istimewa
Polisi menangkap seorang pria dalam aksi unjuk rasa untuk mendukung pemimpin oposisi yang dipenjara Alexei Navalny di Moskwa, Rusia, pada Minggu (31/1/2021). Navalny, ditahan pada 17 Januari setelah kembali ke Moskwa setelah dirawat selama lima bulan di Jerman kstrena keracunan racun saraf. Setibanya di Moskwa, dia dipenjara selama 30 hari sambil menunggu persidangan karena melanggar hukuman percobaan yang dijatuhkan pada 2014. (AFP/ALEXANDER NEMENOV) 

TRIBUNJATENG.COM, MOSKWA – Minggu (31/1/2021), polisi antihuru-hara membubarkan aksi demonstrasi pendukung musuh politik Presiden Rusia Vladimir Putin, Alexei Navalny, di seluruh Rusia.

Lebih dari 5.000 orang, yang menuntut pembebasan Navalny, ditahan, demikian dilansir Reuters.

Polisi memberlakukan penguncian keamanan besar-besaran di jantung kota Moskwa, menutup jalan-jalan untuk pejalan kaki di dekat Kremlin, menutup stasiun metro, dan mengerahkan ratusan polisi antihuru-hara saat salju turun.

Anak Dibunuh Ibu Kandung dan Ayah Tiri, Mayat Dimasukkan ke Dalam Drum Isi Air, Ibu Angkat Menyesal

Tepergok Selingkuh di Mobil dengan Istri Orang, Kades di Rembang Dilabrak Massa, Avanza Dirusak

Sopir Truk Kebumen Diundang Nagita ke Andara Gara-gara Gambar dan Tulisan Raffi Ahmad di Bak Truk

SBY Sebut Terjadi Polarisasi Tajam hingga Ada Permusuhan di Tubuh Tentara & Polisi

Pada satu titik, pengunjuk rasa berjalan menuju penjara di Moskwa utara tempat Navalny ditahan.

Mereka berteriak, "Bebaskan dia!"

Setelah itu, banyak orang mengangkat tangan di atas kepala di depan barisan polisi antihuru-hara dan berteriak,"kami bukan musuhmu."

Navalny (44) ditangkap pada 17 Januari setibanya di Moskwa dari Jerman di mana dia telah pulih dari keracunan racun saraf musim panas lalu.

Dia menuduh Putin memerintahkan pembunuhan terhadapnya. Namun, kantor kepresidenan Rusia alias Kremlin membantah tuduhan itu.

Kepulangannya yang ke Moskwa sendiri menimbulkan tantangan bagi Putin yang telah mendominasi perpolitikan Rusia selama lebih dari dua dekade.

Yulia, seorang pengunjuk rasa berusia 40 tahun di Moskwa, mengatakan dia telah bergabung dengan pengunjuk rasa meskipun dia tahu dampaknya jika ambil bagian.

“Saya mengerti bahwa saya hidup di dalam negara tanpa hukum. Di negara polisi, tanpa pengadilan independen. Di negara yang dikuasai korupsi. Saya ingin hidup berbeda,” kata Yulia.

 
Polisi mengatakan, pengunjuk rasa dapat menghadapi tuntutan pidana karena menghadiri atau menyerukan demonstrasi yang tidak sah dan memperingatkan mereka dapat menyebarkan Covid-19.

Sekutu Navalny menggunakan media sosial untuk berulang kali mengubah lokasi unjuk rasa, menyebarkan massa di berbagai bagian Moskwa, dan mempersulit pembubaran oleh polisi.

Wartawan Reuters memperkirakan kerumunan massa berjumlah beberapa ribu orang, lebih kecil dari aksi unjuk rasa akhir pekan lalu.

Di St Petersburg dan Moskwa, polisi menggunakan kekerasan untuk menahan pengunjuk rasa dan kadang-kadang terlihat menggunakan alat kejut listrik.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved