Gerakan Melawan Kudeta Militer Myanmar Meluas, Kini Giliran Guru dan Dosen
Pada Jumat (5/2), para dosen menolak bekerja atau bekerja sama dengan pihak berwenang sebagai bentuk protes terhadap perebutan kekuasaan oleh militer.
Assistance Association for Political Prisoners merupakan lembaga yang berbasis di Yangon, yang memantau penangkapan politik di Myanmar.
Penyedia layanan telekomunikasi di Myanmar juga telah diperintahkan untuk membatasi akses terhadap Facebook. Karena akses terhadap Facebook dibatasi, banyak orang Myanmar yang bermigrasi ke Twitter.
Sebagian di antara mereka menggunakan layanan VPN untuk menerobos pembatasan Facebook. Tagar yang menentang kudeta, termasuk #HearTheVoiceofMyanmar dan #RespectOurVotes, menjadi tren di Twitter di Myanmar pada Jumat, dengan lebih dari 7 juta unggahan.
Sebuah gerakan yang dinamakan Gerakan Pembangkangan Sipil telah menguat dan menghimpun kekuatan di jagat maya.
Gerakan itu menyerukan kepada publik agar menyuarakan penolakan kudeta setiap malam dengan membunyikan suara-suara untuk menunjukkan kemarahan mereka.
Pada Kamis (3/2) pukul 20.00 waktu setempat, jalanan di Yangon dipenuhi dengan suara klakson mobil untuk menyerukan penolakan terhadap kudeta. "Saya tidak bisa tidur atau makan sejak kudeta," kata penduduk Yangon, Win Bo kepada AFP.
Win Bo mengaku sebagai satu orang yang berada di garis depan selama aksi pro-demokrasi pada 1988. "Sekarang saya menghadapinya lagi. Saya tidak dapat menerima kudeta ini. Saya ingin melakukan revolusi bersenjata jika memungkinkan," tukasnya.
Sejauh ini, tidak ada protes berskala besar yang terjadi, meskipun sejumlah aksi kecil bermunculan, seperti para dokter dan tenaga kesehatan yang mengenakan pita merah, warna NLD.
Sekitar 70 anggota parlemen NLD pada Kamis menggelar parlemen simbolis di Naypyidaw, menandatangani janji bahwa mereka akan melayani tugas rakyat. (Kompas.com)