Imlek 2021
Hok Tik Bio, Kelenteng Terbesar di Blora yang Jadi Tuan Rumah Dewa Bumi
Mata Bambang terpejam saat berada di teras Klenteng Hok Tik Bio di Jalan Pemuda Blora.
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: sujarwo
TRIBUNJATENG.CM, BLORA – Mata Bambang terpejam saat berada di teras kelenteng. Sembari menghadap hiolo—semacam mangkuk yang terdapat dupa di tengahnya—kedua tangannya menelakup kemudian diangkat sampai atas kepala. Bersamaan dengan itu dia mendongak mengikuti gerakan tangan. Begitulah ritus yang biasa dilakukan oleh pria paruh baya itu saat masuk ke area Kelenteng Hok Tik Bio di Jalan Pemuda Blora.
“Itu tadi sembahyang kepada Tuhan yan Maha Esa,” kata Bambang.

Setelah itu langkah Bambang bergerak menuju altar pemujaan. Di situ sudah terdapat kongco bejajar rapi. Masing-masing kongco dihiasi dengan ornamen ukiran berwarna merah dan emas. Dari patung kongco itu, Bambang menghadap dengan khidmat di depan patung Kongco Hok Tik Cing Sin. Kongco ini berada tepat di tengah di antara kongco yang lain. Kali ini dia kembeli menelakupkan tangan dan mengangkatnya sampai sejajar dengan kening.
“Kalau ini namanya peghormatan atau pay,” tandasnya.
Bagi Bambang, yang dia lakukan di depan patung Kongco Hok Tik Cing Sin atau Dewa Bumi adalah bentuk penghormatan pada tuan rumah. Di kelenteng 26 kali 24 meter yang dibangun di atas lahan seluas lebih dari satu hektare ini, Dewa Bumilah tuan rumahnya.
Selain sebagai tempat ritus pemujaan kepada para dewa, kelentang yang berusia 142 tahun ini setiap tahunnya menjadi pusat kegiatan perayaan tahun baru Imlek di Blora. Lantaran saat ini pandemi tengah melanda, sejumlah kegiatan yang bernuansa mengundang hadirnya massa diurungkan. Yang ada hanya kegiatan yang jemaah kelenteng untuk sekadar sembahyang.
“Biasanya ya ada atraksi barongsai dan naga liong,” ujar Bambang yang juga sebagai Sekretaris Yayasan Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kelenteng Hok Tik Bio Blora.
Sebagai penanda datangnya Imlek 2572, di kelenteng ini hanya dilakukan pemasangan lampion sebagai tradisi dilaksanakan sejak jaman dahulu. Lampion yang terbuat dari bahan ringan melambangkan bahwa pribadi yang rendah hati dan ringan dalam membantu orang lain, senantiasa dapat memudahkan jalan untuk menggapai puncak dari tujuan kehidupan dengan adanya respon sosial yang baik.
Doa-doa terbaik akan secara ikhlas diucapkan oleh orang-orang tercinta. Warna merah dari lampion dijadikan sebagai simbol keberuntungan dan menghindarkan dari hal-hal tidak baik dalam menjalani hidup di tahun-tahun yang akan datang.
Ketika lilin dalam lampion dinyalakan, maka akan muncul pancaran cahaya merah yang memiliki makna filosofi sebagai suatu harapan dan semangat yang selalu menyala.
“Sehingga nantinya dengan berusaha, berdoa, dan berharap yang terbaik kepada Tuhan maka akan diberikan kebahagiaan dan keberuntungan yang akan selalu mengiringi setiap langkah saat menjalani kehidupan,” jelasnya.
Sedikitnya ada 160 buah lampion telah dipasang bagian atas, dalam dan luar kelenteng. Bambang Suharto menjelaskan saat ini situasi Covid-19 di Blora meningkat dan upaya pemerintah untuk menanggulangi serta mencegah persebaran Covid-19 harus didukung dengan menaati protokol kesehatan semaksimal mungkin.
"Tahun ini kita laksanakan secara sederhana. Kegiatan di kelenteng yang berpotensi menyebabkan berkumpulnya umat atau warga ditiadakan," ucapnya. (*)