Hindari Multitafsir Pasal Karet, Pemerintah Siapkan Pedoman Interpretasi Resmi UU ITE
Pedoman tersebut dibuat agar implementasi pasal-pasal UU ITE berjalan adil dan tak multitafsir.
Pasal 28 ayat (2) memuat larangan bagi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pada praktiknya, pasal tersebut justru menyasar kelompok dan individu yang mengkritik institusi dan penyampaian ekspresi yang sah.
Menyambut baik
Adapun, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi menyambut baik keinginan Presiden Jokowi yang mengusulkan revisi UU ITE jika dinilai tidak memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
Menurut dia, rapat kerja (raker) Baleg DPR bersama Menkumham dan PUU DPD pada 14 Januari 2021 telah menetapkan daftar prolegnas prioritas 2021 dan daftar prolegnas jangka menengah 2020-2024.
Sementara, revisi UU ITE masuk prolegnas jangka menengah 2020-2024 nomor urut 7, bukan masuk dalam daftar prolegnas prioritas 2021.
"Terhadap keinginan presiden untuk merevisi UU ITE pada dasarnya kami tidak keberatan. Bahkan sekaligus-Red) untuk menjunjung profesionalitas Polri sebagaimana disampaikan jenderal LSP (Listyo Sigit Prabowo) saat fit and proper test di Komisi III DPR. Untuk itu, jangan sampai UU ITE digunakan untuk menjerat orang atau kelompok kritis dengan mengada-ngada," katanya, kepada wartawan, Rabu (17/2).
Untuk diketahui, raker Baleg 14 Januari 2021 tentang pengesahan prolegnas sudah pernah dibahas di Badan Musyawarah (Bamus) DPR untuk dijadwalkan di paripurna. Namun, hingga kini penetapan prolegnas prioritas 2021 masih mengalami penundaan.
Baidowi menjelaskan, sesuai dengan UU No. 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP), bisa saja Bamus menugaskan Baleg untuk menggelar raker ulang.
Raker ulang itu bisa mengubah prolegnas prioritas, yakni bisa menambah, mengurangi, ataupun mengganti daftar RUU yang diprioritaskan untuk dibahas.
"Atau bisa juga nanti di paripurna diputuskan. Namun, perlu ditegaskan bahwa keputusan prolegnas harus dibuat dalam rapat tripartit antara DPR, pemerintah, dan DPD," papar sekretaris fraksi PPP DPR itu. (Kompas.com/Fitria Chusna Farisa/Tribunnews/Chaerul Umam)