KPK Perketat Kunjungan Jenguk Edhy Prabowo, Ketahuan Ada Pengunjung Gelap
Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo diduga menyalahgunakan kunjungan daring yang difasilitasi oleh KPK pada 1 Februari 2021 lalu.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo diduga menyalahgunakan kunjungan daring yang difasilitasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 1 Februari 2021 lalu. Edhy merupakan tersangka kasus dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster dan ditahan di Rutan Cabang KPK di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dugaan penyalahgunaan kunjungan daring itu juga dilakukan seorang tersangka lain Andreau Pribadi Misanta selaku staf ahli Edhy. "Pihak yang turut hadir dalam kunjungan online dimaksud ternyata tidak tercatat dan terdaftar sebagai bagian dari pihak keluarga para tersangka," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Rabu (24/2).
Ali berkata bahwa rutan KPK memfasilitasi kunjungan daring bagi keluarga Edhy Prabowo dan Andreau Pribadi Misanta. Pihak rutan KPK memberikan izin bagi keluarga inti kedua tersangka untuk melakukan kunjungan daring.
Akan tetapi, muncul pihak lain saat kunjungan online tersebut dikakukan. Sehingga pihak rutan KPK melakukan pengecekan.
Usai dilakukan pengecekan, ternyata pihak yang dimaksud tidak tercatat maupun terdaftar sebagai pihak keluarga kedua tersangka. "Atas kejadian tersebut, pihak Rutan KPK tentu akan lebih selektif dan aktif memantau pelaksanaan kunjungan online bagi para tahanan di Rutan KPK," kata Ali.
Dikonfirmasi terpisah, Kuasa Hukum Edhy Prabowo, Soesilo Aribowo, berujar bahwa sesi kunjungan daring diperuntukan bagi Andreau, bukan Edhy. Soesilo mengatakan Samuel adalah paman dari Andreau. Ia bilang Samuel bukanlah pengusaha lobster.
“Samuel itu om-nya Andreau, bukan pengusaha lobster,” kata Soesilo.
Titipan Uang
Terpisah, Staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo, Safri Muis mengaku diberikan uang 26 ribu dolar Singapura atau Rp277,4 juta oleh Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito yang juga Terdakwa kasus dugaan suap izin ekspor benur. Safri mengakui pemberian uang itu saat jaksa menyinggung pertemuan antara dirinya dengan Suharjito di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Dalam pertemuan itu, ia menyebut tak terjadi perbincangan dengan Suharjito. Terdakwa begitu saja memberikan uang valuta asing tersebut. "Dia kasih uang ke saya pak," ucap Safri dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Berapa?" tanya jaksa.
"Kalau nggak salah 26 ribu, dolar Singapura" jawab Safri. Kemudian jaksa bertanya apa alasan Suharjito memberikan uang senilai Rp277 juta itu kepada dirinya. Safri mengaku tak mengetahui secara pasti. Tapi menurutnya pemberian uang itu lantaran usaha ekspor benur perusahaan milik Suharjito berjalan lancar.
"Saya pikir dia kasih saya karena usaha lobsternya sudah lancar, dan kasih saja (uang) ke saya," kata Safri.
Uang titipan Suharjito kemudian ia berikan ke Sekretaris Pribadi (Sespri) Edhy Prabowo bernama Amiril Mukminin. Amiril bahkan langsung menanyakan perihal ada tidaknya titipan uang yang diterima oleh Safri. Safri mengira Amiril sudah tahu bahwa nantinya Suharjito akan menitipkan uang kepada dirinya.
"Saya ambil, saya sampaikan ke Pak Amiril. Karena waktu itu Amiril ada tanya ke saya bilang 'ada titipan nggak?' Saya bilang ada, dan saya serahkan," sambungnya.
"Ya saya pikir Amiril sudah tahu, soalnya dia nanya 'ada titipan nggak', saya bilang ada, saya kasih. Jadi (posisinya) saya keluar dari toilet, ketemu Amiril, terus Amiril tanya, lalu dia ke ruangan saya, saya serahkan uangnya," jelas Safri.(Tribun Network/dan/ham/wly)
