Berharap Efek Domino, Jokowi Heran Ajakan Benci Produk Asing Jadi Ramai
Permintaan agar cinta produk dalam negeri dan benci produk asing itu ditujukan agar perbaikan ekonomi Indonesia melalui peningkatan permintaan
TRIBUNJATENG.COM, BOGOR - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa heran dengan pernyataannya tentang benci produk asing atau produk luar negeri yang menjadi ramai diperbincangkan. Menurut dia, hal itu adalah hak kita untuk tidak menyukai produk luar negeri.
"Kemarin (Kamis-Red) saya sampaikan untuk cinta produk Indonesia, untuk bangga terhadap produk Indonesia, dan boleh saja kita ngomong tidak suka pada produk asing, masa ngga boleh kita ngga suka? Kan boleh saja tidak suka pada produk asing. Gitu aja ramai. Saya ngomong benci produk asing, gitu aja ramai," katanya.
Hal itu dikatakan Jokowi dalam sambutan di Rapat Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) masa bakti 2019-2022, di Istana Kepresidenan Bogor, Jabar, Jumat (5/3).
Menurut dia, permintaan agar cinta produk dalam negeri dan benci produk asing itu ditujukan agar perbaikan ekonomi Indonesia melalui peningkatan permintaan tidak hanya menguntungkan produk-produk luar negeri.
Tetapi, Jokowi menyebut, hal itu juga harus meningkatkan konsumsi produk dalam negeri. "Agar tercipta efek domino, sehingga dorongan untuk menggerakkan roda ekonomi di dalam negeri semakin besar," jelasnya.
Adapun, dalam kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkap cerita awal hingga Presiden Jokowi menggaungkan benci terhadap produk asing.
Menurut dia, awalnya ia memaparkan sebuah artikel Word Economic Forum terkait dengan tumbuhnya industri fesyen Islam di Indonesia.
Dalam artikel itu, diberikan contoh seorang pedagang hijab di Pasar Tanah Abang, yang memiliki konveksi dengan jumlah pekerja mencapai 3.000 orang.
Pengusaha itu mesti membayar ongkos gaji per tahun sekitar Rp 10 miliar atau 650 ribu dollar AS), di mana angka itu bukan angka yang kecil.
Apa yang terjadi? Lutfi menyatakan, hijab yang dijual itu terekam oleh artificial intelligence salah satu perusahaan online asing yang datangnya dari luar negeri.
Setelah perusahaan online asing berhasil merekam terkait dengan bentuk, warna, dan harga hijab yang dijual pedagang Indonesia, pihak asing itu lalu membuat produk yang sama dan menawarkannya dengan harga jauh lebih murah.
Predatory pricing
"Dibuat (hijab-Red) di negara itu, saya tidak perlu sebut negaranya. Kemudian, datang ke Indonesia, dilakukan (dijual-Red) dengan spesial diskon, yang saya katakan dalam istilah perdagangan namanya predatory pricing," tuturnya.
"Masuk ke Indonesia dengan harga Rp 1.900. Bagaimana caranya UMKM kita bersaing? Jadi ini adalah mekanisme perdagangan yang dilarang international trade, tidak adil," paparnya.
Lutfi menyebut, harga jual hijab produsen asing sebesar Rp 1.900, dan mereka hanya membayar bea masuk sebesar 44.000 dollar AS. Padahal pengusaha hijab dalam negeri yang mempekerjakan 3.000 orang itu harus mengeluarkan biaya gaji Rp 10 miliar per tahun.
"Jadi ini yang sebenarnya dibenci Pak Jokowi. Aksi ini yang tidak boleh, aksi yang tidak adil," tandasnya.
Lutfi pun berjanji akan memaksa produsen asing untuk mengikuti aturan perdagangan internasional, dan tidak boleh mengganggu pertumbuhan pengusaha dalam negeri.
"Berdagang mesti punya dua asas. Pertama, asasnya itu mesti keadilan, jadi perdagangan adil. Kedua, memastikan perdagangan bermanfaat bagi yang jual dan beli. Kalau hanya yang jual, namanya pemaksaan," tukasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta Kemendag untuk menggaungkan ajakan untuk cinta produk dalam negeri. Hal itu disampaikan presiden dalam pembukaan Rapat Kerja Kementerian Perdagangan di Istana Negara, Jakarta, Kamis (4/3).
"Produk-produk Indonesia harus terus digaungkan. Produk-produk dalam negeri gaungkan," ucapnya.
Selain ajakan untuk mencintai produk dalam negeri, Presiden bahkan turut menyertakan ajakan untuk membenci produk luar negeri.
"Gaungkan juga benci produk-produk dari luar negeri. Bukan hanya cinta (produk dalam negeri-Red), tapi benci (produk luar negeri-Red). Cinta barang kita, benci produk dari luar negeri," urainya. (Tribunnews/Taufik Ismail/Seno Tri Sulistiyono)