Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Temanggung

Mengenal Sentra Pengolahan Keripik Kepompong Khas Temanggung

Lima belas tahun menjadi waktu Tri Amaningsih (54) bersama suami Sudarno Rifai dalam merinstis usahanya.

Penulis: Saiful Ma sum | Editor: galih permadi
Istimewa
Keripik Kepompong khas Temanggung. 

TRIBUNJATENG.COM, TEMANGGUNG - Lima belas tahun menjadi waktu Tri Amaningsih (54) bersama suami Sudarno Rifai dalam merinstis usahanya.

Pasangan suami istri yang kini tinggal di Dusun Kluwung Desa Kemiriombo Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung ini berhasil meramu produk berbahan baku singkong menjadi keripik kepompong khas Temanggung.

Uniknya, Amaningsih dan Sudarno berangkat dari keluarga tak berada hingga berhasil mematenkan produk keripik kepompongnya menjadi karya satu-satunya.

Bahkan, beberapa kali ada yang hendak meniru produknya namun berulangkali gagal.

Dari perjuangan keduanya, kini Amaningsih mempunyai 16 karyawan dan berhasil mengolah 4 kwintal singkong setiap hari.

Produknya pun laris tidak hanya di kalangan masyarakat Temanggung saja, juga sampai ke berbagai daerah sekitar.

Siapa tahu, perjuangan pasangan ini mengalami proses cukup panjang hingga memiliki tempat sebagai sentra pengolahan keripik kepompong.

Kepada tribunjateng.com, Amaningsih bercerita, ia dan suami mulai merintis usaha pada 2005 silam.

Bermodalkan niat dan keinginan coba-coba, berbagai usaha seperti es krim (es cepuk), steak, keripik talas, hingga emping pernah dicobanya.

Namun, semua itu tak bertahan lama karena berbagai hal yang menghambat usaha keduanya.

"Jualan es krim itu saya sampai sudah beli beberapa gerobak, tetapi berhenti juga. (Jualan) Steak 1 tahun, tidak jalan lagi.

Keripik talas cuma sebentar karena bahan baku susah. Begitu pun emping dari mlinjo," terangnya di Temanggung, Minggu (7/3/2021).

Selang 3 tahun, ia mencoba memaksimalkan hasil bumi warga sekitar berupa singkong yang tak laku di pasaran.

Puluhan resep dicobanya berulang kali, namun tetap saja gagal.

"Dua bulan awal ngolah singkong ini, gagal terus. Ya karena banyak yang enggak bagus sampai puluhan kali mencoba," ujarnya.

Pada akhirnya, Amaningsih mencoba mengolah singkong menjadi sebuah adonan.

Dari adonan tersebut, dicetak dengan mesin hinga menjadi lembaran-lembaran.

Kemudian, dijemur sampai kering dan dipotong-potong berbentuk persegi panjang. Hasil potongan digoreng hingga menjadi keripik dengan rasa khas gurih.

"Namanya keripik kepompong karena ketika digoreng, keripik akan mengembang seperti kepompong," ucapnya.

Usaha keripik Amaningsih berjalan perlahan dengan modal awal 5 kilogram singkong menjadi 25 kilogram, hingga 4 kwintal dalam sehari.

Kini, Amaningsih sudah memiliki sartifikat hak paten produknya yang tidak bisa ditiru siapapun tanpa ada i'tikad baik. 

Dengan itu, nampaknya mampu meningkatkan jumlah produksinya hingga meluas ke beberapa daerah.

Ia dan karyawannya kini hanya mengolah produk dan mengemasnya, sementara pengepul berdatangan membeli produk keripik kepompong langsung di rumah produksi.

Untuk 1 kilogram keripik kepompong dibandrol Rp 18.000. Amaningsih juga melayani pembeli yang mengecer berapapun nominalnya, juga menyediakan paketan ukuran besar.

"Alhamdulillah bahan baku singkong sampai saat ini tidak kesulitan. Harganya pun relatif murah dari Rp 1.500 - Rp 2.500 per kilogram," terangnya.

Untuk menjaga kualitas produknya, perempuan 54 tahun itu selalu menjaga kualitas bahan baku sebelum diolah

Terhadap singkong yang kualitasnya kurang prima, ia tidak berani memakainya untuk membuat olahan keripik kepompong. 

Selain dari wilayah Kecamatan Gemawang, Amaningsih juga sering mencari singkong berkualitas di beberapa daerah lain, seperti contoh di Kecamatan Tretep. 

"Untuk bahan baku singkong masih aman, begitu pun bahan baku kayu bakar masih banyak.

Kalau bahan baku bumbunya juga banyak, paling garam dan bawang putih. Juga dikasih penyedap rasa," jelasnya. 

Semenjak terdampak pandemi Covid-19, produk keripik kepompongnya sempat turun hingga 50 persen.

Namun, perempuan 4 anak itu mengaku bersyukur karena usahanya masih tetap berjalan dalam suasana yang serba sulit.

Kata Amaningsih, produksinya sempat mengalami pasang surut selama pandemi Covid-19 berlangsung.

Beberapa karyawannya sempat diberhetikan sementara sebagai upaya mengefisiensikan pengeluaran.

Kini, usahanya berangsur pulih seiring aktivitas masyarakat mulai normal kembali.

Ia juga kerap kali mendapatkan bantuan alat pendukung dari pemerintah daerah sebagai UMKM percontohan.

Tak hanya itu, melalui usanya, Amaningsih juga berhasil menghantarkan anak-anaknya hingga menempuh pendidikan di bangku perkuliahan. 

Sebagai wujud syukurnya, Ia berkeinginan agar usaha keripik kepompongnya bisa diteruskan oleh salah satu anaknya kelak.

"Sekarang yang terpenting adalah sehat. Semoga nanti bisa diteruskan anak dan lebih maju lagi.

Sehingga bisa narik masyarakat sekitar untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan tambahan.

Ini mau mencoba buat usaha dengan bahan baku sama dan metode yang sedikit berbeda oleh anak saya di Muntung Candiroto," tuturnya. (Sam)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved