Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pupuk Bersubsidi

KTNA Sragen Ngotot Minta Subsidi Pupuk Kimia: Buat Apa Pupuk Organik Disubsidi? Bisa Bikin Sendiri

KTNA Sragen meminta pemerintah mengganti subsidi pupuk organik cair ke pupuk kimia.

Istimewa
Ilustrasi pupuk. 

Penulis : Mahfira Putri Maulani

TRIBUNJATENG.COM, SRAGEN – Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen berkirim surat ke Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati. Dalam surat tersebut setidaknya ada dua point yang disampaikan.

Pertama, KTNA meminta Bupati agar bisa mengusulkan ke pemerintah pusat pimpinan Presiden Joko Widodo untuk mengalihkan pupuk cair bersubsidi ke pupuk kimia bersubsidi.

Selain itu KTNA juga menyatakan menolak kebijakan impor beras di saat panen raya. Ketua KTNA Sragen Suratno menyampaikan surat sudah dilayangkan ke bupati.

Dia mengatakan KTNA akan beraudiensi dengan Bupati untuk menyampaikan hal-hal yang dihadapi petani belakangan. Seperti kebijakan pupuk bersubsidi terjadi kenaikan harga serta ada dua jenis pupuk yang hilang, yakni SP36 dan ZA.

"Disaat dua jenis pupuk bersubsidi hilang justru muncul pupuk organik cair bersubsidi. Buat apa pupuk cair itu? karena petani sudah bisa membuat sendiri," kata Suratno, Selasa (23/3/2021).

Suratno mengatakan alokasi pupuk bersubsidi terus menurun ditambah harga semakin mahal. Sementara terkait pupuk cair, petani tinggal diedukasi untuk membuat sendiri.

"Dengan adanya pupuk cair itu maka distribusinya akan sulit. Oleh karena itu, kami mendesak kepada Bupati supaya bisa mengusulkan ke pusat untuk mengalihkan pupuk cair itu ke pupuk kimia" jelasnya.

Dengan harga pupuk yang mahal dan alokasi yang turun dikatakannya akan berpengaruh pada biaya produksi petani.

Biaya produksi petani yang tinggi ini tidak diimbangi dengan kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) masih berada di bawah harapan petani.

"Mestinya HPP itu minimal di angka Rp4.500/kg untuk gabah kering panen. HPP yang dipakai Bulog untuk menyerap gabah petani masih kurang tinggi," katanya.

Dia mengatakan agar biaya produksi petani bisa tertutup, maka pemerintah diharapkan hanya mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) minimal untuk beras, bukan maksimal.

Sementara harga beras maksimal, agar diserahkan kepada mekanisme pasar. Sementara itu terkait impor beras di panen raya dirinya menolak keras.

Dia mengatakan pemerintah pusat sering kali mengambil kebijakan impor saat panen raya. Dia berpendapat kebijakan tersebut sangat merugikan petani karena harga panen menjadi semakin jatuh.

"Pengaruh cuaca saja sudah membuat harga gabah jatuh ditambah dengan adanya kebijakan impor beras," ungkapnya. 

(*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved