Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

9 Demonstran Lagi Tewas, Warga Sipil Terus Jadi Korban Kekerasan Aparat Myanmar

jatuhnya korban jiwa tak menyurutkan semangat para demonstran. Setidaknya 320 orang telah tewas dalam tindakan brutal militer per Kamis malam

Editor: Vito
via Tribunnews
Demonstran di seluruh Myanmar menggelar aksi menyalakan lilin pada Rabu (24/3/2021) malam. 

YANGON, TRIBUN - Kekerasan aparat keamanan Myanmar hingga mengakibatkan korban jiwa masyarakat sipil terus terjadi. Pada Kamis (25/3), militer kembali menembak mati sembilan demonstran.

Ribuan orang mengadakan aksi protes terhadap kudeta yang menjatuhkan pemimpin sipil yang sah Aung San Suu Kyi, di ibu kota komersial Yangon dan kota-kota lain pada Kamis (25/3), menurut para saksi dan postingan media sosial, seperti dilansir Reuters, Jumat (26/3).

Meski demikian, jatuhnya korban jiwa tak menyurutkan semangat para demonstran.

"Apakah kita bersatu? Ya kita satu," teriak demonstran di Monywa. "Revolusi harus menang," terdengar pekikan demonstran.

Setidaknya 320 orang telah tewas dalam tindakan brutal militer per Kamis malam, menurut angka yang dihitung kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).

AAPP mencatat sembilan kematian demonstran di tangan pasukan keamanan pada hari Kamis terjadi di kota Pung Thingangyun Yangon, kota Khin-U di Wilayah Sagaing, kota Mohnyin di Negara Bagian Kachin, dan Kota Taunggyi di Negara Bagian Shan.

Outlet media lain melaporkan setidaknya tujuh demonstran terluka ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan di berbagai tempat. Reuters tidak dapat memverifikasi laporan secara independen.

Seorang warga Yangon mengatakan, tentara menembaki gedungnya setiap malam pada minggu ini dan memeriksa rumah-rumah yang mereka anggap mencurigakan.

"Bahkan jika mereka tidak menemukan apa-apa, mereka mengambil semua yang mereka inginkan," katanya, kepada Reuters.

Terbaru, markas partai pemimpin sipil yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, di kota terbesar Myanmar, Yangon, Jumat (26/3), menerima serangan bom molotov yang menyebabkan kebakaran.

Bom molotov dilemparkan di kantor Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), kata seorang pejabat partai seperti dilansir AFP dan Channel News Asia, Jumat (26/3).

Sekitar pukul 04.00 pagi pada hari Jumat, seorang penyerang melemparkan bom molotov di markas NLD Yangon, menyebabkan api berkorbar membakar gedung.

"Ketika penduduk di dekatnya tahu tentang kebakaran, mereka memanggil pemadam kebakaran untuk memadamkannya. Api baru bisa terkendali sekitar pukul 05.00 pagi," kata Soe Win, anggota NLD, yang bertanggung jawab atas kantor pusat, kepada AFP.

Menurut dia, seseorang menyalakan bom Molotov dan melemparkannya ke markas. Hanya pintu masuk kantor yang hangus.

"Kami harus mengajukan pengaduan ke polisi. Kami tidak tahu siapa yang melakukan ini, tetapi itu tidak baik sama sekali," kata Soe Win, menolak berspekulasi tentang alasan serangan itu.

Insiden itu datang menjelang Hari Angkatan Bersenjata, pada hari ini, Sabtu (27/3), ketika militer akan menunjukkan kekuatannya dalam parade tahunannya. Militer juga berusaha meredam aksi demonstrasi pada hari itu.

Sanksi

Sementara itu Amerika Serikat (AS) dan Inggris muncul dengan tekanan internasional kepada junta penguasa Myanmar,di mana pada hari Kamis memberikan sanksi baru terhadap bisnis-bisnis yang dikendalikan militer.

Di Washington, Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi baru yang menyasar Myanma Economic Holdings Public Company Limited (ed. correct) dan Myanmar Economic Corporation Limited.

Kedua perusahaan itu adalah bagian dari jaringan yang dikendalikan militer dan mencakup berbagai sektor dari pertambangan ke pariwisata. Perusahaan-perusahaan ini telah memperkaya para jenderal.

Langkah Washington membekukan aset apa pun yang dipegang oleh militer Myanmar di AS. Sanksi yang diberikan juga melarang perusahaan atau warga AS untuk berdagang atau melakukan transaksi keuangan dengan mereka yang masuk dalam daftar hitam tersebut.

"Perusahaan-perusahaan itu tidak ditujukan untuk rakyat Burma. Tindakan-tindakan ini secara khusus akan menargetkan mereka yang memimpin kudeta, kepentingan ekonomi militer, dan aliran dana yang mendukung penindasan brutal militer Myanmar," kata Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken dalam sebuah pernyataan.

Dalam sebuah langkah yang dikoordinasikan dengan AS, bekas kekuatan kolonial Inggris mengatakan akan membidik Myanma Economic Holdings Ltd, atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap warga sipil dengan tokoh-tokoh militer senior di dalamnya.

Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab mengatakan, sanksi-sanksi itu akan membantu menguras sumber keuangan mereka atas tindakan represi militer.

Langkah-langkah AS sebelumnya telah memukul individu yang terkait dengan kudeta, sementara pemimpin junta dan komandan tentara Jenderal Min Aung Hlaing sudah masuk daftar hitam karena masalah HAM sebelumnya.

Uni Eropa mengumumkan sanksi terhadap 11 individu pada hari Senin lalu, dan diperkirakan akan segera menargetkan para konglomerat lain.

Tetapi, meski banyak pemerintah asing telah mengutuk tindakan militer, Thomas Andrews, pelapor khusus PBB tentang HAM di Myanmar, mengatakan, respon diplomatik itu lambat dan keluar dari langkah dengan skala krisis.

"Kondisi di Myanmar memburuk, dan kemungkinan akan jauh lebih buruk tanpa respons internasional segera, kuat, untuk mendukung mereka yang dikepung," katanya, menyerukan pertemuan puncak darurat tentang krisis tersebut. (Tribunnews)

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved