Breaking News
Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Blora

Kisah Maling Genthiri: Si Robin Hood Asal Blora

Kedua tokoh cerita rakyat ini memiliki karakter yang sama, yakni pencuri yang suka membagikan hasil jarahannya kepada warga miskin.

Penulis: Rifqi Gozali | Editor: M Syofri Kurniawan

TRIBUNJATENG.COM, BLORAInggris punya Robin Hood, Blora punya Maling Genthiri.

Kedua tokoh cerita rakyat ini memiliki karakter yang sama, yakni pencuri yang suka membagikan hasil jarahannya kepada warga miskin.

Kisah Maling Genthiri, atau ada yang menyebutnya Kentiri, sangat lekat dengan masyarakat Blora, terutama bagi masyarakat Desa Kawengan, Kecamatan Jepon.

Baca juga: Istri Terduga Teroris di Banyumas Debat dengan Densus 88 Soal Uang Jual Herbal Saat Rumah Digeledah

Baca juga: Nasib Koboi Fortuner yang Keluarkan Pistol, Ditahan & Perusahaan Miliknya Dihajar Bintang 1 Netizen

Baca juga: Kecelakaan Maut di Siliwangi Semarang, Seorang Pria yang Disebut Kyai Meninggal Tabrak Truk Parkir

Baca juga: Tinggal Selangkah Lagi, Citilink Mendarat di Bandara Ngloram Blora

Di desa ini terdapat makam yang dipercaya sebagai makam Mbah Genthiri.

Letak makamnya berada di kompleks pemakaman umum desa.

Makam yang dipercaya sebagai tempat persemayaman terakhir Mbah Genthiri berada di dalam cungkup dikelilingi pagar kayu.

Di dalam cungkup hanya ada satu makam berikut kelambu putih lusuh yang menyelimutinya.

Berdasarkan keterangan perangkat desa setempat, Ramelan, warga Kawengan percaya bahwa Mbah Genthiri adalah tokoh masa lalu dengan segenap kisah hidupnya yang heroik.

Meski memiliki kebiasaan mencuri tapi Mbah Genthiri memberikan barang hasil curiannya untuk warga miskin.

Dari situ seolah terselip pesan, sudah sepatutnya orang kaya menyisakan perhatian atas keberadaan warga miskin.

“Mbah Genthiri itu ilmunya luar biasa, tapi maling.

Malingnya adalah orang kaya atau orang berada, hasil malingnya dikasihkan orang miskin dan janda yang tidak punya apa-apa,” kata Ramelan.

Kisah heroik Mbah Genthiri yang sarat akan pesan keberpihakan kepada ‘wong cilik’ sampai sekarang masih terngiang di benak warga Kawengan.

Untuk mengenangnya, setiap 1 Sura di makam tersebut digelar haul sekaligus doa bersama.

Kata Ramelan, sampai saat ini juga masih terdapat para peziarah yang datang dari berbagai daerah di sekitar Blora. “Paling ramai adalah saat Kamis Kliwon malam Jumat Legi.”

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved