Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

TADARUS

TADARUS bersama KH Rofiq Mahfudz: Puasa Wahana Menyensor Diri

INTI berpuasa adalah “Pengendalian Diri”. Kalimat ini mudah diucapkan tetapi sulit untuk dipraktikkan. 

Editor: iswidodo
tribunjateng/ist
KH Rofiq Mahfudz, Wakil Sekretaris PWNU Jawa Tengah 

Oleh : KH Rofiq Mahfudz | Wakil Sekretaris PWNU Jawa Tengah

INTI berpuasa adalah “Pengendalian Diri”. Kalimat ini mudah diucapkan tetapi sulit untuk dipraktikkan. Pengendalian diri yang dimaksud tentu bukan sekedar menahan haus dan lapar, lebih dari itu adalah ketahanan diri seseorang untuk tidak melakukan perbuatan yang bisa merugikan orang lain. Dalam pemahaman yang sangat sederhana pengendalian diri itu melawan diri sendiri. Caranya bagaimana?, caranya menahan diri agar tidak tergoda oleh nafsu yang mendorong pada sebuah tindakan dan prilaku tercela, seperti Ananiyah (egois, individualis), Ghadab (mudah marah), Ghibah (menggunjing), Hasad (iri, dengki), dan Namimah (menyebar fitnah).

Dalam sejarahnya, tradisi berpuasa bagi orang-orang terdahulu memiliki tujuan yang bervariasi. Ada yang berpuasa karena untuk mensucikan tubuh dan fikiran, ada yang berpuasa supaya tubuhnya tetap sehat, adapula berpuasa karena alasan untuk mengendalikan hawa nafsunya. Nafsu sesorang merupakan kekuatan psikologis yang mendorong suatu hasrat atau keinginan terhadap suatu objek dalam situasi tertentu demi pemenuhan emosi. Pada hakikatnya nafsu itu mengarah kepada dua perbuatan, yakni antara keburukan dan kebaikan, jika nafsu tidak bisa dikendalikan maka bisa mengarah ke dalam sifat ke burukan, sebaliknya bila nafsu itu bisa dikendalikan akan mengarah ke perbuatan yang baik.

Dalam ajaran Islam tujuan berpuasa secara tegas dijelaskan dalam Alquran surah Al-Baqarah [2]: 183 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” maksud ayat ini sebagaimana penjelasan Imam Al Lusi adalah berpuasalah kalian sebagaimana puasanya orang-orang terdahulu-dari mulai Nabi Adam AS hingga sekarang sebagai ummatnya kanjeng Nabi Muhammad SAW agar menjadi pribadi Muslim yang bertakwa kepada Allah SWT. Yakni, mengerjakan semua perintah Allah, dan menjauhi semua yang dilarang Allah.

Jenis dan Tingkatan orang berpuasa

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa Puasa memiliki tiga tingkat. Yakni puasanya orang awam (Shaumul umum), puasanya orang khusus ‎( shaumul ‎khusus ) dan puasa khusus buat orang khusus (shaumul khususil khusus).

Pertama, Puasa orang awam (orang kebanyakan), adalah menahan makan dan minum dan menjaga kemaluan dari godaan syahwat. Tingkatan puasa ini adalah tingkatan puasa yang paling rendah, kenapa? Karena dalam puasa ini hanyalah menahan dari makan, minum, dan hubungan suami istri, maka kata Rasulullah SAW puasa orang ini termasuk puasa yang merugi yaitu berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala melainkan sedikit. Rasulullah SAW bersabda: “banyak orang berpuasa tapi tidak mendapatkan pahala berpuasa, yang ia dapatkan hanya lapar dan dahaga.”

Kedua, ‎Puasanya orang khusus adalah puasa ini selain menahan makan dan minum serta syahwat juga menahan pendengaran, pandangan, ucapan, gerakan tangan dan kaki dari segala macam bentuk dosa,” Maka puasa ini sering disebutnya dengan puasanya para Shalihin (orang-orang saleh).

Ketiga, Puasa khususnya orang yang khusus adalah ‎puasanya hati dari kepentingan jangka pendek dan pikiran-pikiran duniawi serta menahan segala hal yang dapat memalingkan dirinya pada selain Allah SWT. Tingkatan puasa yang ketiga ini adalah tingkatan puasanya para Nabi, Shiddiqqiin, dan Muqarrabin.

Menyensor Diri

Ramadhan adalah momentum untuk menyensor diri dari prilaku yang tidak terpuji. Menyensor diri ada baiknya di awali dari diri kita sendiri terlebih dahulu sebelum menyeru kepada orang lain. Sebagai individu muslim sudah semestinya bulan suci Ramadhan kali ini dijadikan sebagai wahana untuk memperkuat spirit dalam membangun moralitas dan budi pekerti yang luhur ditengah kemajuan tekhnologi digital yang sulit untuk dibendung, dimana seseorang dapat memperoleh kemudahan informasi yang disajikan secara terbuka. Hal ini mempermudah dorongan nafsu seseorang untuk berbuat keburukan.

Prilaku buruk yang paling nyata di era digital sekarang ini seperti ujaran kebencian sesama anak bangsa, caci maki sesama muslim,dan penganut agama lain, menyebarkan informasi hoax, pamer kekayaan, prostitusi online dan lainya dengan menggunakan media sosial seperti twitter, facebook, instagram, whatsapp, youtube sebagai sarana untuk melakukan perbuatan-perbuatan buruk yang mengarah pada perbuatan dosa. Seorang mungkin bisa menahan haus dan lapar dari pagi sampai sore di bulan Ramadhan, tetapi seseorang belum tentu bisa menahan jari-jarinya untuk tidak bergerak di gadgetnya dari pagi sampai sore bahkan malam.

Maka menyensor diri di era digital yang paling efektif adalah menahan tangan dan jari-jari untuk tidak bergerak menjalankan perintah hati yang tidak baik, tetapi akan bergerak pada gerakan hati yang mengajak dalam kebaikan. Kalau ada pepatah mengatakan “Mulutmu adalah harimau mu,” maka dalam era di gital bisa menjadi “Jari-jarimu adalah harimaumu,” sebab tindakan baik sekarang tidak saja diukur dengan perkataan yang baik tetapi bisa diukur bagaimana prilaku dalam menggunakan jejaring internet terutama perkataannya di media sosial.

Oleh karena itu menurut Al-Ghozali, seseorang akan mencapai kesempurnaan dalam berpuasa setidaknya bisa melewati enam hal sebagai prasayaratnya, yaitu menahan pandangan dari segala hal yang dicela dan dimakruhkan, menjaga lidah dari perkataan yang sia-sia, berdusta, mengumpat, berkata keji, dan berdiam diri. Enam hal inilah sebagai ikhtiar yang saya sebut “menyensor diri”. lalu bagaimana sebaiknya sebagai seorang muslim yang menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan kali ini ?

Syekh Muhammad ibn 'Umar Nawawi al Bantani dalam kitab Nihayah al-ain fi'Irsyad al-Mubtadin ; menjelaskan bulan suci Ramadhan itu adalah bulan pengampunan dan penuh keberkahan maka bagi orang berpuasa di bulan Ramadhan hendaknya memperbanyak amalan-amalan kebaikan. Setidaknya ada beberapa amalan kebaikan itu diantaranya (1). Mengakhirkan sahur (2). Menyegerakan buka (3). Membaca doa sebelum berbuka (4). Mandi besar sebelum terbit fajar (5). Menghindari perkataan kotor (6). Menahan diri dari godaan (7). Memperbanyak sedekah (8). I'tikaf di Masjid (9). Mengkhatamkan Alquran (10). Istiqamah menjalankan amalan sunnah. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved