Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Idul Fitri 2021

Khutbah Idul Fitri: Makna Idul Fitri dan Syawal

Berikut materi khutbah idul fitri dengan tema Makna Idul Fitri dan Syawal sebagai amalan sunah berpahala setelah mengerjakan salat idul fitri.

MOSLEMWORLD
Khutbah idul fitri: makna idul fitri dan syawal 

TRIBUNJATENG.COM - Berikut materi khutbah idul fitri dengan tema Makna Idul Fitri dan Syawal.

Khutbah idul fitri merupakan amalan sunah berpahala setelah mengerjakan salat idul fitri.

Manfaatnya beragam.

Seperti meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT hingga penguat keimanan sesorang muslim dalam beraktivitas sehari-hari.

Baca juga: Khutbah Idul Fitri Syawal Bulan Peningkatan Amal

Baca juga: Amalan-amalan Sunnah Sebelum Sholat Idul Fitri Meski Dikerjakan di Rumah

Baca juga: Tata Cara Sholat Idul Fitri di Rumah, Sendiri maupun Berjamaah

Selain itu materi khutbah idul fitri ini dapat menjadi referensi pembantu bagi khatib idul fitri.

Selengkapnya simak materi khutbah idul fitri yang ditulis Muhammad Ishom, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.

Melalui situs islam.nu.or.id, Muhammad Ishom menulis materi khutbah idul fitri berjudul Makna Idul Fitri dan Syawal.

Khutbah I

الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر

اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كثيرا وسبحان الله بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ

اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ،

أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسولُه،

اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وعلى اله وأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أما بعد:

فيايها الإخوان، أوصيكم و نفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله تعالى في القران الكريم: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمان الرحيم:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صدق الله العظيم

Ma’asyiral muslimin hafidhakumullah.

Pada saat ini kita semua patut bersyukur bahwa bulan suci Ramadhan baru saja kita lalui bersama dengan baik.

Ini berarti kita semua telah lulus ujian, yakni berhasil menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh sesuai dengan ketentuan syari’at.

Sekarang juga, kita patut bergembira karena di samping telah berhasil menambah pundi-pundi pahala, juga dosa-dosa kita diampuni oleh Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu;

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ‏

"Barangsiapa berpuasa ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."

Dari hadis tersebut lahirlah makna Idul Fitri yang dalam konteks Indonesia tidak hanya secara bahasa bermakna Hari Raya setelah berakhirnya Ramadhan, atau yang dalam Kamus Al-Maany dimaknai sebagai

اَليَوْمُ اْلأوَّلُ الَّذِي يَبْدَأُ بِهِ الإفْطَارُ لِلصَّائِمِيْنَ

"Hari pertama bagi orang-orang yang berpuasa Ramadan mulai kembali berbuka [dengan makan dan minum seperti di hari-hari biasa]), tetapi juga secara konseptual bermakna 'kembali suci' seperti ketika kita baru terlahir ke dunia."

Makna secara konseptual tersebut, yakni kembali suci, secara budaya telah diterima umat Islam Indonesia dari generasi ke generasi dengan merujuk pada maksud hadis di atas.

Setidaknya hal ini merupakan doa kita semua kepada Allah dan semoga dikabulkan. Amin.

Namun demikian perlu ada ketegasan bahwa yang dimaksud 'kembali suci' dalam konteks ini adalah terbebas dari dosa-dosa kepada Allah SWT saja karena hanya menyangkut hablum minallah.

Sedangkan 'kembali suci' dari dosa-dosa kepada manusia tidak otomatis terjadi.

Karena hal ini menyangkut hablum minannas.

Semua persoalan yang terkait dengan sesama manusia harus diselesaikan sendiri antarsesama manusia.

Oleh karena itu, kita akan benar-benar mencapai Idul fitri dalam arti 'kembali suci' seperti ketika baru terlahir ke dunia.

Apabila urusan dosa-dosa dengan sesama manusia bisa kita selesaikan dengan berakhirnya Ramadan, tentu saja lebih baik urusan dosa dengan sesama manusia bisa kita selesaikan sesegera mungkin tanpa menunggu berakhirnya Ramadan.

Jadi maksudnya, jangan sampai hingga datangnya bulan Syawal ini kita masih memiliki dosa-dosa dengan sesama manusia yang belum terselesaikan.

Jika itu terjadi, maka sudah pasti dosa-dosa kepada sesama manusia tersebut akan menghalangi kembalinya kita kepada fitrah atau suci.

Hal inilah yang kemudian melahirkan tradisi saling bermaaf-maafan diantara umat Islam yang di Indonesia dikenal dengan halal bi halal.

Tradisi ini tentu saja baik karena dapat memperbaiki hubungan antarsesama manusia yang kadang-kadang memang sulit terhindar dari konflik, ketegangan dan bahkan permusuhan.

Ma’asyiral muslimin hafidhakumullah.

Datangnya Idul Fitri membawa kita semua kembali pada kesucian sebagaimana telah diuraikan di atas.

Lalu, bagaimanakah kita menyikapi hari-hari setelah kita kembali pada keadaan suci ini?

Setidaknya ada dua jawaban sebagai berikut;

Pertama, kita hendaknya meneruskan kebaikan yang sudah dicapai selama Ramadan.

Dalam kaitan ini Syekh Muhammad ibn ‘Umar Nawawi al-Bantani mengingatkan salah satu dari kesepuluh amaliah sunah ramadan dalam kitabnya berjudul Nihâyah al-Zain fî Irsyâd al-Mubtadi’in.

Yakni istiqamah dalam menjalankan amaliah Ramadan dan melanjutkan amaliah-amaliah tersebut di bulan-bulan berikutnya.

Kita bisa melanjutkan amaliah-amaliah sunah di bulan Ramadan seperti menahan lisan dan anggota badan lainnya dari perkara-perkara yang tak berguna.

Apalagi perkara-perkara haram, memperbanyak sedekah, memperbanyak i'tikaf, menghatamkan Alquran setidaknya sebulan sekali, dan sebagainya.

Maka itu berarti kita melakukan upaya peningkatan kualitas ruhani kita.

Peningkatan semacam itu sejalan dengan makna kata 'Syawal' (شَوَّالُ) yang secara etimologis berasal dari kata 'Syala' (شَالَ) yang berarti irtafaá (اِرْتَفَعَ).

Dalam bahasa Indonesia berarti 'meningkatkan'.

Tentu saja mungkin kita tidak bisa melakukan persis sama dengan apa yang kita lakukan selama Ramadan dalam rangka peningkatan amal karena berbagai alasan, seperti kesibukan menjalankan tugas sehari-hari dan sebagainya.

Tetapi setidaknya ada ikhtiar kita untuk melestarikan ibadah-ibadah seperti itu, misalnya dengan menjauhi maksiat, berpuasa 6 hari di bulan Syawal dan sebagainya.

Ramadan memang dimaksudkan sebagai bulan tarbiyah atau bulan pendidikan dimana umat Islam digembleng selama sebulan penuh agar menjadi orang-orang yang bertakwa kepada Allah SWT.

Ma’asyiral muslimin hafidhakumullah.

Kedua, menjaga agar kita tidak mengalami kebangkrutan amal yang telah kita raih baik sebelum dan selama Ramadan dengan cara tidak menzalimi orang lain.

Dalam hal ini Rasulullah SAW menjelaskan tentang kebangkrutan amal sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah;

“أَتَدْرُوْنَ مَا الْمُفْلِسُ؟”قَالَ

"Tahukah kalian siapakah orang yang mengalami kebangkrutan amal? Tanya Rasulullah kepada para sahabat. Mereka menjawab:

قَالُوْا: اَلْمُفْلِسُ فِيْنَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ

Para sahabat menjawab; orang bangkrut menurut pendapat kami ialah mereka yang tiada mempunyai uang dan tiada pula mempunyai harta benda.

فَقَال

Maka Nabi menjawab;

“إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي، يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هٰذَا، وَقَذَفَ هٰذَا، وَأَكَلَ مَالَ هٰذَا، وَسَفَكَ دَمَ هٰذَا، وَضَرَبَ هٰذَا. فَيُعْطِى هٰذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهٰذَا مِنٰ حَسَنَاتِهِ. فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ، قَبْلَ أَنْ يَقْضَى مَا عَلَيْهِ، أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ. ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ”

Sesungguhnya orang bangkrut dari umatku ialah mereka yang pada hari kiamat membawa amal kebaikan dari salat, puasa, dan zakat. Tetapi mereka dahulu pernah mencaci maki orang lain, menuduh (dan mencemarkan nama baik) orang lain, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang lain dan memukul orang lain. Maka kepada orang yang mereka salahi itu diberikan pahala amal baik mereka; dan kepada orang yang lain lagi diberikan pula amal baik mereka. Apabila amal baik mereka telah habis sebelum utangnya lunas, maka diambillah kesalahan orang yang disalahi itu dan diberikan kepada mereka; Sesudah itu, mereka yang suka mencaci, menuduh, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang lain, dan memukul orang lain itu, akan dilemparkan ke dalam neraka."

Ma’asyiral muslimin hafidhakumullah.

Hadis tersebut hendaklah dapat kita hayati bersama karena memberikan kesadaran kepada kita betapa pentingnya menghindari perbuatan menzalimi sesama manusia.

Alasannya adalah kezaliman-kezaliman seperti itu dapat membuat kita bangkrut secara agama.

Yakni ludesnya amal-amal kebaikan kita yang telah kita kumpulkan dengan susah payah selama bertahun-tahun, bahkan selama hidup kita.

Untuk itu apabila kita sayang pada diri sendiri, maka jagalah agar amal-amal baik kita bisa kita rawat dengan sebaik-baiknya.

Sehingga tidak musnah sia-sia dengan cara kita harus bisa mengendalikan diri kita sehingga orang lain selamat dari perbuatan menzalimi orang lain.

Seperti menyakiti hati, menghujat, memaki, memfitnah, menuduh tanpa bukti, mengambil hak seperti mencuri, korupsi, membunuh, menyakiti secara fisik, dan sebagainya.

Ma’asyiral muslimin hafidhakumullah.

Mudah-mudahan apa yang khatib sampaikan tadi terkait dengan apa yang harus kita lakukan setelah Ramadan, dapat bermanfaat bagi kita semua, dan khususnya bagi khatib pribadi.

Mudah-mudahan pula kita semua senantiasa mendapat petunjuk dari Allah SWT.

Sehingga hal-hal jelek seperti yang tadi khatib kemukakan benar-benar dapat kita hindari bersama, dan akhirnya kita semua kelak diterima di sisi Allah SWT dan ditempatkan di surga bersama Rasulullah SAW dan orang saleh lainnya. Amin, amin ya rabbal 'alamin.

أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ.

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الاَبْتَرُ

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اللهُ اَكْبَرْ (٣×) اللهُ اَكْبَرْ (٤×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.

وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ.

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ

فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ

اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.

رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Demikian materi khutbah idul fitri secara singkat, semoga bermanfaat. (amk)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved