Opini Hari Ini
OPINI DR. Apt. Sri Haryanti, M.Si : Memaknai Lebaran Tanpa Mudik
LEBARAN adalah hari raya umat Islam setelah menyelesaikan ibadah puasa di bulan Ramadan. Lebaran atau Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal,
Oleh DR. Apt. Sri Haryanti, M.Si
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang
LEBARAN adalah hari raya umat Islam setelah menyelesaikan ibadah puasa di bulan Ramadan. Lebaran atau Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal, diantara beberapa tradisi di Indonesia adalah mudik. Sebelum pandemik Covid-19, para perantau pulang kampung untuk berkumpul orang tua dan sanak saudara .
Tahun 2021, pemerintah telah resmi melarang mudik lebaran 6-17 Mei 2021 yang tertuang dalam surat edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021. Larangan tersebut dalam upaya pengendalian penyebaran Covid-19.
Tradisi di Indonesia
Di Indonesia, Idul Fitri juga dikenal dengan istilah lebaran. Idul Fitri berasal dari Bahasa Arab “id al-fitr” yang berarti kembali kepada fitrah, sedangkan lebaran, menurut beberapa sumber bacaan berasal dari kata yang di beberapa daerah berbeda artinya. Lebaran berasal dari kata “lebar”, menurut bahasa Jawa artinya usai, menurut Bahasa Sunda artinya melimpah ruah, menurut bahasa Betawi artinya luas dan dalam. Selain berasal dari kata “lebar”, juga berasal dari kata “lober” menurut bahasa Madura artinya tuntas.
Secara umum, setelah menyelesaikan puasa Ramadan selama satu bulan orang yang berpuasa mendapat pahala dari Allah, tidak ada dosa, sehingga kembali bersih sebagaimana saat dilahirkan. Nabi Muhammad bersabda bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa yang terdahulu untuk umatnya yang berpuasa dengan penuh keimanan dan keikhlasan. Allah tidak mengampuni dosa kepada sesama manusia, yang bisa mengampuni adalah orang kepada siapa kita telah berbuat dosa.
Membandingkan tradisi lebaran berbagai negara, ada kesamaan mencolok dari semua tradisi, yaitu bersilaturahmi dan bersantap bersama. Negeri Indonesia memiliki beberapa tradisi atau kebiasan lebaran, kebiasan tersebut turun-temurun menjadi warisan budaya yang belum terkikis oleh modernisasi. Tradisi merupakan istilah generik untuk menunjukkan segala sesuatu yang hadir menyertai kekinian (Rumadi, 2007). Beberapa tradisi tersebut adalah mudik, takbir keliling, halal-bihalal, makan ketupat dengan opor ayam, berkunjung ke tetangga atau sanak-saudara, dan lain-lainnya, semuanya mempunyai makna dan filosofi yang dalam.
Dalam filosofi Jawa, ketupat (kupat) diartikan “ngaku lepat” atau mengakui kesalahan. Bentuk ketupat adalah segi empat mempunyai makna “kiblat papat limo pancer” yang berarti empat arah mata angin dan satu pusat yaitu Allah SWT (Fitri Yanti, 2019). Tradisi sungkeman menjadi implementasi “ngaku lepat”, bagi orang Jawa, sungkeman adalah bersimpuh di hadapan orang tua untuk mohon ampun. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua.
Pengertian mudik adalah pulang ke kampung halaman (KBBI), kegiatan perantau atau pekerja migran untuk pulang ke kampung halaman (Wikipedia). Pola asuh anak, di Asia dikenal dengan pola asuh proksimal. Cirinya adalah kedekatan dan kontak fisik antara ibu dan anak yang dibangun dalam waktu yang cukup lama. Orang tua mengawasi perkembangan anak-anaknya hingga dewasa. Kondisi seperti itulah yang menjadikan anak mempunyai ikatan emosi yang kuat. Keinginan untuk pulang ke rumah, tempat yang telah menjadikan anak-anak memperoleh pendidikan, seolah-olah menjadi kewajiban. Secara sosiologis kebiasaan ini cukup mengikat, tetapi tidak memaksa karena kemungkinan sanksi yang akan muncul berupa cibiran (Wahyu Budi Nugroho, 2021). Rumah dalam Bahasa Al-Qur’an adalah sakan terambil dari akar kata yang berarti tenang, hal itu itu mengisyaratkan bahwa rumah seharusnya memberikan ketenangan kepada penghuninya (Quraish Shihab, 2003).
Kondisi Pandemi
Kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020, berselang 3 bulan setelah ditemukannya virus Corona di Wuhan, Cina 1 Desember 2019. Pada tanggal 11 Maret 2020 WHO mengumumkan bahwa Covid-19 menjadi pandemik di dunia. Di Indonesia, jumlah kasus Covid-19 meningkat cepat Kasus Covid-19 telah memporak-porandakan berbagai sektor di masyarakat. Di sektor pendidikan, diterapkan aturan belajar dari rumah (daring - dalam jaringan).
Covid-19 tidak membedakan korban berdasarkan usia, jenis kelamin, profesi, tingkat pendidikan, dan lain-lainnya. Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus Corona, setiap hari muncul di layar televisi untuk melaporkan data pasien positif virus Corona, data kematian, dan data kesembuhan.
Data dari Kementerian Kesehatan sampai dengan tanggal 16 Mei 2021, positif Covid-19 sebanyak 1.739.750, sembuh 1.600.857, dan meninggal 48.093 (https://www.kemkes.go.id/). Selain secara ketat menerapkan protokol kesehatan di berbagai aktivitas, Pemerintah juga sedang giat-giatnya vaksinasi kepada masyarakat. Sumber dari Kemenkes menyebutkan, varian baru virus antara lain B117, B 1351, dan B 1617.
Berbagai peraturan telah dikeluarkan oleh pemerintah guna menekan angka penyebaran virus. Aturan-aturan itu dikeluarkan baik dalam bentuk perpres, PP, hingga keppres. Peraturan terbaru adalah surat edaran (SE) no 13 tahun 2021 tentang larangan mudik Hari Raya Idul Fitri tanggal 6 Mei hingga 17 Mei 2021. Kemudian pada tanggal 21 April 2021, Satgas Covid-19 mengeluarkan addendum Surat Edaran No 13 tahun 2021 yang mengatur pengetatan persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN).
Memaknai Lebaran
Dalam konteks tradisi masyarakat Indonesia, mudik ke kampung halaman menjadi euphoria tersendiri, berkumpul di hari lebaran merupakan impian. Habitat kehidupan di sekolah, rumah, dan di masyarakat adalah sarana utama untuk menyebar luaskan iklim positif (Imam Robandi, 2020). Kondisi yang telah terbangun bertahun-tahun oleh semua anggota keluarga menyadarkan anggotanya atas manfaat kebersamaan dan ketenangan.
Keluarga yang bahagia dapat kita ibaratkan surga dunia, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa “Rumahku adalah Surgaku” (Bulletin Qulbun Salim, 2004). Perkembangan kepribadian anak-anak yang sempurna dan serasi, mereka harus tumbuh dalam lingkungan keluarga dalam suatu iklim kebahagiaan, penuh kasih sayang, dan pengertian. Dari beberapa fungsi keluarga salah satunya adalah memberikan pendidikan terbaik yang mencakup potensi fisik, potensi nalar, dan potensi nurani.
Perjuangan menghadapi pandemi Covid-19 masih berlangsung di berbagai negara, bahkan ada yang kewalahan. Sebut saja India sedang terjadi penambahan kasus covid yang luar biasa. Beberapa negara di Asia Tenggara juga terjadi peningkatan kasus sangat tajam, dan kemudian memberlakukan lagi pelbagai pembatasan kegiatan masyarakat.
Utamakan Kesehatan
Salah satu faktor yang dapat memperlambat penanganan persebaran Covid-19 adalah anakronisme. Anakronisme adalah cara pandang yang kurang tepat dalam menyikapi dan merespons persebaran virus. Anakronisme pertama adalah ikatan sosiologis yang kuat melalui pola hidup gotong-royong, seringkali dimanifestasikan melalui sentuhan fisik seperti bersalaman, berpelukan, cium pipi, dan semacamnya.
Anakronisme kedua adalah konstruksi pemahaman keagamaan masyarakat yang berlawanan dengan protokol pencegahan Covid-19. Keyakinan masyarakat bahwa kematian adalah takdir Allah. Pandemi Covid-19 sebagai adzab (hukuman) Allah atas dosa-dosa manusia, tidak perlu takut kepada siapapun termasuk Covid-19, kecuali takut kepada Allah.
Kesehatan dalam Islam adalah perkara yang penting, ia merupakan nikmat besar yang harus disyukuri oleh setiap hamba. Terkait pentingnya kesehatan, Rasulullah bersabda “Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu luang” (HR. Al-Bukhori, at-Tarmidzi, Ibnu Majah).
Tradisi lebaran yang ada di Indonesia sebenarnya tidak ada tersurat dalam tuntunan Alquran maupun hadist, tetapi hal tersebut diperkenankan jika tidak melanggar ajaran agama. Dalam kondisi sekarang, kesehatan lebih utama.
Dalam bukunya, Prof. Imam Robandi (2020) menuliskan "Ingatlah dan persiapkanlah generasi setelah kamu untuk menggantikanmu". Mudik yang selama ini dilakukan bertujuan berkumpul dengan keluarga, saat ini dapat digantikan dengan komunikasi secara virtual. Kesehatan masing-masing anggota keluarga lebih utama. Karena dengan kondisi sehat, seseorang dapat melakukan ibadah lebih khusuk, untuk meraih tujuan Idul Fitri yang sebenarnya. (*)