Berita Jawa Tengah
Kisah Perempuan Semarang yang Jalani Pernikahan Anak tak Mudah Menjalani Bahtera Rumah Tangga
Sebanyak 360 kasus pernikahan dini terjadi di Kota Semarang sepanjang tahun lalu. Berdasarkan data Kanwil Kemenag Jateng
Penulis: iwan Arifianto | Editor: Catur waskito Edy
"Banyak masalah timbul karena mungkin sama-sama mengedepankan ego masing-masing," ujar dia.
Meski telah memilih menikah dini, Bunga tak menyarankan orang lain mengikuti jejaknya.
Menurut Bunga, ada beberapa alasan mengapa ia tak menyarankan pernikahan dini.
Di antaranya persoalan finansial. Sebab, usia remaja umumnya belum mapan dan masih punya keinginan kuat membahagiakan diri sendiri.
Selain itu, usia muda juga belum didukung sistem reproduksi yang baik sehingga dapat menyebabkan kematian ibu dan bayi.
"Jika ada yang ingin menikah muda harus dipertimbangkan lagi apakah sudah ada tempat tinggal, pakaian, dan makanan yang layak?.
Sudahkah dapat mengontrol emosi dengan baik? Punya penghasilan tetap yang mencukupi?," lanjutnya.
Menyoroti hal itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Semarang, Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko mengatakan, perkawinan anak termasuk kekerasan terhadap anak dan sangat berpotensi terjadi kekerasan terhadap perempuan.
Pihaknya mencatat, tahun lalu menerima pengaduan mengenai perkawinan anak sebanyak 55 kasus.
Mayoritas aduan kasus karena perempuan mengalami kekerasan seksual dari pelaku sehingga disarankan untuk penyelesaian permasalahannya dengan cara menikah.
"Kami sangat menolak penyelesaian kasus kekerasan seksual dengan menikahkan pelaku dengan korban. Jika itu dilakukan sama artinya mendorong korban masuk lebih dalam ke lingkaran kekerasan pelaku," ujarnya.
Menurutnya, pernikahan seperti itu tidak melindungi hak korban namun lebih melindungi pelaku. Bahkan pelaku rentan akan melakukan pengulangan kekerasan tidak hanya dengan korban namun dapat melakukan dengan anak-anak yang lain.
Dengan demikian, pihak yang melakukan dan memberikan saran pada kasus kekerasan seksual terhadap anak untuk menikahkan dengan pelaku juga termasuk pelaku kekerasan.
"Penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan, dengan tetap melakukan dan/atau memberikan saran menikahkan pelaku dengan korban termasuk melanggengkan kekerasan seksual terhadap anak," ucapnya.
LBH APIK Semarang, dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan akan mendorong negara lebih responsif. Terutama dalam memberikan hak-hak korban di antaranya hak restitusi, hak pendidikan, hak rehabilitasi, dan hak anak korban.