Penanganan Covid19
BERITA LENGKAP : Kasus Covid-19 Seperti Bara dalam Sekam, Melonjak menjadi 1,88 Juta Kasus Positif
Melansir data Satgas Covid-19, hingga Kamis (10/6) ada tambahan 8.892 kasus baru infeksi virus corona di Indonesia, sehingga jumlah total menjadi 1,88
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Kasus baru covid-19 di Indonesia melonjak semakin kencang dalam beberapa waktu terakhir. Melansir data Satgas Covid-19, hingga Kamis (10/6) ada tambahan 8.892 kasus baru infeksi virus corona di Indonesia, sehingga jumlah total menjadi 1,88 juta kasus positif.
Sementara itu, jumlah yang sembuh dari infeksi virus corona bertambah 5.661 orang, sehingga menjadi sebanyak 1,72 juta orang. Sedangkan jumlah orang yang meninggal akibat covid-19 di Indonesia bertambah 211 orang menjadi sebanyak 52.373 orang.
Lonjakan kasus virus corona mulai marak ditemukan di sejumlah kabupaten/kota kecil hingga komunitas mikro seperti RT/RW di Indonesia, setidaknya dalam dua pekan terakhir.
Analisis pemerintah maupun masing-masing daerah mencatat kumpulan penyumbang kasus covid-19 terbanyak berasal dari klaster keluarga. Hal itu seperti terjadi di Bangkalan, Madura, Jatim; dan Kudus, Jateng.
Terus meningkatnya kasus harian covid-19 bahkan menyebabkan banyak tenaga kesehatan yang sudah divaksin juga ikut terpapar, hingga keterisian tempat tidur rumah sakit nyaris penuh.
Hal itu terjadi setelah pandemi covid-19 di Indonesia sempat stagnan berada di zona 'aman' sejak pertengahan Februari 2021. Indonesia sempat mengalami puncak kasus tertinggi mencapai 14 ribu kasus dalam sehari di akhir Januari 2021.
Kasus harian kini meningkat kembali nyaris mendekati 9 ribu dalam sehari. Lonjakan kasus pada sepekan terakhir diperkirakan sebagai dampak dari Idulfitri 1442 Hijriah.
Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo menyoroti kondisi covid-19 Indonesia terkini sebagai hasil akumulasi dari kasus-kasus positif corona yang 'tertimbun' sejak 2020 lalu. Ia menilai, terkuaknya kasus covid-19 di klaster mikro menunjukkan covid-19 di Indonesia seperti 'bara dalam sekam'.
"Jadi pandemi di Indonesia saat ini sudah seperti bara dalam sekam, bukan seperti arti peribahasanya ya. Namun 'bara dalam sekam' yang menunjukkan kasus di dalam terbakar, dan ternyata sudah menyebar, dan siap-siap muncul, meledak, kapan saja," katanya, dikutip CNNIndonesia.com, Selasa (8/6).
Windhu menekankan, kasus-kasus covid-19 yang belum terkuak akan mulai menyeruak apabila strategi tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) pemerintah benar-benar ditingkatkan secara maksimal. Apabila sebaliknya, ia yakin pandemi covid-19 di Indonesia semakin panjang, dan tak jelas arah pengendaliannya.
Windhu juga mengkritisi klaim pemerintah yang sempat menyebut kenaikan kasus covid-19 pasca-Lebaran tahun ini tidak lebih besar dari tahun lalu. Ia mengatakan, temuan kasus covid-19 akan selaras dengan hasil pemeriksaan warga.
Bila dihitung dalam sepekan terakhir, jumlah pemeriksaan covid-19 terhadap warga justru menurun. Pada periode 1-7 Juni, jumlah warga yang diperiksa sebesar 382.412 orang. Sementara sepekan sebelumnya, jumlah yang diperiksa 431.114 orang. Artinya, ada penurunan jumlah pemeriksaan covid-19 sebanyak 48.702 orang.
"Kita lihat dulu jumlah pemeriksaannya, wong kita masih sedikit. Sehingga kasus yang dilaporkan itu bisa jadi, kemungkinan besar, di bawah permukaan itu sudah banyak sekali," ucapnya.
Lebih besar
Apalagi ditambah dengan varian mutasi virus SARS-CoV-2 yang saat ini juga mulai bermunculan di Indonesia. Sehingga, Windhu mewanti-wanti kasus covid-19 bisa lebih besar lagi terjadi dari tahun lalu. Pasalnya, beberapa varian yang tergolong 'Variant of Concern (VoC)' memiliki kemampuan penularan masif hingga kebal dari vaksin Covid-19 yang sudah diberikan.
Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman terakhir mengungkapkan, sejauh ini sudah ada 59 kasus mutasi virus SARS-CoV-2 yang tergolong VoC yang merupakan varian yang diwaspadai WHO. Rinciannya, sebanyak 23 kasus dari varian B117, 32 kasus dari varian B1617, dan emmpat kasus dari varian B1351.
"Seperti dokter di Bangkalan ada yang meninggal, padahal sudah divaksin. Ini yang saya khawatirkan ada kemunculan varian di lingkup-lingkup mikro. Ini yang juga harus diperiksa sampel Whole Genome Sequencing-nya," jelas Windhu.
Tak hanya di Bangkalan, Data Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus per 4 Juni lalu mencatat sebanyak 358 tenaga kesehatan terpapar covid-19, meski mereka sudah menerima suntikan dosis vaksin covid-19 secara lengkap.
Adapun, Bupati Kudus HM Hartopo menyebut, penyebab terjadinya lonjakan kasus covid-19 di Kabupaten Kudus usai libur Lebaran 2021. Menurut dia, satu faktor yang memicu terjadinya lonjakan kasus covid-19 adalah masyarakat mulai abai menerapkan protokol kesehatan karena euforia sudah divaksinasi.
"Karena menganggap setelah divaksinasi itu bisa antivirus. Padahal vaksinasi itu hanya meningkatkan antibodi untuk imun, sehingga kalau terpapar ada gejala yang tidak berat," katanya, dalam diskusi secara virtual, Kamis (10/6).
Hartopo menuturkan, masyarakat Kudus yang melakukan tradisi ziarah makam dan saling mengunjungi rumah kerabat juga menjadi faktor penyebab lonjakan kasus covid-19. "Silaturahim ke saudara, melepas masker saat menikmati hidangan sambil ngobrol, nah ini potensi yang sangat luar biasa," ujarnya.
Selain itu, dia menambahkan, penularan kasus covid-19 juga terjadi di kawasan wisata, karena banyak kapasitas wisata melebihi 50 persen. Ia mengaku, sudah berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 daerah terkait dengan kerumunan di kawasan wisata tersebut, tetapi tidak efektif.
"Adanya pariwisata yang imbauan pemda kapasitas 50 persen ternyata pada melanggar, dan Satgasnya tidak efektif pada saat itu, artinya kita tutup yang untuk sekarang," ucapnya.
Senada, Epidemiolog Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman menduga bisa saja kenaikan kasus covid-19 di Indonesia karena adanya beberapa masyarakat yang merasa kebal covid-19 pascavaksinasi. Padahal, ia berujar, vaksinasi bukan jurus utama dalam mengendalikan pandemi covid-19. Atas dasar itu, ia meminta pemerintah untuk tidak terlalu mengglorifikasi vaksin di Indonesia.
Menurut dia, masih ada beberapa negara yang vaksinasinya rendah seperti Australia dan Selandia Baru, tetapi strategi 3T-nya tetap dikencangkan. Alhasil, negara-negara itu sejauh ini malah bisa dikatakan terbilang berhasil mengendalikan pandemi covid global di wilayahnya masing-masing sejak beberapa bulan lalu.
Selain itu, capaian vaksinasi covid-19 di Indonesia juga masih cenderung lamban dan jauh dari target awal. Kemenkes mencatat sebanyak 17,81 juta orang telah menerima suntikan dosis vaksin virus corona per Senin (7/6). Sementara 11,23 juta orang telah rampung menerima dua dosis suntikan vaksin covid-19 di Indonesia.
Itu artinya, selama hampir 5 bulan vaksinasi Indonesia berjalan, baru sekitar 6 persen dari target 181,55 juta warga sasaran vaksinasi yang sudah menerima suntikan dosis vaksin secara lengkap. Padahal, Presiden Joko Widodo menargetkan vaksinasi kepada 60-70 persen penduduk Indonesia itu rampung pada Desember 2021.
"Dari kenaikan kasus di kota-kota kecil ini kita harus belajar. Saya juga selalu ingatkan bahwa vaksinasi itu memang penting, tapi bukan ujung tombak. Apalagi dengan Indonesia yang capaian vaksinasi masih rendah sejauh ini. Tetap harus maksimal di 3T dan 5M," tukasnya. (cnn/kompas.com/kontan.co.id)
Puncak Gunung Es
Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo menyebut, strategi surveilans pandemi covid-19 di Indonesia tidak mengalami perubahan sejak awal. Strategi 3T dan protokol kesehatan 3M tetap menjadi primadona strategi pengendalian wabah di seluruh dunia. "Tameng, proteksi kita dari awal tetap sama, 3T dan 3M itu tidak boleh lelah dilakukan," tegasnya.
Ia pun meminta pemerintah membenahi strategi dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Berskala Mikro atau micro lockdown yang saat ini mulai berlaku di seluruh Indonesia sejak awal Juni hingga 14 Juni, dan sudah dipastikan akan diperpanjang lagi.
Windhu menilai, konsep micro lockdown di PPKM Mikro sudah apik. Hanya saja, ia menyoroti pemetaan zona risiko wilayah masih saja diberlakukan. Padahal menurutnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sudah mengatakan ada beberapa pihak forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda) yang sengaja menekan jumlah tes harian agar temuan covid-19 di wilayahnya relatif dilaporkan sedikit.
Ia menduga, hal itu dilakoni pemda dengan harapan daerah yang dipimpinnya dapat masuk kategori wilayah dengan risiko penularan rendah atau zona hijau. "Jadi gunanya apa zonasi? Lebih baik semua daerah diberlakukan micro lockdown. Apa yang disampaikan Pak Menkes itu memang betul terjadi. Zonasi jadi seperti buah delima, kuning di luar merah di dalam, atau semangka, hijau di luar tapi dalamnya merah," tandasnya.
Senada, Epidemiolog Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman pun menilai, temuan-temuan terkini soal kenaikan kasus covid-19 yang mulai menjangkiti kota-kota kecil menunjukkan bahwa kasus terpapar virus corona Indonesia yang dilaporkan pemerintah masih kategori puncak gunung es.
Apabila pengendalian pandemi covid-19 tak kunjung diperbaiki, Ia memprediksi, pada periode Juni-Juli ini merupakan masa potensi puncak tertinggi kasus akan terjadi lagi. "Klaster yang saat ini mulai muncul itu menunjukkan bahwa ini cerminan puncak gunung es, karena kasus di masyarakat bisa lebih dari itu," tuturnya.
Dicky menyoroti dua faktor penyebab klaster-klaster di lingkup mikro mulai merebak di Indonesia. Pertama, dari sisi pemerintah, ia menyebut pemerintah sedari awal serba telat dalam mengencangkan upaya 3T.
Dicky juga mengaku sangsi dengan data yang dikumpulkan pemerintah dari mulai awal pandemi hingga kini bahwa jumlah kasus covid-19 yang sebenarnya adalah 1,8 juta. Ia memprediksi kasus covid-19 Indonesia sejatinya lebih daripada itu, tetapi banyak didominasi kasus positif corona dengan asimptomatik alias Orang Tanpa Gejala (OTG).
"Kalau saya setidaknya prediksi di antara 5-10 persen, jadi 5 persen akhir tahun lalu, kalau sekarang mengarah 10. Jadi sekitar 20 jutaan, tapi itu didominasi OTG," ucapnya.
Kedua, Dicky menyatakan, penyebab klaster covid-19 meningkat adalah kontribusi warga. Ia menilai saat pandemi covid-19 sudah berjalan kurang lebih 14 bulan di Indonesia, psikologis warga mulai berubah. Dengan kata lain, sambungnya, kesadaran warga terhadap protokol kesehatan covid-19 malah merosot.
Dalam paparan data Satgas Covid-19 per 30 Mei misalnya, dapat dilihat masih ada 53 dari 352 kabupaten/kota yang tingkat kepatuhan memakai masker di bawah kurang dari 60 persen. Sementara rata-rata secara nasional dari 10,4 juta warga yang dipantau dalam sepekan, masih ada 11,55 persen warga yang tidak memakai masker.
Sementara untuk menjaga jarak, masih ada 55 dari 352 kabupaten/kota yang tingkat kepatuhan menjaga jarak di bawah kurang dari 60 persen. Sedangkan untuk rata-rata secara nasional masih ada 12,4 persen masyarakat yang tidak menjaga jarak.
"Kesadaran 3M warga menurun, padahal 3M itu tidak cukup, tapi harus 5M: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas," terangnya. (cnn)
Lockdown Lokal di Sejumlah Daerah
Peningkatan kasus covid-19 di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir terjadi dalam lingkup wilayah, sehingga menyebabkan harus diberlakukannya lockdown lokal tingkat RT.
Hal itu seperti terjadi Plosokuning V, Minomartani, Ngaglik, Sleman, DIY, di mana ditemukan sebanyak 34 orang dinyatakan positif terpapar covid-19 dalam satu RT. "Barusan tadi (siang kemarin-Red) direncanakan (lockdown) untuk RT 22," kata Camat Ngaglik, Subagyo.
Ia menuturkan, kasus pertama di wilayah itu terdeteksi pada Senin (7/6). Saat itu, diketahui ada seorang warga RT 22 RW 09 Plosokuning V yang dinyatakan positif terpapar virus Corona. "Awalnya ada orang yang bergejala, terus periksa mandiri, lalu ketahuan positif," katanya, saat dihubungi, Kamis (10/6).
Penelusuran kontak selanjutnya menyasar sejumlah orang dekat pasien tersebut. Hasilnya, diperoleh 10 kasus baru pada Rabu (9/6). "Lalu hari ini (kemarin-Red) ada 23 (kontak erat positif covid-Red), jadi totalnya 34 orang," jelasnya.
Sebelumnya, Pemerintah Kelurahan Karangsari, Kecamatan Kota Kendal, Kabupaten Kendal, melakukan lockdown lokal RT 01 RW 04, menyusul temuan sebanyak 78 warga di wilayah itu terpapar covid-19 usai mengikuti rombongan takziah ke kelurahan lain. Diduga mereka tertular usai mengikuti takziah di satu warga di Kelurahan Jotang.
Lurah Karangsari, Gatot Tunggul Wulung mengatakan, klaster baru penyebaran covid-19 di wilayahnya berawal adanya seorang warga yang melapor ke kelurahan mengeluh sakit berupa batuk-batuk dan meriang. Hal sama diketahui juga dirasakan warga lain dalam satu RT. "Kemudian kami lakukan tes swab kepada keluarganya. Hasilnya istrinya juga tertular covid-19," katanya, Rabu (9/6).
Setelah ditelusuri, orang tersebut mengikuti rombongan takziah di Kelurahan Jotang menaiki minibus, yang diisi sekitar 50 orang dari kapasitas 25 orang. Sehingga, semua orang dalam rombongan itu di-tracing petugas puskesmas dan dilakukan tes swab pada Jumat (4/6) lalu. Dari 20 sampel swab, 10 di antaranya dinyatakan positif covid-19.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kendal kemudian melakukan tes swab massal warga. "Dari 150 warga yang dijadwalkan tes swab, hanya 109 yang datang. Hasilnya 66 orang positif covid-19. Total ada 78 orang yang saat ini dinyatakan terpapar virus corona menjalani isolasi mandiri, yang delapan orang warga RT 05 RW 03," jelasnya.
Sementara, Ketua Harian Satgas Covid-19 Kota Bandung, Ema Sumarna menginstruksikan kepada para camat dan lurah bersama satgasnya agar tidak ragu mendorong digelarnya lockdown atau karantina. Apalagi, jika di wilayah terkecilnya seperti RT/RW terjadi eskalasi peningkatan kasus covid-19.
Pemberlakuan lockdown tingkat wilayah itu sudah dilakukan di RT 07 RW 09 Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Wilayah itu terpaksa melakukan lockdown karena ada satu keluarga besar, di mana delapan orang terkonfirmasi positif covid-19.(cnn/tribun jateng)
Baca juga: Chord Kunci Gitar Our Song Anne Marie Niall Horan