Pertanian Korut Hancur Akibat Cuaca Ekstrem, Terjadi Krisis dan Ancaman Kelaparan

Bahan makanan pokok menjadi langka pada Juni 2021, karena persediaan dari panen musim gugur sebelumnya mulai menipis, terutama jika panen memburuk.

Editor: Vito
(AFP/KCNA VIA KNS/STR)
Pemimpin Tertinggi Kim Jong Un 

TRIBUNJATENG.COM, PYONGYANG - Korea Utara (Korut) teracam kehabisan bahan pangan 2 bulan lagi. Pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong Un khawatir bencana kelaparan pada masa lalu dapat terjadi lagi.

Kim Jong Un telah membahas krisis yang berkembang di sektor pertanian negaranya pada Selasa (15/6/2021), dan mengakui situsinya makin tegang.

Diktator itu juga mengatakan kondisi ekonomi yang dikelola negara tidak dapat menopang kebutuhan makanan warganya. "Pasokan makanan Korea Utara tipis dan terjadi krisis," kata Kim, menurut kantor berita negara itu, KCNA.

Kim menolak untuk merinci sejauh mana krisis pangan negaranya saat ini, tapi dia baru-baru ini memperingatkan warga untuk bersiap menghadapi 'Arduous March', nama yang diberikan untuk krisis pangan pada 1990-an.

“Saya memutuskan untuk meminta organisasi Partai Buruh Korea di semua tingkatan, termasuk Komite Pusat dan para menteri, melakukan upaya yang lebih keras untuk membebaskan rakyat kita dari 'arduous march' yang lebih sulit, meski sedikit," ujar Kim, beberapa waktu lalu.

Saat Kim Jong-un mengeluarkan peringatan mengenai kelangkaan makanan, ia menyinggung dampak dari topan dan banjir pada panen tahun lalu.

April hingga September 2020 adalah periode paling basah dalam catatan sejarah sejak 1981, menurut laporan GEOGLAM, organisasi pemantau masalah pertanian yang berbasis di Paris.

Semenanjung Korea dihantam serangkaian topan, tiga di antaranya berlangsung selama dua pekan pada Agustus dan September. Periode ini bertepatan dengan masa dimulainya panen jagung dan padi.

Bahan makanan pokok menjadi langka pada Juni 2021, karena persediaan dari panen musim gugur sebelumnya mulai menipis, terutama jika panen memburuk.

Topan Hagupit terjadi pada awal Agustus, menjadi salah satu badai yang dilaporkan media pemerintah dengan kerusakan yang cukup rinci.

Dikatakan banjir telah menghancurkan 40.000 hektar lahan pertanian dan 16.680 rumah warga. Pada peristiwa badai berikutnya, media pemerintah secara luas menghindari memberikan lebih banyak informasi.

Dampak dari peristiwa alam itu telah diperburuk oleh deforestasi selama beberapa dekade terakhir, dengan penebangan pohon secara luas untuk kebutuhan bahan bakar.

Meski terdapat kampanye untuk penanaman kembali, akan tetapi deforestasi berlanjut, mengundang bencana banjir yang semakin buruk.

Satu persoalan yang kurang diketahui mengenai sektor pertanian di Korut adalah sulitnya mendapatkan pupuk untuk meningkatkan hasil panen.

Halaman
12
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved