Idul Adha 2021
Khutbah Idul Adha: Berkurban Memperkuat Hakikat Kemanusiaan
Berikut materi khutbah Idul Adha dengan tema Berkurban Memperkuat Hakikat Kemanusiaan yang dikutip dari Masjid Agung Jawa Tengah.
Penulis: Muhammad Khoiru Anas | Editor: abduh imanulhaq
Klik di Sini untuk Membaca Berita Lainnya tentang Kumpulan Materi Khutbah
TRIBUNJATENG.COM - Berikut materi khutbah Idul Adha dengan tema Berkurban Memperkuat Hakikat Kemanusiaan.
Khutbah Idul Adha ini bisa dijadikan bacaan umat muslim guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
Bagi khatib, materi ini dapat dijadikan referensi pembantu dalam menentukan tema khutbah Idul Adha.
Baca juga: Khutbah Idul Adha: Keteladanan Ibrahim AS dalam Pendidikan Karakter
Baca juga: Khutbah Jumat Singkat Hikmah Zulhijah
Baca juga: Khutbah Jumat Singkat Fadilat Bulan Zulhijah
Baca juga: Khutbah Jumat Singkat Kesatuan Empat Pilar dalam Kehidupan Islam
Selengkapnya simak materi khutbah Idul Adha yang dikutip dari laman Masjid Agung Jawa Tengah, majt.or.id.
Khutbah I
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً،
لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ
الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ
فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ .وقال ايضا : وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَا عَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَن كَفَرَ فَإِ نَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah,
Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, segala puji bagi Allah dan seluruh Alam.
Selawat dan salam semoga selalu melimpah kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam kesempatan ini marilah kita terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan merenungkan kembali ajaran kurban yang telah disyariatkan Nabi Ibrahim AS dan diteruskan Nabi Muhammad SAW.
Karena ajaran ini mempunyai makna besar yang secara syariah dapat dijadikan pondasi kehidupan manusia dalam mengarungi hidup dan kehidupan yang terus bergerak cepat.
Sehingga sering menyebabkan hilangnya hakikat manusia dan kemanusiaan sebagai hamba Allah yang diciptakan oleh Allah dan akan kembali kepada Allah SWT.
Kurban diperintahkan kepada umat manusia karena untuk mensyukuri nikmat Allah SWT.
Perintah ini tertulis dalam Surat Al-Kautsar ayat 1-3.
اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ - ١
"Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak."
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ - ٢
"Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)."
اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ ࣖ - ٣
"Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."
Dalam khutbah ini kami akan mencoba menggali beberapa prinsip ajaran kurban disamping sembelihan yang disyariatkan.
Yaitu hubungan antara kurban dan ibadah haji dalam kaitannya dengan hakikat kehidupan manusia:
Pertama, kurban haruslah karena Allah SWT atau tauhid kepada Allah SWT.
Mengenai hal itu tertulis dalam Surat Al Hajj ayat 37.
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ
"Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demi-kianlah Dia menundukkannya untuk-mu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik."
Perintah yang sama juga disampaikan oleh Allah SWT kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah haji sebagaimana tercantum dalam Surat Al-Baqarah ayat 197 dan Surat Ali-Imran ayat 97).
Surat tersebut menegaskan bahwa haji itu semata-mata untuk Allah.
لْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ
"(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat! (Surat Al-Baqarah ayat 197).
يْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
"Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." (Surat Ali 'Imran ayat 97).
Dasar tauhid tersebut menjadi sangat penting bagi seseorang yang akan melakukan perbuatan terutama mengorbankan sesuatu.
Dengan demikian akan ada pegangan kuat, tujuan sama yang disebut dengan kalimatun sawa.
Dasar tauhid sekaligus menjadi ruh dari setiap perbuatan yang akan menyelamatkan manusia dari hal-hal yang berbau duniawi semata.
Kita perlu mencermati kembali proses pencarian Tuhan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS.
Dalam Surat Al-An’am ayat 77-79 diterangkan tatkala Dia melihat bulan terbit Dia berkata: 'Inilah Tuhanku'.
Tetapi setelah bulan itu terbenam, Dia berkata: 'sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaKu, pastilah aku Termasuk orang yang sesat'.
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, Dia berkata; 'inilah Tuhanku, ini yang lebih besar.
Maka tatkala matahari itu terbenam, Dia berkata: “Hai kaumku, Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan.
Mengapa proses itu ditunjukan Allah kepada kita?
Bukankah kalau Allah menghendaki cukup dengan perintah tauhid kepadanya.
Jawabannya tidak lain karena Allah akan memperlihatkan kepada manusia, bahwa manusia adalah makhluk yang sangat terbatas.
Sementara itu ada zat yang tak terbatas baik kekuasaan maupun kekuatannya yaitu Allah SWT.
Ayat-ayat di atas juga menunjukan bahwa manusia tidak boleh menuhankan benda, keadaan, paham tertentu atau orang-orang yang berpengaruh sehingga menyaingi Allah Rabbulalamin.
Penuhanan terhadap makhluk adalah keyakinan salah, maka Allah menegaskan dalam Alquran Surat Al-‘Alaq ayat 1-7.
Dijelaskan pada dasarnya memberikan peringatan kepada manusia disamping harus banyak mengkaji persoalan-persoalan yang terus berkembang dan mengaktualisasikan dalam kehidupan sesuai dengan kebutuhan manusia.
Allah mengingatkan manusia adalah makhluk lemah dan bodoh yang kemudian diberi kekuatan dan ilmu serta pengetahuan oleh Allah.
Namun sebagian manusia merasa dirinya serba cukup, padahal semuanya akan bermuara kepada Allah SWT.
Dasar tauhid ini telah mendasari para pendiri negeri ini yang meyakini bahwa Indonesia merdeka berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa.
Sehingga sila pertama bagi Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sekarang yang menjadi persoalan adalah sejauh mana aspek ke-Tuhanan ini telah menjadi bagian terpenting bagi kehidupan bangsa ini.
Bukanlah agama hanya sering dijadikan sebagai simbol dibandingkan sebagai ajaran yang dihayati oleh setiap pengikutnya.
Sehingga secara tidak sadar banyak aspek yang berjalan secara sekuler bahkan sering dikotomis antara kehidupan akhirat dan kehidupan dunia.
Saudara-saudaraku yang dimuliakan oleh Allah SWT.
Kedua adalah adanya pengorbanan untuk memberikan sesuatu yang dicintai untuk tujuan lebih besar sebagaimana disebutkan dalam Surat Saba’ ayat 37.
Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka Itulah yang memperoleh Balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang Tinggi (dalam surga).
Dalam ayat yang lain Surat Al Munaafiqun ayat 9 menuliskan;
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.
Pengorbanan yang semacam itulah pada akhirnya akan membuahkan hasil sehingga orang tidak lagi berfikir secara individualistik.
Nabiullah Ibrahim AS secara simbolik mendoakan pada bangsa Arab pada saat itu sebagaimana tertuang dalamSurat Ibrahim ayat 35-41.
Dalam ayat tersenut secara tulus memohon kepada Allah supaya negeri Arab menjadi Negara aman, orangnya selalu bertauhid, mendirikan salat dan banyak diberi rezeki.
Doa-doa semacam itulah yang selalu dipanjatkan Nabi Muhammad Rasulullah SAW kepada umatnya di seluruh alam ini.
Bahwa Rasulullah SAW adalah seorang Rasul yang tidak tega melihat penderitaan umatnya dan akan selalu memberikan kasih sayang kepada orang-orang beriman.
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.
Negeri kita bisa dinikmati seperti sekarang ini tidak lain juga berkat pengorbanan para pejuang-pejuang di negeri ini.
Mereka tidak hanya berkorban secara fisik tetapi sekaligus juga pengorbanan terhadap ideologi-ideologi untuk menuju sebuah ideologi berdasarkan Tuhan Yang Satu.
Kita sebagai umat Islam bisa mewarisi mayoritas keislaman berkat perjuangan-perjuangan para Wali dan ulama-ulama di negeri ini.
Tanpa pengorbanan dan perjuangan mereka bisa jadi negeri ini tidak seperti sekarang ini.
Ketiga adalah kebersamaan dan musyawarah untuk menentukan serta memutuskan persoalan-persoalan yang penting sebagaimana diperlihatkan dari dialog antara Nabi Ibrahim dengan Nabi Ismail AS.
Hal demikian termuat dalam Surat Al-Shafaat ayat 102.
"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar."
Kebersamaan adalah hal utama untuk memperoleh suatu tujuan sebagaimana diperlihatkan oleh Allah.
Dialog antara Ibrahim dan Ismail memperlihatkan adanya transparasi.
Bukankah itu merupakan perintah Allah dan cukup Nabi Ibrahim yang menyampaikan kepada Nabi Ismail.
Tapi yang terjadi adalah Ibrahim meminta pendapat Ismail.
Transparansi terhadap suatu tujuan akan membuat mereka-mereka yang terlibat ikhlas melaksanakannya.
Tapi sebaliknya manakala tidak ada transparansi maka kebersamaan tidak akan muncul yang berarti pula muncul sikap saling curiga.
Keempat adalah persamaan dan kemanusiaan.
Seperti diketahui bahwa pada akhirnya Allah SWT menggantikan Ismail AS dengan seekor domba karena seseorang manusia terlalu tinggi nilainya untuk dikorbankan.
Manusia adalah makhluk paling mulia dan paling baik penciptaannya.
Kedudukan manusia ini patut dihormati, karena yang membedakan manusia dengan manusia lain adalah ketakwaannya.
Sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Hujurat ayat 13.
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal."
Ajaran persamaan ini diperlihatkan pula pada saat Allah menegur suatu kaum yang merasa dirinya hebat dengan kaum lain saat kaum tersebut sedang melaksanakan ibadah haji.
Kemudian mereka memisahkan diri pada saat berhaji Allah kemudian menrunkan Surat Al-Baqarah ayat 199.
"Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Pelaksanaan tawaf dan wukuf juga merupakan simbol-simbol.
Semacam itu memperlihatkan bahwa tidak pantas seorang manusia merasa lebih hebat dibandingkan yang lain atau ada kelompok yang merasa super dibandingkan kelompok lain.
Ajaran itu menegaskan adanya persamaan hak yang berarti diharamkan membedakan manusia satu dengan manusia lain.
Rasulullah SAW pada saat khutbah Haji Wada’ menekankan; (1) adanya persamaan, (2) keharusan memelihara jiwa, harta dan kehormatan dan (3) larangan melakukan penindasan ataupun pemerasan baik di bidang ekonomi dan bidang-bidang yang lain.
Emansipasi tidak akan terwujud tanpa adanya pengorbanan dari ego-ego yang menyebabkan sikap superioritas dan memandang yang lain inferior.
Pengorbanan ego-ego menjadi sangat penting disaat dunia diisi oleh kristalisasi nilai-nilai individualism dan kekuatan-kekuatan kelompok yang pada akhirnya menyebabkan manusia menjadi kelas-kelas baru hingga memunculkan perpecahan.
Indonesia yang multikultural dan multi etnis ini membutuhkan ketuguhan untuk terus mengawal persamaan yang pada akhirnya tidak akan muncul pertentangan yang akhir-akhir ini sering diperlihatkan kepada publik.
Hancurnya negara-negara Islam pada saat itu ataupun negara pada umumnya manakala pandangan terhadap kesamaan hak, pandangan terhadap manusia dan kemanusiaan sudah dikelompok-kelompok tanpa adanya penyatuan diantara mereka.
Kelima adalah kesabaran dalam menghadapi segala macam cobaan.
Secara simbolis diperlihatkan ketabahan Nabiullah Ibrahim dan Nabiullah Ismail.
Dalam Surat Al-Shafaat ayat 106 menyatakan;
"Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian nyata ataupun yang dilukiskan Nabiullah Muhammad SAW dalam menghadapi berbagai macam cobaan dan ujian. Antara ujian, cobaan dan pengorbanan adalah suatu yang selalu beriringan sehingga tidak mungkin orang yang mendapatkan ujian dan cobaan tanpa ada pengorbanan demikian juga sebaliknya pengorbanan adalah bagian dari ujian dan cobaan."
Saudara-saudaraku kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan oleh Allah SWT.
Patut kiranya merenungkan apa yang menjadi kajian kita di atas agar Idul Adha sarat dengan makna Ilahiyah dan kemanusiaan dapat tercermin dalam sikap persatuan dan kebersamaan.
Persamaan dan kemanusiaan yang secara tidak langsung akan mengikis individualisme, pragmatisme, materialisme, hedonisme, yang saat sekarang ini sedang merebak di lingkungan kita.
Sikap demikian pada akhirnya akan mendorong mengorbankan sesuatu untuk tujuan lebih besar.
Demikian, mudah-mudahan Allah SWT selalu memberi pertolongan kepada kita, bangsa dan negara kita terutama di lingkungan kita akan terus mendapatkan kesuksesan dan keberhasilan.
Sehingga rakyat semakin sejahterah penuh dengan rida Allah SWT. Amin.
Khutbah II
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Demikian khutbah Idul Adha semoga bermanfaat. (*)