Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Regional

KontraS Minta Kasus Kekerasan 2 Oknum TNI AU di Merauke Diproses Hukum Peradilan Umum

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)  menyoroti insiden dua anggota TNI-AU yang menginjak kepala seorang warga di Merauke,

Editor: m nur huda
Kompas.com/Haryanti Puspasari
Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Rezaldi (kanan). 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi Rezaldi meminta proses hukum kedua anggota TNI AU yang menginjak kepala seorang warga di Merauke, Papua dilakukan proses hukum melalui peradilan umum bukan peradilan militer.

"Jadi karena ada dugaan ini merupakan bagian dari tindak pidana maka pelaku nya itu harus diproses melalui peradilan umum," kata Andi saat dikonfirmasi, Rabu (28/7/2021).

Hal itu diutarakan Andi, karena dirinya memandang jika proses peradilan hanya dilakukan secara internal atau peradilan militer, maka dikhawatirkan adanya tindak ketidakadilan.

Kata dia, proses peradilan militer kerap kali melindungi para pelaku anggota militer yang melakukan tindak kejahatan.

Itu didasari karena, saat beberapa kali pihaknya mendampingi seseorang yang menjadi korban, kerap kali hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak sebanding.

"Jadi kalau misalkan anggota TNI nya atau anggota prajurit TNI di proses peradilan militer seringkali hukuman yang diberikan itu tidak berat dan cenderung ada upaya melindungi anggota nya," tutur Andi.

Dia meyakini jika kedua anggota TNI-AU yang menginjak kepala seorang warga di Papua hanya diadili melalui peradilan militer maka, tidak akan ada efek jera nantinya.

Atas dasar itu, dirinya mendorong agar proses hukum yang dilakukan untuk keduanya harus dijalani di peradilan umum.

Terlebih saat kejadian tersebut, kata dia, kedua anggota TNI-AU itu sedang tidak dalam tugas atau di luar perintah kedinasan.

"Kalau dari segi hukum sebenernya sudah memungkinkan, bahwa di Undang-Undang TNI sudah mengamanatkan jika ada anggota TNI atau prajurit TNI yang melakukan tindak kejahatan atau pidana itu harus tunduk di peradilan umum," imbuhnya.

Serda D dan Prada V yang melakukan penganiayaan terhadap warga Merauke, Steven, pada Senin (26/7/2021).
Serda D dan Prada V yang melakukan penganiayaan terhadap warga Merauke, Steven, pada Senin (26/7/2021). (Dok. Humas Lanud Yohanes Abraham Dimara Merauke via YouTube Tribunnews.com)

Ditetapkan Tersangka Oleh Satpom Lanud Dma

Dua oknum anggota TNI Angkatan Udara (AU) yang melakukan kekerasan terhadap warga sipil di Merauke Papua telah ditetapkan sebagai tersangka.

Keduanya ditetapkan tersangka karena melakukan tindakan berlebihan saat mengamankan seorang warga yang terlibat cekcok dengan penjual bubur ayam di Jalan Raya Mandala-Muli, Merauke, Papua pada Senin (26/7/2021) lalu.

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara Marsma TNI Indan Gilang Buldansyah mengatakan proses hukum terhadap kedua oknum TNI AU tersebut telah memasuki tahap penyidikan.

Penyidikan tersebut dilakukan oleh Satpom Lanud Dma dan keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana dan ditahan sementara selama 20 hari.

"Serda A dan Prada V telah ditetapkan sebagai tersangka tindak kekerasan oleh penyidik, saat ini kedua tersangka menjalani Penahan Sementara selama 20 hari, untuk kepentingan proses penyidikan selanjutnya," kata Indan ketika dikonfirmasi pada Rabu (28/7/2021).

Indan berharap semua pihak menunggu proses hukum yang sedang berjalan sesuai aturan hukum di lingkungan TNI untuk menetapkan sanksi hukuman yang dapat dijatuhkan kepada kedua tersangka.

"Saat ini masih proses penyidikan terhadap kedua tersangka, tim penyidik akan menyelesaikan BAP dan nantinya akan dilimpahkan ke Oditur Militer untuk proses hukum selanjutnya," kata Indan.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid mengatakan pihaknya sangat menyayangkan kejadian yang terjadi di Merauke tersebut.

"Komisi I menyayangkan kejadian kekerasan oleh dua oknum TNI AU terhadap warga Papua," ujar Meutya.

Politikus muda partai Golkar itu mendukung penegakan hukum sesuai hukum militer dilakukan kepada dua oknum tersebut.  Namun, jika dirasa belum cukup, Meutya mengatakan keduanya bisa diadili ke Mahkamah Militer.

"Secara hukum militer, Ankum (atasan yang berhak menghukum) akan memberikan hukuman, dan bila belum cukup bisa diadili ke mahkamah militer. Sanksi dan hukuman harus tegas, jangan ada kesaalahan yang dilindungi," kata Meutya.

Lebih lanjut, mantan jurnalis ini meminta masyarakat Papua jangan sampai terpancing dengan kabar ini. Meutya menekankan bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia, sehingga tak tepat menerima perlakuan semacam itu.

"Kami pun meminta masyarakat Papua agar jangan terpancing dengan kejadian ini. Masyarakat Papua adalah bagian dari Indonesia. Kita semua bersaudara dari Sabang sampai Merauke," kata Meutya.

Ketua DPR RI Puan Maharani juga meminta aparat menghindari tindak kekerasan terhadap masyarakat, terlebih dalam kondisi sulit karena pandemi sekarang ini.

Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap upaya penanggulangan Covid-19 yang sedang dilakukan pemerintah.

“Kekerasan saat penegakan PPKM saja tidak boleh terjadi, apalagi kekerasan oleh aparat negara terhadap masyarakat yang itu tidak berkaitan dengan tugas-tugasnya dan prioritas penanganan pandemi. Jelas hal tersebut sama sekali tidak bisa dibenarkan,” kata Puan.

Mantan Menko PMK ini mengatakan, kekerasan aparat terhadap masyarakat, misalnya seperti yang terjadi di Kabupaten Merauke, Papua, baru-baru ini seharusnya tidak perlu terjadi dengan alasan apapun.

“Di tengah Merauke yang sedang melaksanakan PPKM Level 4, aparat negara harusnya berupaya mendapat dukungan masyarakat agar pengawasan kebijakan pemerintah itu bisa efektif dilakukan. Bukan malah melakukan kekerasan di luar tugas-tugasnya,” ujar Puan.

Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR ini, mengapresiasi langkah TNI AU yang cepat merespons insiden itu dengan permintaan maaf secara publik dan menindak dua oknum aparatnya.

“Dalam situasi yang sedang sulit seperti sekarang, sekecil apa pun tindakan yang kontraproduktif terhadap kebijakan pemerintah, dan berpotensi merusak kepercayaan rakyat, harus benar-benar dihindari,” kata Puan.

“Tanpa situasi ini pun, kekerasan oleh aparat terhadap masyarakat sipil yang tidak membahayakan keamanan negara sama sekali tidak boleh dibenarkan,” tegas Puan lagi.

Aparat sebagai ujung tombak pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum seharusnya mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis kepada masyarakat. Terlebih dalam kondisi masyarakat yang sedang sulit karena pandemi sekarang ini.

“Jangan lagi kita mengulangi hidup dalam suasana represif ketika aparat justru menjadi sosok menakutkan bagi rakyat. Aparat seharusnya dijaga, dilindungi dan diayomi,” ujar Puan.

Lebih jauh, Puan menambahkan, stabilitas di Papua juga harus menjadi prioritas bagi setiap aparat yang bertugas di sana.

Dengan banyak pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan di Papua, jangan lagi ditambah dengan insiden-insiden yang tidak diperlukan seperti di Merauke.

“Menangkan selalu hati rakyat Papua dan seluruh rakyat Indonesia. Kita semua harus fokus pada penanganan pandemi Covid-19, menjaga stabilitas negara dan juga kepercayaan rakyat kepada negara dan aparat-aparatnya. Arahkan energi bangsa ini ke sana,” pungkasnya.(*)

Sumber: Tribunnews.com dengan judul KontraS: Anggota TNI-AU yang Injak Kepala Warga Papua Harus Diproses Hukum di Peradilan Umum

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved