Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Fokus

Fokus : Asa Bendera Putih Kuning

Agustus 2021 memang bernuansa beda. Rakyat bukan hanya serentak mengibarkan bendera Merah Putih, simbol merayakan Kemerdekaan

Penulis: sujarwo | Editor: Catur waskito Edy
tribunjateng/bram
Sujarwo atau Pak Jarwo wartawan Tribun Jateng 

Oleh Sujarwo

Wartawan Tribun Jateng

Agustus 2021 memang bernuansa beda. Rakyat bukan hanya serentak mengibarkan bendera Merah Putih, simbol merayakan Kemerdekaan RI. Sebagian serentak kibarkan bendera putih, sebagian lagi bendera kuning.
Tentu, itu bukan fenomena rakyat antipemerintah. Apalagi anti-NKRI.

Pengibaran bendera putih atau kuning hanya simbol ungkapan kesedihan mereka, menyerah terhadap pandemi Covid-19 dan aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM.).

Hanya saja, namanya juga rakyat, berbeda-beda mengungkapkannya. Dari kalangan buruh, seperti khas mereka, terkesan emosional. Simak, misal, Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Ilhamsyah yang menilai aksi mengibarkan bendera putih adalah bentuk protes atas ketidakmampuan dan kegagalan negara mengatasi masalah pandemi dan krisis ekonomi.

"Kami juga menyerukan kepada seluruh federasi anggota KPBI dan seluruh massa buruh di seluruh Indonesia, untuk segera mengibarkan Bendera Putih. Kibarkan bendera putih di sekretariat, di pabrik, di pelabuhan, di perkebunan, di terminal, di bandara, di kantor-kantor, di hunian buruh dan di gang kampung," kata Ilhamsyah dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (2/7/2021), menanggapi kebijakan pemerintah memperpanjang PPKM level 4 hingga 9 Agustus.

Penuturan dengan emosi beda datang dari Ketua Paguyuban Pedagang Lesehan Malioboro, Desio Hartonowati. Menurutnya, para pedagang Malioboro mengibarkan bendera putih bukan protes, tapi ungkapan kesedihan akibat kondisi ekonomi yang makin sulit.

"Bukan protes, imbauan supaya mengerti perasaan PKL bahwa ekonomi lumpuh total, tidak ada pedagang, tidak ada pengunjung. Menyerah secara universal. Kami enggak bisa berbuat apa-apa lagi," imbuhnya.

Ungkapan sama, dengan aksi lain, datang dari Ketua Forum Komunikasi Pariwisata Sumedang Nana Mulyana. Perpanjangan PPKM berdampak pada tidak bisa beroperasinya usaha pariwisata, hotel, dan restoran di Kabupaten

Sumedang. Lantas, ia tidak menyerukan kibarkan bendera putih, melainkan bendera kuning.

"Kalau daerah lain bendera putih, kami pilih bendera kuning. Ini artinya, kami bisa mati kapan saja, tapi kami juga bisa kembali hidup jika kebijakan pemerintah berpihak kepada para pelaku pariwisata, hotel, dan restoran," ujar Nana.

Ternyata bukan hanya di Indonesia. Kampanye pengibaran bendera putih juga lagi viral di negeri jiran, Malaysia. Tagar #KempenBenderaPutih telah menjadi trending di Twitter meminta mereka yang berjuang selama pandemi untuk tidak malu dan mengibarkan bendera putih untuk menunjukkan bahwa mereka membutuhkan bantuan.

Sejatinya, bendera putih bukan sebatas bermakna menyerah, sedih, dan sejenisnya. Bendera putih juga dikenal sebagai suatu cara untuk menunjukkan perdamaian atau tidak keikutsertaan seseorang pada suatu peperangan. Penggunaan bendera putih pada peperangan sudah dilakukan sejak abad ke-17 di mana peperangan banyak berkecamuk terutama di Eropa dan Amerika.

Sedangkan asal usulnya tidak jelas. Para sejarawan berpendapat, yang paling awal tercatat yaitu ketika bangsa Tiongkok menggunakan panji berwarna putih ketika peperangan selama Dinasti Han berkuasa pada abad pertama Masehi. Kekhalifahan Umayyah menggunakan dua jenis varian yaitu putih polos dan putih dengan tulisan kalimat syahadat berwarna hitam.

Selama periode Ancien Régime, dimulai pada abad ke-17, standar kerajaan Prancis adalah bendera putih polos sebagai simbol kesucian. Warna putih juga digunakan sebagai simbol komando militer oleh komandan tentara Prancis.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved