Fokus
Fokus : Menjaga Akal Sehat
Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri akhirnya resmi mengucapkan permintaan maafnya kepada rakyat Indonesia atas polemik bantuan Rp 2 triliun
Oleh Erwin Ardian
Wartawan Tribun Jateng
Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri akhirnya resmi mengucapkan permintaan maafnya kepada rakyat Indonesia atas polemik bantuan Rp 2 triliun yang akan diberikan oleh keluarga Akidi Tio.
Belakangan, sumbangan bernilai fantastis yang tadinya akan digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia itu, diduga hanyalah prank atau kabar bohong belaka.
Eko merasa perlu meminta maaf karena dirinya ikut menfasilitasi dan menerima sumbangan secara simbolis bersama Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru.
Kabar mengenai sumbangan Rp 2 triliun heboh setelah beredar foto anak Akidi Tio yang bernama Heriyanty menyerahkan secara simbolis bantuan uang kepada pemerintah diwakili Kapolda Sumsel bersama Gubernur Sumsel.
Tak hanya selesai dengan permintaan maaf, kini Eko harus menghadapi pemeriksaan oleh Mabes Polri, karena dinilai turut bertanggungjawab karena mempublikasikan sumbangan tersebut tanpa menelusuri lebih jauh mengenai keberadaan uang bantuan.
Dalam foto yang beredar cepat sejak Senin 26 Juli 2001, terlihat Heriyanty memegang kertas bertuliskan Bantuan untuk penanganan Covid-19 di Wilayah Palembang-Sumsel Rp 2 triliun dari keluarga Almarhum Akidi Tio. Warga yang awalnya tak percaya dengan nilai sumbangan setara Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) satu kabupaten itu, menjadi yakin setelah melihat foto Kapolda bersama Gubernur.
Kehadiran Kapolda bersama Gubernur membuat akal sehat warga terbuai dan ikut bermimpi ada dana besar yang datang tiba-tiba. Bayangkan saja, Rp 2 triliun atau dua ribu miliar rupiah itu jumlah yang sangat banyak. Nilai bantuan seperti itu belum pernah ada sebelumnya.
Padahal kalau sedikit saja ada unsur kehati-hatian, sangat mudah untuk diketahui kalau bantuan itu sebenarnya hanyalah ilusi belaka. Nama Akidi Tio selama ini tak pernah muncul dalam daftar orang kaya di Indonesia. Sebagai pengusaha, namanya tak dikenal sebagai pembayar pajak yang besar.
Bidang usaha yang dimiliki juga tak jelas. Tak butuh waktu lama, apalagi bagi pejabat sekelas Kapolda dan Gubernur untuk mengetahui bahwa sumbangan itu berpotensi bodong.
Namun yang terjadi di Sumsel memang di luar nalar akal sehat. Pujian justru datang bertubi-tubi, tak hanya kepada calon ‘penyumbang’, bahkan merembet kepada para pejabat yang menerimanya. Ya, banyak alasan bagi seseorang untuk kehilangan akal sehat.
Himpitan ekonomi dan kerasnya kehidupan sering membuat seseorang kehilangan akal sehatnya, sehingga melakukan hal-hal di luar nalar, termasuk mempercayai ada orang yang dengan sukarela menyerahkan uang senilai Rp 2 triliun. Iming-iming gelar sebagai orang yang berjasa kepada negara juga kerap membuat seseorang mengesampingkan akal sehatnya.
Beberapa hari sejak foto penyerahan sumbangan beredar, nama Kapolda Sumsel dan Gubernur Sumsel harum karena dinilai ikut berjasa berhasil mendapatkan bantuan dalam jumlah besar untuk kemaslahatan rakyat Sumsel. Namun hanya berselang beberapa hari, anggapan itu berbalik 180 derajat. Para pejabat itu dinilai lalai dan tak hati-hati karena dinilai ikut menyebabkan kegaduhan publik.
Peristiwa ini hendaknya menjadi pelajaran penting bagi kita semua, apapun situasinya kita harus selalu memegang akal sehat sebagai fondasi untuk menentukan langkah. Beratnya menjalani kehidupan saat terjadi pandemi atau keinginan untuk meraih pujian, tak boleh membuat kita melupakan akal sehat. (*)
Baca juga: Fokus : Bismillah, Bukan Wacana Lagi
Baca juga: Fokus : Asa Bendera Putih Kuning
Baca juga: Fokus : Koy-ikoyan Bukan Prank
Baca juga: Fokus : Segerakan Vaksin