RUU Perlindungan Data Pribadi Dinilai Sudah Mendesak

kebocoran data presiden mendorong urgensi untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) menjadi sorotan dewan

Editor: Vito
istimewa/net
ilustrasi - hacker beraksi meretas data 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Tersebarnya data-data Presiden Joko Widodo berupa nomor induk kependudukan (NIK) dan sertifikat vaksinasi covid-19 ke tengah publik baru-baru ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat.

Kejadian tersebut seolah menjadi puncak dari berbagai kasus kebocoran data yang sudah sering terjadi, termasuk kebocoran data e-Hac yang baru muncul ke permukaan.

Hal itu mengingat ketidakamanan data pribadi yang dapat digunakan pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab untuk berbagai tujuan tertentu yang tidak baik atau tidak dikehendaki.

Kondisi tersebut mendorong urgensi untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) menjadi sorotan dewan. Ketua DPR, Puan Maharani, mengingatkan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan RUU PDP yang sudah lama dibahas bersama DPR.

"Kalau data pribadi Presiden saja bisa bocor, apalagi warga biasa. Kita sama-sama tahu bahwa banyak NIK warga yang bocor dan akhirnya terjebak oleh pinjaman online ilegal," katanya, dalam siaran pers, Jumat (3/9).

"Segala kebocoran data pribadi yang menyusahkan warga ini harus segera kita ‘tambal’ dengan UU Perlindungan Data Pribadi," sambung politisi PDI perjuangan itu.

RUU PDP belum disahkan karena masih ada perbedaan pendapat antara DPR dan pemerintah terkait dengan kedudukan lembaga otoritas pengawas perlindungan data pribadi.

DPR ingin lembaga tersebut berdiri independen dan bertanggung jawab kepada Presiden. Sementara, pemerintah ingin lembaga tersebut berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

"Pengawasan tidak cukup di bawah pemerintah, karena pemerintah juga berperan sebagai pengelola data pribadi. Perlu lembaga independen untuk menghindari potensi konflik kepentingan tersebut," jelas Puan.

Situasi darurat

Anggota Komisi I DPR, Sukamta menyatakan, bocornya data pribadi Presiden Jokowi menandakan perlindungan data pribadi di Indonesia sudah masuk situasi darurat.

Ia berujar, terjadinya kebocoran data yang berulang menandakan empat hal. Pertama, tidak adanya kepedulian dari pengelola data. Kedua, kemampuan pengamanan yang tidak cukup, baik dari sistem maupun manusianya.

Ketiga, bisa jadi ada kesengajaan untuk membocorkan data dengan berbagai motif. Keempat, kebocoran terjadi karena tidak kuatnya lembaga pemantau, pengawas, dan pengarah.

"Bisa jadi sertifikasi yang dikeluarkan tidak memadai, atau tidak sebanding dengan keterampilan pengelolanya. Selama ini pengawasan dan sertifikasi dilakukan oleh Kominfo. Dan ini sudah terbukti tidak berfungsi dan tidak berjalan dengan memadai," tukasnya.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved