Tribun Sejarah
Gembong G30S PKI Letkol Untung Tertangkap di Tegal, Untung Turun dari Bus Dikira Copet
Letkol Untung Sutopo bin Syamsuri tidak bisa dilepaskan dalam tragedi berdarah G30S PKI. Dia adalah komandan Pasukan Cakrabirawa
Penulis: Fajar Bahruddin Achmad | Editor: Catur waskito Edy
"Dia tertangkap tidak sengaja. Saat ada pemeriksaan dia turun dari bus yang membawanya dari Jakarta.
Dia diteriaki copet karena turunnya gugup," jelasnya, magister sejarah lulusan Universitas Diponegoro, Semarang.
Wijan mengatakan, CPM Tegal kemudian mengantarkan Untung ke Korps Militer Cirebon untuk dibawa ke Jakarta.
Saat itu Komandan CPM Tegal M Isa langsung menghubungi Komandan Korps Militer Cirebon AJ Witono.
Ia menilai, ada alasan yang menyebabkan CPM Tegal tidak mengirimkan Untung ke Korps Militer Jawa Tengah.
Karena saat itu daerah Jawa Tengah dianggap tidak netral.
"Yang menarik begini, kenapa tidak dibawa ke Jawa Tengah. Tegal kan termasuk distrik militer Jawa Tengah.
Nah persoalan ini dikarenakan CPM sudah menganalisis bahwa Jawa Tengah sudah tidak netral," ujarnya.
Setelah dikirim ke Cirebon, Untung kemudian dibawa ke Jakarta. Dia menjalani sidang peradilan militer dengan tuduhan menjadi dalang penculikan dan pembunuhan dalam tragedi G30S PKI.
Untung kemudian dieksekusi mati di Cimahi, Jawa Barat, pada 1966.
"Mahkamah Militer Luar Biasa atau Mahmilub menyatakan Letkol Untung bersalah. Dia lalu dieksekusi hukuman mati di Cimahi," katanya.
Peristiwa G30S/PKI menjadi pelajaran penting bagi bangsa Indonesia tentang dampak atas perpecahan atau segregasi politik.
Peristiwa menjadi pelajaran penting terutama bagi para pemangku kepentingan. Jangan sampai perpecahan politik menjadikan masyarakat kecil sebagai korban. Ia pun berpesan, agar masyarakat mempelajari sejarah G30S PKI dengan arif.
"Momentum 30 September jadi refleksi bagi kita. Bagaimana sebuah ideologi paripurna itu harus diimplementasikan secara nyata dan ril. Nilai keteladanan juga penting bagi semuanya," ungkapnya.
Tempat pembantaian
Sungai Ketiwon yang menjadi pembatas antara Kota Tegal dan Kabupaten Tegal, memiliki cerita kelam pascaperistiwa Gerakan 30 September (G30S) PKI pada 1965.