Berita Features
Kesaksian Eks Cakrabirawa Penjemput AH Nasution, Bantah Tuduhan Komunis, Rela Disiksa di Penjara
Pengalaman pedih di penjara masih tertanam di bawah sadarnya. Ia masih suka mengigau hingga mengerang sakit seperti sedang disiksa
Penulis: khoirul muzaki | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, PURBALINGGA - Tragedi Gerakan 30 September PKI turut menyeret nama pasukan Cakrabirawa.
Pasukan elit itu dibentuk khusus untuk melindungi atau mengamankan Presiden RI, saat itu Soekarno dan keluarganya.
Namun nama Cakrabirawa tercoreng usai peristiwa penjemputan para jenderal pahlawan revolusi.
Mereka dianggap terlibat dalam peristiwa itu hingga harus dihukum dan dikutuk karena perbuatannya.
Baca juga: Anaknya Dituduh Menipu 225 Orang dengan Kerugian Capai Rp 9,7 Miliar, Nia Daniaty Trauma
Baca juga: Sekelompok Anak Muda Rampok dan Lukai Teman, Pelaku Sempat Lepaskan Tembakan
Hingga sekarang, pasukan Cakrabirawa masih mendapat stigma buruk di masyarakat karena banyak narasi yang menyudutkan mereka, melalui bermacam media.
Sulemi, mantan anggota Cakrabirawa dari Kabupaten Purbalingga termasuk yang beruntung masih diberi nafas panjang.
Nasibnya tak berakhir di ujung senapan seperti temannya yang dihukum mati.

Meski ia harus merasakan siksa pedih di penjara.
Kehidupannya selepas bebas dari penjara juga sulit karena terus-terusan menanggung stigma.
Pengalaman pedih di penjara masih tertanam di bawah sadarnya.
Ia masih suka mengigau hingga mengerang sakit seperti sedang disiksa.
Wajah-wajah bengis itu seperti mudah menyelinap dalam mimpinya.
Dalam wawancara dengan Tribun, beberapa tahun lalu, Sulemi sempat menunjukkan bekas siksaan yang membekas di tubuhnya saat di penjara Salemba.
Kuku jempol kakinya yang tak tumbuh normal jadi saksi bisu aksi penyiksaan itu.
Kuku yang dicabut paksa menggunakan tang adalah siksa paling perih yang dia rasakan.
Selain itu, ia sudah kenyang dengan bermacam jenis hukuman di penjara.
Ia masih mengingat saat kedua tangannya diikat di kursi, lalu tubuhnya disetrum dengan tegangan listrik hingga ia terpental.
Kakinya pernah ditindih kaki kursi, lalu petugas mendudukinya dengan sekuat tenaga.
Tubuh Sulemi sampai harus digotong menuju sel karena tak bisa berjalan usai diperiksa.
Sulemi meyakinkan ia tak sedang mengarang cerita.
Ia hanya menyampaikan pengalamannya. Ia pun siap menanggung risiko atas kejujurannya.
Seperti saat ia masih dipenjara karena dituduh terlibat dalam G30 SPKI.
Dalam kondisi tertekan hingga disiksa, Sulemi tak pernah mengubah pendiriannya.
Ia selalu membantah tuduhan atas keterlibatannya dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Saya lebih baik mati disiksa daripada harus mengakui sebagai komunis," katanya saat itu
Ia hanyalah seorang prajurit rendah, begitu pun teman-temannya sesama anggota Cakrabirawa.
Ia tidak mungkin berani mengambil keputusan sendiri untuk menjemput Jenderal AH Nasution, kecuali atas perintah komandan.
PKI, atau partai apapun yang berhaluan politik, ia tak punya kepentingan di dalamnya.
Sebagai seorang prajurit, ia hanya melaksanakan perintah untuk kepentingan melindungi negara.
Suatu hari di Bulan September 1965, Sulemi dan seluruh anggota Cakrabirawa dikumpulkan oleh Komandan Batalyon 1 Kawal Kehormatan (KK) Cakrabirawa Letkol Untung Samsuri.
Di situ diumumkan situasi negara sedang gawat.
Muncul isu akan ada kudeta dari sejumlah perwira angkatan darat pada tanggal 5 Oktober 1965.
Isu ini perlu disikapi serius. Cakrabirawa harus siaga untuk melindungi Presiden Soekarno.
28 September 1965, dalam apel terbuka, seluruh pasukan Cakrabirawa dipersiapkan untuk menjemput para jenderal kontrarevolusi pada 1 Oktober dinihari.
Isu kudeta ini tentu membuat Cakrabirawa berang.
Terlebih mereka punya tugas khusus untuk melindungi presiden, termasuk dari upaya kudeta.
Mendengar pengumuman itu, Sulemi pun berpikir, Presiden Soekarno dalam bahaya. Ada yang akan menggulingkan pemimpin revolusi.
"Pikiran kami, ada yang mau menggulingkan pemimpin revolusi. Karena itu kami siap melaksanakan perintah komandan,"katanya.
30 September 1965, sebelum misi itu dijalankan, ia melihat Letkol Untung bersama Kolonel Latief sempat menemui Panglima Kostrad Soeharto di RS Subroto.
Soeharto saat itu sedang menunggui Tommy Soeharto yang dirawat karena tersiram air panas.
1 Oktober 1965 dini hari, pasukan disebar untuk menjemput para jenderal.
Satu rombongan penjemput jenderal berisi sekitar 35 prajurit, termasuk di dalamnya anggota Cakrabirawa.
Sulemi termasuk dalam rombongan pasukan yang bertugas menjemput Jenderal AH Nasution.
Pemahaman Sulemi, rombongan pasukannya diperintah untuk menjemput AH Nasution agar menghadap presiden Soekarno.
Namun Nasution berhasil lolos keluar dengan melompat pagar. (*)