Liputan Khusus
Mitigasi Bencana Melalui Desa Tangguh, Kawasan Pegunungan Tengah Harus Waspadai Tanah Longsor
Memasuki awal musim hujan, masyarakat Jawa Tengah harus mewaspadai bencana banjir, tanah longsor, angin puting beliung
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Memasuki awal musim hujan, masyarakat Jawa Tengah harus mewaspadai bencana banjir, tanah longsor, angin puting beliung, petir dan lainnya. Karena Jateng ini sering disebut sebagai supermarket bencana.
Berdasarkan data BPS tahun 2020, jumlah kejadian bencana alam di Provinsi Jawa Tengah paling banyak yakni tanah longsor, banjir, dan angin puting beliung.
Angin puting beliung terbanyak, yakni 179 kejadian. Tanah longsor sebanyak 172 kejadian, dan banjir 150 kejadian.
Dari sekian kabupaten/kota yang ada di Jawa Tengah, Kabupaten Cilacap yang paling sering mengalami angin puting beliung. Begitupun dengan tanah longsor dan banjir. BPBD Jateng sudah melakukan pemetaan daerah yang memiliki potensi bencana.
Kabid Kebencanaan dan Kesiapsiagaan BPBD Jawa Tengah, Safrudin, mengatakan, daerah rawan longsor kerap terjadi di pegunungan tengah.
"Mulai dari Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Banjarnegara, Wonosobo, Temanggung, Magelang.
Kemudian yang di utara ada wilayah Kudus, terutama di lereng Gunung Muria. Sedangkan yang di selatan ada di wilayah Karanganyar, terutama yang ada di lereng Gunung Lawu," terangnya.
Sedangkan potensi banjir di sepanjang pantai utara dan pantai selatan. Kecuali Kabupaten Wonogiri.
"Yang utara hanya Kabupaten Rembang saja yang tidak memiliki potensi bencana banjir. Selatan paling sering di Kabupaten Cilacap, Kebumen, Banyumas, dan Purworejo," ujar Safrudin.
Jika dihitung berdasarkan luasan area yang memiliki ancaman banjir di Jawa Tengah, setidaknya ada 1.731.152 hektar terancam. Lalu untuk area yang terancam terjadi tanah longsor ada 6.756.589 hektar.
Pencegahan
Langkah pencegahan bencana yang dilakukan oleh BPBD Jawa Tengah untuk menghadapi musim penghujan yakni dengan berkoordinasi dengan stakeholder terkait. Di antaranya BMKG, PUPR, BBWS, Pusdataru, dan lainnya.
"Karena bencana banjir dan tanah longsor diakibatkan oleh air, maka PUPR dan BBWS sudah melakukan beberapa langkah untuk mengontrol pergerakan air supaya tidak menimbulkan bencana. Mereka pun juga memiliki alat-alat yang bisa digunakan apabila terjadi bencana. Misalkan tanggul jebol," tutur Safrudin.
Selain itu, BPBD Jawa Tengah juga membentuk Desa Tangguh guna meminimalisir risiko bencana, baik korban jiwa maupun kerugian materi. Desa Tangguh yang sudah ada di Jawa Tengah, diedukasi untuk mengenali tanda-tanda bencana. Termasuk evakuasi yang aman.
"Masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana kami edukasi. Mulai dari mengenali tanda-tanda bencana hingga evakuasi yang tepat. Contohnya yang ada di lereng Gunung Merapi. Warga kini sudah paham harus kemana ketika ada letusan. Termasuk mengamankan barang berharga dan ternak mereka," paparnya.
Pihak BPBD Jawa Tengah juga sudah memasang alat pendeteksi tanah longsor, gunung meletus, dan curah hujan di beberapa titik. Hal itu berfungsi untuk memberikan peringatan masyarakat yang terdampak bencana.