Forum Mahasiswa
OPINI : Quo Vadis Modernisasi Pertanian
SEKTOR pertanian menghadapi sejumlah peluang dan tantangan di tahun 2021 dengan gelombang pandemi Covid-19 lanjutan di sejumlah negara
Mahasiswa Pascasarjana UGM
SEKTOR pertanian menghadapi sejumlah peluang dan tantangan di tahun 2021 dengan gelombang pandemi Covid-19 lanjutan di sejumlah negara, perubahan perilaku konsumen, dan disrupsi teknologi finansial dan tatap muka digital.
Selain itu, masih terdapat permasalahan yang belum terselesaikan pada sektor pertanian kontemporer seperti anomali iklim, penerapan teknologi, demografi, kualitas dan regenerasi sumber daya manusia (SDM), diversifikasi pangan, peningkatan akses pangan, kerawanan pangan, kelembagaan, pembiayaan, database, kecilnya anggaran penelitian dan pengembangan (R&D), upah buruh tani, alih fungsi lahan, serta pada logistik dan rantai distribusi.
Covid-19 mempengaruhi sektor pertanian di Indonesia. Beberapa wilayah pertanian mengalami penurunan pemesanan hasil panen yang disebabkan oleh sepinya pasar dan pelanggan. Kondisi sepi pembeli mengakibatkan petani kesulitan menjual hasil panen, dan menimbulkan krisis ekonomi bagi mereka.
Padahal, pada saat bersamaan, pemerintah melalui Kementrian Pertanian dan Kementerian Perdagangan melakukan evaluasi kebijakan impor dan ekspor dengan menunda perdagangan sayur, hewan dan buah-buahan menuju dan dari China dan juga negara-negara lain guna mencegah atau meminimalisir wabah Covid-19 masuk ke Indonesia.
Kondisi ini dapat menjadi kesempatan untuk melakukan revitalisasi sektor pertanian melalui modernisasi untuk meningkatkan kesejahteraan para stakeholders.
Revitalisasi
Program Nawacita mengandung konsepsi pembangunan Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam bingkai negara kesatuan. Konteks pembangunan tidak lagi terpusat di perkotaan, melainkan menyebar di seluruh pelosok. Daerah tidak harus melaksanakan pembangunan secara seragam, karena setiap daerah memiliki karakteristik dan kemampuan masing-masing yang khas, unik, dan berbeda.
Prof. Gunawan Sumodiningrat (2016) dari UGM memberikan argumentasi bahwa setiap daerah perlu melakukan spesialisasi produk pertanian agar dapat berdaya saing tinggi di tingkat nasional dan internasional. Konsep ini mereplikasi konsep One Village One Product (OVOP) yang digagas oleh Prof. Morihiko Hiramatsu (1980).
Produk OVOP adalah produk suatu daerah dengan keunikan yang tidak dimiliki daerah lain, sehingga memberikan nilai tambah bagi produk tersebut. Daerah OVOP bahkan bisa dijadikan tujuan wisata yang berkontribusi bagi pembangunan daerah tersebut.
Membangun daerah bukan saja mengenai kewilayahan atau geografis, tetapi lebih kepada pembangunan manusia secara berkelanjutan dan terus menerus. Untuk mendukung pembangunan daerah, pemerintah menganggarkan penyertaan Dana Desa yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Dana tersebut seyogyanya tidak hanya dipergunakan untuk membangun fasilitas fisik dan infrastruktur saja, tetapi juga pembangunan SDM melalui sarana pengetahuan, pelatihan, dan keterampilan.
Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia secara holistik dan komprehensif, melalui penguatan kapasitas dan kapabilitas individu dan kelompok. Hal ini sebagaimana amanat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dimana pembangunan pedesaan ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa.
Permodalan petani
Salah satu solusi meningkatkan kualitas desa dan pertanian adalah dengan mempermudah akses permodalan bagi petani. Selama ini petani kesulitan memperoleh promodalan modern karena dipersepsikan sebagai ‘unbankable’.
Di sinilah peran lembaga Sistem Resi Gudang (SRG) untuk memodernisasikan pertanian dan mengangkat petani. Dengan SRG, petani bisa menyimpan produk panen sampai 5 bulan dalam kondisi terbaik di gudang-gudang yang menggunakan sistem SRG.
SRG merupakan instrumen penyimpanan pasca panen dengan mekanisme tunda jual, di mana petani atau koperasi dapat menyimpan hasil panen ketika harga jatuh dan dijual ketika harga telah menjadi stabil atau meningkat.
Resi gudang
Sedangkan, Resi Gudang (RG) adalah dokumen bukti kepemilikan atas hasil panen yang disimpan di gudang SRG. RG itu sendiri dapat digunakan bagi petani untuk membiayai masa tanam; bagi pabrikan untuk membiayai persediaan bahan baku; sebagai jaminan utang berupa agunan pokok tanpa perlu agunan lain; sebagai dokumen penyerahan barang; atau bahkan dijadikan komoditi di pasar sekunder ataupun tersier.
Resi Gudang (RG) sebagai surat berharga dapat dimanfaatkan oleh perbankan sebagai sarana manajemen risiko, ataupun sebagai produk keuangan derivatif.
Derivatif RG adalah turunan RG berupa forward; option; index; discount; unit; atau instrumen keuangan lain. Derivatif ini hanya dapat diterbitkan oleh lembaga keuangan bank dan non-bank serta pedagang berjangka yang telah mendapat persetujuan Badan Pengawas Sistem Resi Gudang.
RG yang diperdagangkan di Indonesia wajib untuk melalui proses penilaian gudang yang menerbitkan melalui Lembaga Penilaian Kesesuaian yang berkewajiban untuk melakukan standarisasi baku mutu produk pertanian yang di SRG-kan.
Dan memastikan bahwa produk yang di SRG-kan telah memenuhi standar tersebut. Sedangkan, lembaga yang berwenang melakukan manajemen resi gudang dan derivatif resi gudang adalah Pusat Registrasi Resi Gudang. Sistematika tersebut sebagaimana mekanisme perdagangan saham di BEI melalui KSEI dan KPEI dan komponen pendukung lain.
Sentra produksi
Jawa Tengah adalah salah satu sentra produksi dengan banyak komoditas yang dapat di SRG-kan. Oleh karena itu, Jawa Tengah memiliki potensi untuk menjadi contoh pengimplementasian SRG secara menyeluruh bagi daerah lain. Dengan potensi pemanfaatan nilai ekonomis SRG yang demikian besar, diharapkan dapat meningkatkan kinerja pertanian di Jawa Tengah secara signifikan.
Pada akhirnya, naiknya tingkat kesejahteraan petani turut menggerakkan pertumbuhan ekonomi daerah dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Oleh karena itu, kepala daerah perlu untuk mendukung implementasi SRG di daerah masing-masing melalui kebijakan yang mendorong pemanfaatan SRG, dukungan infrastruktur, pembentukan kelembagaan SRG, serta koordinasi aktif para stakeholders. Selain itu, SRG perlu di sosialisasikan kepada para petani dan masyarakat umum secara luas, sehingga dapat menjadi ekosistem ekonomi inklusif yang terbuka bagi semua.
Peningkatan produksi dan akses terhadap pembiayaan tidak dapat berjalan dengan sendirinya tanpa didukung akses pasar. Oleh karena itu, diperlukan platform marketplace yang berorientasi ekspor sebagaimana halnya platform Alibaba terhadap produk industri manufaktur di China. Platform Alibaba ini tidak hanya menjadi penghubung industri manufaktur dan pasar global, namun juga mengintegrasikan dan menyederhanakan aspek ekspor-impor yang kompleks seperti izin, kepabeanan, shipping, dsb, sebagaimana menggunakan aplikasi di smartphone.
Dalam hal ini, pemerintah dapat memberdayakan aplikasi marketplace yang telah ada sebagai basis data dan percontohan karena penetrasi pasar yang luas. Sehingga, tidak perlu membangun dari awal, melainkan cukup dengan melakukan sinergi dan kolaborasi dengan platform yang ada atau melalui opsi khusus komoditi pertanian.
Mengacu pada Outlook Ekonomi Pertanian 2021, sektor pertanian diproyeksikan tumbuh sebesar 3,30% hingga 4,27%. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut diperlukan adanya dorongan sisi produksi (supply) dan sisi permintaan (demand). Oleh karena itu, Petani dan UKM pertanian perlu terus berinovasi tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, tetapi juga pasar luar negeri melalui komoditas yang bernilai ekonomis tinggi.
Hal ini dapat dicapai dengan fasilitasi pemerintah melalui pembuatan dan pengembangan pasar tani di setiap daerah, optimasi pangan lokal, koordinasi infrastruktur logistik, pasar digital, kemudahan mendapatkan kredit, serta percepatan ekspor komunitas strategis sebagaimana diuraikan sebelumnya. Berbagai isu ini penting untuk dikelola demi mencapai visi Indonesia 2045. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah modernisasi teknis tersebut hanya sebatas penggunaan instrumen mekanisasi berbasis digital? Seberapa jauh kesiapan Indonesia dalam menyongsong era 5.0? Siapkah SDM dan aturan-aturan pelaksananya dalam menyambut perubahan itu? (*)
Baca juga: Ariel Noah Ungkap Kriteria Istri Idamannya: Saya Emang Agak Unik
Baca juga: Hotline Semarang : Objek Wisata Gua Kreo Apakah Masih Ketat Prokes?
Baca juga: Kunci Jawaban Kelas 3 SD Tema 4 Halaman 96 97 98 99 100
Baca juga: Gara-gara Hidangan Daging Kambing, Pria Mabuk Aniaya Tetangga Pakai Botol Kecap