Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Wawancara Khusus

WAWANCARA KHUSUS : Yusril Ihza Mahendra Empat Kali Ditawari Jadi Hakim MK oleh SBY

Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sempat membandingkan kuasa hukumnya Hamdan Zoelva dengan kuasa hukum empat eks kader Demokrat

Tribunnews/Jeprima
Ketua Tim Hukum TKN, Yusril Ihza Mahendra menghadiri sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019). Sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres mengagendakan pemeriksaan pendahuluan kelengkapan dan kejelasan pemohon dari tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN). 

Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sempat membandingkan kuasa hukumnya Hamdan Zoelva dengan kuasa hukum empat eks kader Demokrat yang mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung yakni Prof Yusril Ihza Mahendra.

Kubu AHY mengatakan pemilihan Hamdan selaku kuasa hukum tak lepas dari rekam jejak yang bersangkutan pernah menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Lantas kubu AHY menyinggung bahwa Yusril tak pernah menjadi ketua MK.

Yusril mengatakan dirinya pernah ditawari menjadi ketua MK oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika masih menjadi presiden.

Namun tawaran itu ditolaknya."Saya nggak mau saja jadi hakim MK. Berkali-kali saya ditawarin jadi hakim MK, saya nggak mau.

Pak SBY itu empat kali pernah bicara sama saya, pada waktu nyusun kabinet juga begitu," kata Yusril, saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribunnetwork Febby Mahendra Putra dan News Manager Tribunnetwork Rachmat Hidayat, Rabu (13/10) lalu.

Berikut petikan wawancara Prof Yusril Ihza Mahendra dengan Tribunnetwork :

Kemarin pak Hamdan Zoelva mengatakan ada pencabutan affidavit. Boleh dijelaskan apa itu?

Affidavit itu pengakuan kesaksian orang yang disampaikan kepada pengadilan dan itu ada formatnya karena orang itu tidak akan hadir di pengadilan. Misalnya saya diperiksa jadi saksi di suatu perkara, tapi kemungkinan kita orang itu disidangkan saya nggak bisa datang.

Nah itu saya disumpah, dibacakan oleh jaksa, kekuatannya sama seolah-olah saya memberikan keterangan dibawah sumpah di pengadilan. Jadi affidavit itu sebenarnya mempunyai kekuatan pembuktian yang sah. Ada katanya yang mencabut affidavitnya ya silahkan saja, nanti kita lihat sikap MA terhadap pencabutan affidavit itu karena perkara ini kan sudah diregister di MA.

Dalam konteks ini, affidavitnya isinya apa?

Sebenarnya berisi kesaksian saja. Saksi itu ada banyak. Jadi kalau saksi itu ada sepuluh, satu mencabut kesaksiannya masih ada sembilan. Hakim itu akan memutus perkara dengan mendengarkan sekurang-kurangnya dua orang saksi.

Saksi itu mau dua, empat, atau berapa pun sama saja, jadi kalau satu mundur nggak apa-apa. Paling mereka membangun public opinion saja, oh ternyata ada pemberi kuasa mundur, cabut kuasanya, kemudian yang affidavit mundur. Ya kita juga tanya, mereka mundur ini sebabnya apa?

Tadi tak masalah affidavit dicabut, tapi dalam konteks ini yang Anda ketahui, sebenarnya affidavit siapa yang Anda gunakan untuk memberikan dukungan ke JR?

Yang paling penting dalam JR itu kan ada dua. Formil dan materil. Formil itu tentang prosedur, kalau prosedur salah mengakibatkan pasal atau seluruh peraturan batal demi hukum. Materiil ini harus diuji, misalnya kedudukan Mahkamah Partai.

Dalam UU parpol, Mahkamah Partai itu keputusannya final dan mengikat. Kalau nggak puas silakan mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dan itu diregister sebagai perkara perdata khusus parpol. Tapi kalau tidak melalui Mahkamah Partai terlebih dahulu, maka gugatan di Pengadilan Negeri prematur dan akan diolah hakim.

Yang kita persoalkan itu adalah pengujian ini, norma ini diuji dengan norma ini. Hakim itu sebenarnya perhatiannya ke situ. Jadi yang jauh lebih penting bukan affidavit dari seorang saksi, tapi keterangan ahli. Ahli itu adalah seorang guru besar, atau doktor di bidang itu yang sangat mengerti.

Disebutkan bahwa MA tidak punya wewenang untuk masuk lebih dalam menguji formil dan materil AD/ART parpol, karena itu bukan ranah publik. Bagaimana tanggapannya?

Banyak yang ngomong begitu, ketika saya tanya balik kebingungan jawabnya. AD/ART itu mengatur syarat-syarat untuk menjadi anggota partai itu. Misal syaratnya harus berusia 18 tahun dan beragama Islam, jika itu partai Islam. Itu mengikat umum atau tidak? Kalau saya mau menjadi anggota partai X kan saya baca syaratnya. Misal syaratnya beragama Islam, tapi agama saya Kristen ya saya nggak bisa jadi anggota partai itu.

Itu hanya mengikat anggota atau mengikat orang yang mau jadi anggota? Orang yang belum jadi anggota itu namanya masyarakat umum. Pertanyaan saya juga sama, peraturan Dirjen itu tidak ada di dalam UU No. 12/2011, yang ada UUD 1945, TAP MPR, Perpu, dst, tidak ada peraturan Dirjen. Tapi apa bisa Anda tidak membayar pajak? Sedangkan pembayaran pajak itu dasarnya peraturan Dirjen.

Apa yang terbayang di benak Anda ketika DPP Partai Demokrat menunjuk Hamdan Zoelva sebagai kuasa hukum?

Saya nggak mau saja jadi hakim MK. Berkali-kali saya ditawarin jadi hakim MK, saya nggak mau. Pak SBY itu empat kali pernah bicara sama saya, pada waktu nyusun kabinet juga begitu. Saya bilang lebih baik saya jadi Mensesneg aja pak.

'Yang saya terpikir itu pak Yusril itu setidak-tidaknya setaralah sama kami ini'. Setaranya dimana? Dia bilang mau ditaruh di MK. Tapi saya bilang saya nggak tertarik jadi hakim dari dulu. Pak Hamdan nggak pernah jadi menteri kehakiman tapi pernah jadi Ketua MK.

Kalau Yusril nggak pernah jadi Ketua MK tapi dua kali jadi menteri kehakiman. Jadi udahlah persoalan itu nggak penting.

Apakah dalam menangani permohonan JR ini, Prof Yusril punya akses atau koneksi dengan Pak Moeldoko?

Pak Moeldoko sih saya kenal, kenal saja. Tapi saya tidak pernah mendapat kuasa dari beliau untuk menangani perkara ini, juga tidak pernah menyodorkan 'ini Pak Yusril ada empat orang tolong dibantu'.

Jadi Pak Moeldoko sih tidak mempunyai peranan langsung dengan saya. Tetapi bahwa dibalik empat orang itu ada Pak Moeldoko ya bisa-bisa saja dan itu hak mereka, saya nggak mau mempersoalkan dan bertanya-tanya lebih jauh hal yang bersifat privasi klien.

Kubu sebelah menyatakan patut diduga Anda bekerja dengan adanya invisible power dibelakang. Bagaimana menanggapi itu?

Dibalik semua itu ada orang-orang yang sebenarnya punya kepentingan politik dengan hal ini, dan mereka barangkali mendorong empat orang ini supaya mengajukan JR ke MA dan meminta bantuan kepada saya itu mungkin saja.

Dan saya tahu implikasi dari putusan nanti sekiranya dikabulkan itu tidak hanya yuridis tapi ke bidang politik. Sama ketika zaman pak SBY, saya menguji UU Kejaksaan, orang ketawa dan bilang ada-ada aja, lain yang gatal lain yang digaruk.

Dengan serangkaian kasus yang pernah ditangani, apakah kasus ini paling mengesankan?

Sebenarnya perkaranya biasa saja. Yang bikin ramai itu Jubir Partai Demokrat, para kadernya, komentar Benny K Harman, itu yang sebenarnya bikin ramai. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)

Baca juga: Jadwal TV Televisi Hari Ini Jumat 22 Oktober 2021 di Trans TV RCTI Trans7 GTV SCTV dan Lainnya

Baca juga: Rachel Vennya Diperiksa 8,5 Jam Terkait Pelanggaran Karantina

Baca juga: Hasil Denmark Open : Kalahkan Kanta Tsuneyama, Jojo Akan Tantang Kento di Perempat Final

Baca juga: BERITA LENGKAP : Wajib PCR Sebelum Terbang Bikin Ruwet, Benarkah Memihak Pelaku Bisnis PCR?

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved