FOKUS

Fokus: Butuh Pemimpin Berinovasi untuk Bangkit dari Pandemi

Dampak pandemi itu pula, tentu akan menjadi alasan berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga juga jadi kendala untuk melaksanakan program pem

Penulis: m nur huda | Editor: m nur huda
Grafis:Tribunjateng/Dok
Tajuk Ditulis Oleh Jurnalis Tribun Jateng, M Nur Huda 

Tajuk Ditulis Oleh Jurnalis Tribun Jateng, M Nur Huda

TRIBUNJATENG.COM - Pandemi covid-19 yang kian melandai bakal berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi, baik di pusat maupun daerah. Hal ini tentu berpengaruh pada perencanaan program pemerintah untuk pembangunan di tahun depan.

Dampak pandemi, memang telah merontokan sektor ekonomi, baik skala besar maupun mikro. Diperlukan perlakuan khusus oleh pemerintah sebagai penanggungjawab kelangsungan hidup rakyat untuk bangkit dari dampak pandemi. Perhatian khusus perlu diberikan pada sektor ini.

Namun ada sektor lain yang juga tidak boleh dilupakan, yakni infrastruktur layanan publik, baik fisik maupun non fisik. Sebab, pandemi telah memaksa pengalihan alokasi anggaran pada penanganan covid-19.

Dampak pandemi itu pula, tentu akan menjadi alasan berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga juga jadi kendala untuk melaksanakan program pembangunan di daerah.

Adanya otonomi daerah, memberikan keleluasaan bagi Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menggalang dana guna membangun daerahnya. Selama ini, biasanya Pemda hanya mengandalkan sumber-sumber pendanaan konvensional seperti PAD dari perpajakan, retribusi atau transfer daerah dari pemerintah Pusat.

Sementara, porsi terbesar pemanfaatan APBD ada pada belanja pegawai, baru sisanya untuk untuk anggaran pendidikan dan lainnya, sedangkan porsi infrastruktur hanya belasan persen.

Inilah kendala sulitnya daerah berkembang karena tidak mampu berinovasi, tidak mampu mengelola sumber daya yang ada untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat secara nyata. Yang dilakukan hanya aktivitas seremonial belaka. Padahal, pembangunan layanan publik merupakan kebutuhan dasar.

Ketidakmampuan itu juga berdampak pada ketimpangan antar-daerah. Semisal ada kabupaten yang kurang begitu berkembang, padahal diapit dua daerah yang cukup maju dalam infrastrukturnya. Ini adalah persoalan.

Keterbatasan sumber dana APBD dan semakin bertambahnya beban APBD seiring perkembangan kebutuhan tiap tahun, perlu upaya terobosan agar pemenuhan kebutuhan pembangunan infrastrukrur layanan publik secara keseluruhan dapat berjalan.

Terobosan ini perlu diupayakan dengan mempertimbangkan karakter, kultur, dan nilai gotongroyong masyarakat. Prinsip gotong royong inilah yang selayaknya menjadi kunci.

Ketika sumber dana APBD kurang maksimal untuk membangun daerah, maka harus mulai menggandeng pihak swasta/badan usaha untuk berpartisipasi dalam pembiayaan. Skema ini digunakan untuk mengurangi beban pembiayaan dari APBD.

Regulasi untuk memayungi alternatif pembiayaan tersebut juga telah ada. Di antaranya Perpres 38/2015 Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), Perpres 28/2018 kerjasama daerah, Kerjasama Pemanfaatan Aset, Kerja Sama Pemerintah Swasta (KPS), dan Corporate Social Responsibility (CSR).

Ada lagi cara yang bisa ditempuh, semisal melalui skema sharing pembiayaan pelaksanaan kegiatan dengan para professional untuk menjaga kualitas kegiatan. Syukur-syukur bisa membuka peluang penambahan pendapatan daerah.

Sebagai upaya memaksimalkan pembangunan dengan menggandeng badan usaha, diperlukan skala prioritas. Semisal melalui CSR tematik agar pemanfaatan programnya dapat diarahkan sesuai fokus permasalahan pembangunan di daerah.

Untuk merealisasikan semua itu, tentu membutuhkan pemimpin yang mampu berinovasi. Ketika hasil kerjanya telah nyata dirasakan masyaakat, pasti jasanya akan dikenang dan menjadi sosok yang menginspirasi.

Hal itu juga sebagai upaya untuk mampu bangkit dari pandemi di tengah keterbatasan, namun mampu tampil menjadi pemenang.(*)

Sumber: Tribun Jateng
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved