Berita Regional
Bikin Emosi, Guru Pesantren Bandung Ini Menggagahi Belasan Santri Putri hingga Hamil dan Punya Bayi
Terbongkarnya kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Herry Wirawan terhadap belasan santrinya memicu emosi siapa pun.
"Kenapa sih kok ketat banget, tapisaat itu kami tidak pernah berburuk sangka, mungkin aturan ketat itu memang sudah diberlakukan oleh pihak pesantren," ucapnya.
Menurutnya, keluarga memilih memasukkan anak ke pesantren tersebut lantaran menawarkan biaya pendidikan gratis.
Baca juga: Wali Kota Bandung Oded M Danial Roboh saat Menuju Mimbar Salat Jumat, Sudah Sakit Sejak Juli 2021
Baca juga: Blusukan, Petugas Gabungan di Blora Gelar Vaksinasi Malam Hari
Tawaran pendidikan gratis tersebut tanpa pikir panjang dipilih, lantaran keluarga korban tidak cukup mampu untuk menyekolahkan anaknya.
"Sekolahnya gratis itu, kami pilih pesantren tersebut karena ekonomi kami menengah ke bawah," ungkap AN.
2. Bayi hasil tindakan bejat pelaku diasuh orang tua korban
Diah Kurniasari mengatakan 8 dari 11 santriwati yang menjadi korban rudakpaksa tersebut semuanya telah melahirkan.
"Selama enam bulan ini semuanya sudah lahir, tadi saya lihat berita di TV masih disebutkan dua korban masih hamil. Tidak, sekarang semua sudah dilahirkan," ujarnya saat menggelar jumpa pers di Kantor P2TP2A Kabupaten Garut, Kamis (9/12/2021) malam.
Ia menuturkan, saat ini semua bayi tersebut sudah dibawa oleh orang tua korban.
Adapun korban saat ini masih menjalani trauma healing di rumah aman P2TP2A.
"Bayinya semuanya sudah ada di ibu korban masing-masing," ucapnya.
Trauma healing yang dilakukan P2TP2A tidak hanya dilakukan kepada korban rudakpaksa, namun juga diberikan kepada orangtua korban.
Diah menjelaskan, sejak awal pihaknya sudah mempersiapkan korban untuk siap, jika suatu saat permasalahan mereka ini terkuak ke publik.
"Kondisi korban saat ini Insya Allah sudah lebih kuat, kami sudah jauh-jauh hari mempersiapkan mereka selama ini untuk siap mengahadapi media," ucapnya.
Korban, menurutnya, masih terikat persaudaraan dengan korban lainnya karena sebelumnya saling ajak untuk bersekolah di pesantren tersebut.
Rata-rata umur korban berusia 13 hingga 15 tahun.