Breaking News
Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Cerita 25 Nabi dan Rasul untuk Anak, Kisah Nabi Musa AS yang Dihanyutkan ke Sungai Nil

Cerita 25 Nabi dan Rasul untuk Anak, Kisah Nabi Musa AS yang Dihanyutkan ke Sungai Nil

Penulis: non | Editor: abduh imanulhaq
YouTube/Kisah Islami
Cerita 25 Nabi dan Rasul untuk Anak, Kisah Nabi Musa AS yang Dihanyutkan ke Sungai Nil 

Cerita 25 Nabi dan Rasul untuk Anak, Kisah Nabi Musa AS yang Dihanyutkan ke Sungai Nil

TRIBUNJATENG.COM - Inilah cerita 25 nabi dan rasul untuk anak, kisah Nabi Musa AS yang dihanyutkan ke Sungai Nil.

Nabi Musa a.s. adalah salah seorang nabi dari Bani Israil.

Musa lahir di Mesir dan diperintahkan oleh Allah SWT untuk berdakwah kepada Raja Fir’aun yang zalim.

Fir’aun memang terkenal dengan kekejamannya.

Bahkan ia berani menyatakan dirinya sebagai Tuhan yang wajib disembah rakyatnya.

Siapa pun yang tidak setuju dan berani menentang raja besar Mesir itu, pasti akan dihukum mati.

Dakwah Nabi Musa a.s. dalam mengingatkan Fir’aun agar bertobat dan kembali ke jalan yang benar bukan tugas yang mudah.

Tapi, Nabi Musa a.s tetap melaksanakan tugasnya dengan penuh kesabaran dan keberanian.

Atas kesabaran dan kegigihannya itulah, Musa menjadi salah satu nabi Ulul Azmi.

Ulul Azmi yaitu nabi Allah SWT yang memiliki tekad dan kesabaran luar biasa dalam menegakkan kebenaran.

Walaupun Nabi Musa as hidup berada di lingkungan istana Firaun, namun kelahiran Nabi Musa memiliki kisah yang sangat luar biasa.

Saat Musa masih dalam kandungan ibundanya yang bernama Yukabbad, Mesir sedang gempar.

Rakyat hidup dalam ketakutan, terutama para ibu yang sedang mengandung.

Rupanya Raja Fir’aun memerintahkan bala tentaranya untuk mengambil paksa bayi laki-laki yang lahir pada tahun itu.

“Ambil setiap bayi laki-laki yang lahir di tahun ini!” perintah Fir’aun. Tak hanya itu, Fir’aun juga menyingkirkan bayi-bayi yang tak berdosa tersebut.

Allah SWT berfirman, “Sungguh, Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah,

dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil), dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka.

Sungguh, dia (Fir’aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al-Qashash [28]: 4)

Fir’aun melakukan hal tersebut setelah para penasihatnya menafsirkan mimpinya.

Menurut dukun-dukun istana, akan lahir seorang lelaki Bani Israil yang kelak akan menghancurkan kekuasaan Fir’aun.

Karena itulah, untuk mencegah hal itu terjadi, Fir’aun menyingkirkan setiap bayi laki-laki dari Bani Israil.

Sementara itu, Yukabbad merasa takut karena sebentar lagi bayi yang dikandungnya akan lahir.

“Bagaimana ini? Haruskah anak kita ini mati di tangan Fir’aun sebelum ia bisa melihat dunia?” ucap Yukabbad, bersedih.

“Tenanglah istriku,” hibur Imran, suaminya. “Mari berdoa, kita serahkan segalanya kepada Allah! Mari meminta perlindungan kepada-Nya.”

Yukabbad masih murung. Ia tak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi nanti dengan bayi yang dikandungnya.

“Lebih baik kau beristirahat. Lagi pula, belum tentu juga bayi kita ini laki-laki,” kata Imran.

Tapi, Yukabbad tetap merasa khawatir. Ia memiliki perasaan yang begitu kuat bahwa bayi yang ada dalam kandungannya itu adalah bayi laki-laki.

“Ya Allah, lindungilah kami sekeluarga dan bayi ini!” ucapnya lirih.

Waktu kelahiran itu pun tiba. Ternyata benar dugaan Yukabbad.

Bayi yang ia lahirkan adalah laki-laki.

Yukabbad amat senang, tapi pada saat yang bersamaan, ia juga takut dan khawatir dengan nasib bayi laki-lakinya itu.

Dalam kebimbangan hati tersebut, Allah SWT mengilhamkan ibunda Musa untuk menghanyutkan bayinya ke sungai Nil.

“Apakah kamu yakin dengan rencanamu itu?” tanya Imran setelah mendengar rencana istrinya itu.

“Ya, hanya ini cara yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan bayi kita,” ujar Yukabbad.

“Baiklah. Ayo, segera kita persiapkan segala sesuatunya, sebelum prajurit Fir’aun tahu dan mengambil buah hati kita ini,” ucap Imran.

Dengan mengendap-endap, Yukabbad dan Imran berjalan menuju tepian sungai Nil.

Mereka meletakkan Musa di dalam sebuah kotak kayu. Kotak kayu tersebut sudah dibuat senyaman mungkin sehingga Musa tidak menangis.

Jika Musa menangis, hal itu akan membahayakan dirinya.

Yukabbad terlihat begitu berat hati ketika hendak menghanyutkan Musa ke sungai Nil.

Sungai yang dipenuhi kuda nil dan buaya-buaya yang besar dan ganas. Yukabbad sempat cemas, bagaimana jika buaya dan kuda nil memangsa Musa.

 “Cepat lakukan! Sebelum orang-orang Fir’aun melihat kita!” perintah Imran.

Yukabbad, ibunda Musa, berupaya melawan kekhawatirannya.

Dengan berderai air mata, ia menghanyutkan Musa yang masih bayi itu ke sungai Nil.

Aliran deras sungai terpanjang di dunia itu dalam sekejap mengayun-ayun kotak kayu tersebut.

Kotak itu semakin jauh dibawa aliran sungai hingga hilang dari pandangan mata Yukabbad.

“Mari kita pulang,” ajak Imran, suaminya.

Yukabbad masih tidak percaya bahwa sebagai seorang ibu, ia baru saja menghanyutkan anak kandungnya sendiri ke sungai. ia telah membiarkan Musa yang masih bayi itu berjuang sendiri melawan ganasnya alam.

Namun, Allah SWT memberikan ketenangan dan keyakinan kepada Yukabbad bahwa Musa akan baik-baik saja. Suatu ketika, mereka akan berjumpa kembali.

“Ibu percaya, anakku,” bisik Yukabbad lirih. “Ibu percaya, kamu pasti akan selamat. Allah SWT akan menjagamu dan kita akan berjumpa kembali.”

Memang begitulah takdir Musa. Allah SWT menyelamatkan Musa.

Rupanya permaisuri Raja Fir’aun yaitu Siti Asiyah, juga sedang berada di tepian sungai Nil.

Ketika tengah asyik mandi sambil menikmati kesegaran air sungai, tiba-tiba seorang dayang yang menemaninya berteriak-teriak. ,

“Tuanku! Tuanku! Lihatlah, kotak apakah yang hanyut dan tersangkut di sela-sela batu itu?” katanya pada Siti Asiyah sambil menunjuk sebuah kotak kayu.

 

“Coba kamu ambil kotak itu!” perintah Siti Asiyah.

Si dayang bergegas memungut kotak kayu itu. Betapa terkejutnya ia ketika melihat ada seorang bayi laki-laki yang mungil di dalam kotak itu.

“Tuanku! Ada seorang bayi di dalam kotak ini!” teriak si dayang sambil bergegas menuju tuannya. “Bayi siapa ini sebenarnya?”

Siti Asiyah terdiam beberapa saat. Ia mengarahkan pandangannya ke sekitar sungai, mencari tahu apakah ada orang lain di sana yang telah menghanyutkan bayi itu.

Permaisuri Raja Fir’aun itu kemudian memutuskan untuk membawa Musa ke istana.

Ia akan merawatnya dengan sepenuh hati.

“Kasihan sekali bayi ini. Ah, lebih baik aku merawatnya di istana,” ucapnya.

 

Siti Asiyah pun merawat Musa seperti anaknya sendiri. Ia amat menyayangi Musa.

Permaisuri Fir’aun itu merasa sangat beruntung dan bahagia bisa membesarkan Musa.

Apalagi, ia juga belum dikaruniai seorang anak.

Di istana Fir’aun itulah, Musa tumbuh.

Tapi, meskipun hidup di istana Fir’aun, Musa sama sekali tak terpengaruh oleh kemewahan istana.

Perilaku dan watak Musa sangat berbeda dengan sifat Fir’aun.

Allah SWT telah menjaga Musa, dan membuat Musa memiliki sifat yang mulia.

Itu karena Musa ditakdirkan menjadi nabi, dan dengan sifat terpujinya, ia akan berdakwah kepada Fir’aun. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved