Tentara Ukraina Tewas dalam Bentrok dengan Separatis Pro-Rusia
gerakan separatis pro-Rusia itu menargetkan militernya di wilayah barat negara dengan senapan mesin berat dan senjata kecil.
TRIBUNNEWS.COM, KIEV - Ukraina mengatakan satu tentaranya tewas dalam bentrok yang terjadi dengan gerakan separatis pro-Rusia pada Selasa (11/1).
Baku tembak terjadi di malam Rusia dan NATO berdialog membahas dugaan rencana invasi Moskow ke Ukraina.
Ukraina menuturkan, gerakan separatis pro-Rusia itu menargetkan militernya di wilayah barat negara dengan senapan mesin berat dan senjata kecil.
"Seorang prajurit di Pasukan Gabungan terluka parah," kata militer Ukraina, dalam sebuah pernyataan, Rabu (12/1), dikutip dari AFP.
Militer Ukraina juga menyampaikan tentara mereka membalas tembakan dari gerakan separatis tersebut.
Ketegangan antara Ukraina dan Rusia terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Beberapa negara Barat, seperti AS dan sekutu Eropa menuduh Rusia merencanakan invasi ke Ukraina. Moskow disebut mengumpulkan sekitar 100.000 tentara di dekat perbatasan Ukraina.
Di sisi lain, Kremlin membantah tudhan itu dan menyebut keberadaan pasukan mereka dilakukan sebagai upaya perlindungan akan pelanggaran yang dilakukan negara Barat, khususnya NATO.
"Kami menjelaskan bahwa kami tidak memiliki rencana, tidak ada niat untuk 'menyerang' Ukraina. Tidak ada alasan untuk takut akan eskalasi dalam hal ini," kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov.
Rusia juga sempat meminta konsesi luas dari AS dan NATO terkait dengan masalah di perbatasan Ukraina itu.
Untuk diketahui, Kiev telah memerangi pemberontakan pro-Moskow di wilayah perbatasan sejak 2014. Di tahun itu, Rusia mencaplok semenanjung Crimea dari Ukraina. Konflik tersebut menyebabkan lebih dari 13.000 orang tewas.
Adapun, Wali Kota Kiev Ukraina, Vitali Klitschko mengirim peringatan ke Rusia terkait dengan ketegangan kedua negara. Mantan petinju dunia itu menyatakan Ukraina siap menghadapi Rusia dalam kondisi apapun.
"Kami siap untuk hal apapun. Jika eskalasi meningkat, kami siap untuk mempertahankan kemerdekaan dan integritas negara kami, dan pertahanan juga sudah disiapkan. Kami berharap ini tidak pernah terjadi, ini kasus terburuk, tetapi kami harus siap," ucapnya, kepada CNN, Rabu (13/1).
Klitschko mengaku khawatir soal pasukan militer Rusia di perbatasan. Namun, ia berujar, kemungkinan pengerahan pasukan itu hanya taktik Rusia sebagai pamer kekuatan.
Sebelum Rusia mencaplok Krimea pada 2014, Klitschko merupakan pemimpin oposisi utama selama protes terhadap invasi Moskow.
"Pada 2014 Ukraina memutuskan untuk 'bergabung' ke Eropa dalam pembangunan negara kami. Bukan Federasi Rusia (yang dipilih-Red), dan Putin tidak senang dengan keputusan ini, karena idenya adalah untuk membangun kembali Kekaisaran Soviet," ucap Klitschko.
"Kami tidak ingin kembali ke Uni Soviet. Kami melihat masa depan kami sebagai negara Eropa yang demokratis," tegasnya. (CNNIndonesia.com)