Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Medan

Kapolrestabes Medan Diduga Terima Uang Suap dari Bandar Narkoba, Ternyata Kasusnya Berliku

Polrestabes Medan diguncang kabar tak sedap dalam sepekan terakhir ini.

Editor: sujarwo
Istimewa
Ilustrasi: Polisi. 

TRIBUNJATENG.COM - Polrestabes Medan diguncang kabar tak sedap dalam sepekan terakhir.

Pucuk pimpinan mereka, Kombes Pol Riku Sunarko diduga menerima uang suap.

Jumlahnya Rp 75 juta. Uang itu diberikan oleh istri bandar narkoba yang ditangkap Polrestabes Medan.

Informasi ini bergulir pertama kali ketika sidang kasus yang melibatkan sejumlah personel polisi di Medan.

Sidang digelar di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (12/1/2022).

Dalam sidang itu hadir saksi Bripka Ricardo.

Tak hanya menyebut nama Kapolrestabes Medan, Bripka Ricardo juga menyebut nama-nama petinggi polisi lainnya yang juga menerima suap.

Bahkan saat persidangan, ia juga menyebut atasannya yakni Kanit Sat Res Narkoba AKP Paul Simamora adalah pengguna narkoba.

Menurutnya, Paul diduga baru saja mengonsumsi sabu saat diperiksa Propam Mabes Polri.

"Kanit Sat Res Narkoba AKP Paul Simamora keringat bercucuran, pucat. Istilah orang Medan lagi 'tinggi'," kata Ricardo Siahaan di hadapan majelis hakim Ulina Marbun, Selasa (12/1/2022).

Lalu siapakah Bripa Ricardo? Dikutip dari Tribun Medan, disebutkan jika Bripka Ricardo adalah anggota dari Satgas Narkoba Polrestabes Medan.

Ia didakwa mencuri uang barang bukti senilai Rp 650 juta bersama rekan-rekannya yakni Matredy Naibaho, Toto Hartanto, Marzuki Ritongan, dan Dudi Efni.

Total ada lima anggota polisi yang menggelapkan barang bukti Rp 560 juta.

Para polisi itu kemudian membagi-bagikan uang bukan miliknya dan dipakai untuk kepentingan pribadi. Selain itu Ricardo juga didakwa menyimpan narkoba.

Kasus yang menyerat nama Kapolrestabes Medan itu berawal saat Matredy Naibaho, anggota Tim II Unit I Sat res Narkoba Polrestabes Medan mendapatkan informasi terkait keberadaan bandar narkoba yakni Jusuf alias Jus.

Bandar narkoba tersebut diduga menyimpan narkotika di asbes rumahnya di Jalan Menteng VII Gang Duku, Kelurahan Medan Tenggara, Kacematan Medan Denai.

Dengan dilengkapi Surat Perintah Tugas yang ditandatangani oleh Kasat Reserse Narkoba Polrestabes Medan, Oloan Siahaan, Matredy bersama Dudi Enfi (Ketua Tim), Ricardo Siahaan, dan Marjuki Ritonga berangkat menuju lokasi dengan mengendarai mobil opsnal Toyota Innova warna hitam.

Para terdakwa yang melihat pagar rumah Jusuf terbuka langsung melakukan penggeledahan. Saat itu mereka diterima oleh Imayanti, istri Jusuf. Penggeledahan disaksikan oleh kepala lingkungan setempat.

Usai penggeledahan, para terdakwa menyita sejumlah koper yang ternyata berisi uang. Total yang yang diambil dari plafon kamar Jusuf adalah Rp 600 juta dan Rp 50 juta.

Lalu barang-barang tersebut dibawa ke Polrestabes Medan secara tidak sah, tanpa dilengkapi Surat Izin Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri dan Berita Acara Penyitaan.

Bukannya dibawa ke Polrestabes Medan, uang hasil penggeledahan di rumah Jusuf itu malah dibagi-bagi oleh para terdakwa pada 9 Juni 2021 sekitar pukul 21.00 WIB Jalan Gajah Mada Medan.

Perinciannya adalah Matredy Naibaho mendapatkan Rp 200 juta, Rikardo Siahaan Rp 100 juta, Dudi Efni Rp 100 juta, Marjuki Ritonga Rp 100 juta dan Toto Hartono Rp 95 juta dan dipotong uang posko Rp 5 juta.

Belakangan, penyelidikan kasus Imayanti telah dihentikan karena belum ditemukan bukti permulaan yang cukup, berdasarkan Surat Penghentian Penyelidikan Nomor: Surat Perintah/Lidik/183-a/VI/Res.4.2/2021 Res Narkoba tanggal 25 Juni 2021 yang ditandatangani oleh Kasat Res Narkoba Polrestabes Medan, Oloan Siahaan.

Barang bukti berupa uang yang disita pun seharusnya dikembalikan kepada Imayanti.

Pada tanggal 23 Juni 2021, Imayanti melalui anaknya, Rini Susanti membuat laporan ke Polda Sumut. Laporan tersebut menjelaskan bahwa Tim Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Medan yang dipimpin oleh Dudi Efni saat melakukan penggeledahan secara melawan hukum telah mengambil uang dari dalam tiga buah tas berwarna putih, krem dan coklat di plafon asbes rumah milik Jusuf dan Imayanti.

Para anggota polisi itu menjadi terdakwa dan diancam pidana dalam Pasal 365 ayat (2) ke-2 atau Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHPidana.

Dalam kesaksiannya saat sidang pada Kamis (6/1/2022), Matredy Naibaho mengungkapkan bahwa mantan Kanit Satu Res Narkoba Polrestabes Medan AKP Paul Simamora ada menerima uang Rp 350 juta dari terduga bandar narkotika Imayanti usai diamankan.

Hal itulah kata Matredy yang membuat mereka berani membagikan uang Rp 600 juta hasil penggeledahan rumah Imayanti yang tak dilaporkan ke kantor usai penggeledahan.

"Kurang lebih 1 minggu di posko uang itu. Lalu Imayanti dilepaskan dengan tebusan Rp 350 juta, yang menerima Kanit Paul Simamora dan diketahui Kasat (Oloan Siahaan), jadi kami berani (membagi uang) kami merasa aman, lalu dibagilah uang ini bu, saya dapat Rp 200 juta. Yang lain Rp 100 juta," ucapnya menjawab pertanyaan Majelis Hakim yang diketuai Ulina Marbun.

Dalam sidang tersebut, Matredy bersikeras bahwa sabu dan ganja yang ditemukan dari tas mereka merupakan hasil tangkap beli (undercover buy) yang belum diserahkan ke kantor.

Ia mengaku setelah diamankan mereka semua telah dites urin dan hasilnya negatif.

"Kita bukan penjual dan pemakai, narkoba kita dilengkapi surat perintah, saya masih ingat itu kami serahkan ke Kompol Ari Pradana, rupanya surat perintah kami tidak diserahkan kepada penyidik Polda," ucapnya.

Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim sempat adu mulut dengan para saksi yang bersikeras bahwa barang haram tersebut didapat karena under cover buy.

Aston Martin Designer Marek Reichman Answers Miami’s Hurricane Winds With Car-Inspired...
Sponsored by Mansion Global
See More

Hakim Ketua lantas menyentil para saksi mengapa sabu, ganja, dan pil happy five bisa didapat di tas mereka.

Apalagi berdasarkan keterangan mereka, barang haram tersebut sudah dua hari disimpan.

Dari Matredy Naibaho didapati 2,93 Gram ganja, satu klip sabu seberat 0,07 Gram dan 1 butir pil Happy Five.

Kemudian barang bukti narkotika milik Toto Hartanto berupa 3,50 Gram sabu dan tiga plastik klip kemasan sabu yang masih kosong.

Sementara pada Ricardo Siahaan didapati satu butir pil ekstasi seberat 0,31 Gram.

"Gak usah ngotot, yang kalian lakukan tidak sesuai SOP," cetus hakim.

Saat sidang yang digelar pada Selasa (11/1/2022, Ricardo juga menyebut sejumlah atasannya, ikut menerima uang penggeledahan kasus narkotika (tangkap lepas) sebesar Rp 300 juta.

Menurutnya Kasat Kompol Oloan Siahaan mendapatkan Rp 150 juta dan Kanit AKP Paul Edison Simamora menerima Rp 40 juta.

Tanpa panjang lebar, Ricardo langsung membenarkan.

"Betul, itu kita ketahui saat sidang kode etik di propam polda," cetus Ricardo saat sidang.

Tidak hanya itu, Ricardo juga membeberkan bahwa Personil Paminal Mabes Polri menyita uang dari anggota dan diserahkan kepada pihak Propam Polda.

Ia juga menyebut jika sejumlah penyidik disebut-sebut turut menerima. Ia juga membenarkan pengakuan Kompol Olaan Siahaan yang menyebut atas perintah Kapolrestabes Medan Kombes Riko Sunarko, sisa uang Rp 75 juta digunakan untuk membayar pres rilis dan membeli 1 unit motor kepada Babinsa Koramil Tembung.

Motor tersebut sebagai hadiah untuk Babinsa yang berhasil mengungkap penangkapan ganja.

Ricardo mengaku uang hasil pencurian tersebut sudah pihaknya kembalikan. Bahkan ia mengaku mengeluarkan uang Rp 500 juta untuk uang damai.

"Uangnya dikembalikan kepada pihak Mabes Pak adalagi kita keluar sebesar Rp 500 juta, kepada saudara Imayanti untuk uang perdamaian," ucapnya.

Lantas, ketika dicecar terkait pil ekstasi yang didapat di dalam tasnya, kepada Majelis Hakim yang diketuai Ulina Marbun, ia mengakui bahwa 1 butir pil ekstasi merupakan hasil pancing beli dari target yang bernama Doger.

"Waktu itu saya beli 150 ribu yang mulia. Saya dapat dari Doger warga S Parman, Gang Pasir atas hasil pancing beli yang mulia," katanya.

Menjawab pertanyaan Majelis Hakim, Ricardo katakan sebagai polisi dirinya berwenang untuk menyimpan hasil pancing beli tersebut selama masih berlaku surat tugas.

Ia mengatakan kalau 1 butir ekstasi hasil pancing beli tersebut tak diserahkan ke kantornya dikarenakan banyaknya kegiatannya.

"Karena masih banyak kegiatan, makanya belum diantar ke kantor yang mulia," ucapnya.

Ia juga menjelaskan alasan dirinya tak langsung menangkap Doger.

"Karena kita akan membeli 1.000 butir tiga hari kemudian yang mulia. Ijin yang mulia, saya pernah pancing beli 1 kg sabu tidak saya tangkap yang mulia, setelah kita beli 15 kg baru ditangkap yang mulia," terangnya.

Ketika ditanya Majelis Hakim apakah perbuatannya salah atau tidak, Ricardo tampak tersenyum.

"Dikatakan salah gak juga, dikatakan benar gak juga, karena kita polisi narkoba punya wewenang yang mulia," cetusnya.(*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved