Berita Banjarnegara
Butuh Perhatian, Banyak Gelandangan ODGJ Tak Miliki KTP, Haknya sebagai Warga Negara Terabaikan
Pencatatan administrasi kependudukan menjadi hak setiap warga negara tanpa kecuali. Sayangnya, masih ada sebagian masyarakat yang belum dapat keadilan
Penulis: khoirul muzaki | Editor: moh anhar
TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bekerjasama dengan Puskapa menyelenggarakan Webinar Diseminasi, Penguatan Administrasi Kependudukan dan Penanggulangan Kemiskinan melalui Jurnalisme, Kamis (27/1/2022).
Pencatatan administrasi kependudukan menjadi hak setiap warga negara tanpa kecuali.
Sayangnya, masih ada sebagian masyarakat atau kelompok rentan yang belum mendapatkan keadilan.
Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang hidup di jalan (gelandangan) di antaranya.
Pemateri yang juga jurnalis TribunJateng.com Khoirul Muzakki mengatakan, ODGJ gelandangan rata-rata tidak memiliki dokumen kependudukan.
Baca juga: Ketika Para Mahasiswa Minta Presiden Soekarno Penuhi Tuntutannya Hingga Akhirnya Lengser
Baca juga: 11 Tahun Terputus, Jembatan Sepan di Tanon Sragen Penghubung Dua Dukuh Kembali Terhubung
Baca juga: Empat Kasus Terkonfirmasi Positif Covid-19, Wali Kota Pekalongan Aaf: Semua Pasien OTG
Kondisi ini menyulitkan mereka untuk bisa mengakses berbagai program dari pemerintah, termasuk untuk mendapatkan jaminan kesejahteraan dan kesehatan.
Ia memuji penanganan ODGJ di Kabupaten Banjarnegara yang tidak menjadikan KTP sebagai syarat mutlak pelayanan.
Di daerah ini, ODGJ tanpa identitas cukup dibuatkan Surat Domisili dari pemerintah Desa atau Kelurahan tempat mereka ditemukan.
Surat domisili itu sebagai pengganti KTP sehingga ODGJ bisa mendapatkan penjaminan kesehatan dari pemerintah kabupaten.
"Sehingga mereka bisa dirawat di rumah sakit jiwa secara gratis karena ditanggung pemerintah, meski tak punya KTP," katanya, Kamis (27/1/2022)
Tetapi lain daerah beda kebijakan, bergantung kemauan politik (political will) pemangku kekuasaan.
Belum tentu daerah lain memiliki kebijakan sama.
Baca juga: Mawar Ingin Pramuka Jadi Wadah Generasi Muda Berkarakter Unggul
Baca juga: Empat Kasus Terkonfirmasi Positif Covid-19, Wali Kota Pekalongan Aaf: Semua Pasien OTG
Di Banjarnegara, kata dia, ODGJ yang kondisi kejiwaannya stabil dan menempati panti, bisa dibuatkan dokumen kependudukan, baik Kartu Keluarga (KK) atau KTP elektronik.
Pihak panti telah bekerjasama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk pelayanan perekaman terhadap ODGJ.
Untuk pembuatan KK, ODGJ tanpa identitas bisa diikutkan ke KK warga dengan status famili lain.
Sementara di Panti Pamardi Raharjo Banjarnegara, para penyintas ODGJ tanpa identitas dibuatkan KK bersama dengan mengangkat satu di antaranya sebagai Kepala Keluarga.
Sayangnya, pelayanan perekaman untuk ODGJ masih sebatas yang berada di panti.
ODGJ yang hidupnya masih di jalan belum tersentuh layanan ini.
Ia menilai Dindukcapil mestinya lebih proaktif melayani administrasi kependudukan ODGJ bukan hanya yang berada di panti.
Ia mencontohkan, ketika ODGJ terjaring razia dan dibawa ke rumah sakit, Dindukcapil bisa langsung melakukan perekaman. Sehingga dokumen kependudukan mereka bisa terbit lebih cepat.
Dengan begitu, ODGJ bisa segera didaftarkan ke BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) agar bisa mengakses pelayanan kesehatan secara gratis.
"Karena Jamkesda sudah dihapus. Adanya pembiayaan langsung dari APBD, itu pun kabarnya mau dihapus. Sehingga untuk dapat pengobatan gratis, harus ditanggung BPJS yang usulannya harus pakai KTP, " katanya
Di sisi lain, ia menyoroti minimnya jumlah panti di Jawa Tengah yang tak sebanding dengan jumlah ODGJ.
Data dari Dinsos Provinsi Jateng, hanya ada 11 panti yang khusus menampung ODGJ dengan kapasitas 1136 orang.
Padahal tercatat, di Jawa Tengah ada 50.559 orang dengan gangguan mental atau psikotik.
Sementara keberadaan panti swasta yang khusus menampung ODGJ pun masih jarang.
Tak ayal, Dinsos Kabupaten maupun masyarakat sering kesulitan menitipkan ODGJ ke panti sosial milik Pemprov dengan alasan kamar penuh.
Sedangkan Pemkab tidak memiliki panti sosial mengingat kewenangan itu berada di Pemerintah Provinsi.
"Padahal sebagian ODGJ di panti bisa tinggal bertahun-tahun karena tak ditemukan keluarganya.
Sementara yang di luar sudah ngantre mau dirawat di panti, " katanya
Adib Muttaqin Asfar, Mentor dari AJI Indonesia menyampaikan, liputan sejumlah jurnalis peraih fellowship Penguatan Administrasi Kependudukan dan Penanggulangan Kemiskinan melalui Jurnalisme ini menyoroti masalah layanan administrasi kependudukan yang belum memuaskan kelompok rentan.
Selain gelandangan ODGJ, kelompok rentan lain yang masih bermasalah dengan layanan kependudukan adalah penghayat kepercayaan.
Poin tulisan tersebut merekomendasikan pemerintah daerah untuk bisa lebih mengoordinasikan semua Sumber Daya Masyarakat (SDM) yang ada dalam menyelesaikan persoalan ini. Bukan hanya pemerintah, namun juga masyarakat dan media sesuai kapasitasnya masing-masing.
"Pemda atau Pemprov diharapkan bisa koordinasikan semua SDM agar turut serta selesaikan persoalan ini, " katanya.
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Nur Kholis memastikan, pihaknya menjamin pelayanan administrasi kependudukan terhadap setiap warga negara, termasuk kelompok rentan.
Hanya karena keterbatasan yang dimiliki, Dukcapil tidak bisa menjangkau seluruh masyarakat yang belum terlayani administrasi kependudukannya.
Baca juga: 11 Tahun Terputus, Jembatan Sepan di Tanon Sragen Penghubung Dua Dukuh Kembali Terhubung
Baca juga: Siti Atikoh Lantik Bupati Arief Jadi Kamabicab Pramuka Blora, Karakter Generasi Muda Harus Terbangun
Tetapi sepanjang ada laporan, pihaknya akan langsung menindaklanjuti dengan memberikan pelayanan sesuai yang dibutuhkan.
Ia pun berharap media membantu menyosialisasikan ke warga agar mau melapor jika di lingkungannya ada yang belum terlayani kependudukannya.
"Bantu kami, jadi mata dan telinga kami. Sehingga setiap laporan akan kami tindaklanjuti, " katanya. (*)