Harga Minyak Goreng Masih Tinggi, Kemendag Didorong Lebih Sensitif

dari awal adanya kenaikan harga seharusnya segera dicari celahnya, dan buat kebijakan yang dilaksanakan untuk mengambil langkah solutif.

Editor: Vito
TribunJateng.com/Fajar Bahruddin Achmad
ilustrasi - Seorang pedagang di Pasar Martoloyo, Kota Tegal, sedang menata minyak goreng kemasan di lapaknya, Rabu (2/2/2022). 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi Rahma Gafmi menilai Kementerian Perdagangan (Kemendag) banyak mengganti kebijakan, yang menunjukkan ketidakmampuan dalam menghadapi lonjakan harga minyak goreng.

Menurut dia, dari awal adanya kenaikan harga seharusnya segera dicari celahnya, dan buat kebijakan yang dilaksanakan untuk mengambil langkah solutif. Karena jika tidak, maka seperti yang dialami sekarang ini, terjadi kelangkaan.

"Ini terbukti ketidakberdayaan pemerintah dalam menghadapi indikasi adanya kartel," ujarnya, dalam keterangannya, Rabu (9/2/2022).

Rahma menuturkan, kebijakan yang diambil saat ini belum terasa manfaatnya sampai ke masyarakat. Seluruh eksportir yang akan mengekspor saat ini wajib memasok atau mengalokasikan 20 persen dari volume ekspornya.

Alokasi itu dalam bentuk Crude Palm Oil (CPO) dan Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Palm Olein ke pasar domestik dengan harga Rp 9.300/kg untuk CPO, dan harga RBD Palm Olein Rp 10.300/kg.

Namun, proses produksi dan distribusi tentunya memakan waktu, sehingga supply tidak langsung ada secara merata.

Dalam menghadapi kondisi ketidakpastian seperti sekarang ini, ia berujar, Kemendag harus sensitif, terutama menyiapkan langkah apa yang harus diambil, dan tindakan cepat dan agresif, sehingga tidak sampai menimbulkan kepanikan.

Pemerintah juga harus secara matang merumuskan pengawasan distribusi dan retail untuk meminimalisir kecurangan di masa yang sulit ini.

"Masalahnya di sini, yang kita hadapi adalah indikasi adanya kartel. Penegak hukumnya juga harus gerak cepat menangani ini," ucapnya.

Rahma menyatakan, Indikasi atau sinyal adanya permainan kartel terlihat dari hasil kajian KPPU yang menunjukkan bahwa industri besar minyak goreng dikuasai oleh empat perusahaan besar yang berbentuk oligopolistic.

Indikasi kartel tersebut dalam artian terjadi kerja sama produsen besar dalam negeri untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dengan tujuan penetapan harga.

"Sinyal tersebut tentunya masih belum pasti, karena kelangkaan minyak goreng yang sesuai HET juga disebabkan oleh masyarakat yang membeli minyak di luar kebutuhannya, atau menimbun," tandasnya. (Tribunnews/Dennis Destryawan)

 

Sumber: Tribunnews.com
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved